One

14.8K 509 3
                                    

Pria berpakaian jubah putih itu berjalan tegap menuju ruangan yang diberi nama ruang pemeriksaan.

Wajahnya tak luput dari senyum yang sudah terbukti memikat setiap orang yang melihatnya.

Dari papan nama yang terpasang di baju pria itu dapat diketahui namanya : dr. Satria Saputra.

Ia mengangguk sopan pada deretan antrian pasien yang sudah menunggunya berjam-jam.

Dan dari sekian antrian pasien, ada satu pasien yang sedikit menarik perhatiannya. Yah, hanya sedikit tentu saja.

Gadis berpakaian kaos oblong bergambar Doraemon dan celana training dengan rambut dicepol asal. Sedang telinganya terpasang earphone sambil mengangguk-ngangguk.

Di samping gadis itu duduk wanita 50 tahunan yang tak bisa menyembunyikan raut khawatirnya. Sebenarnya yang sakit yang mana?

Satria kembali larut dalam kesibukannya memeriksa puluhan pasien yang sudah mengantri.

Sampai pada antrian ke 50, seorang wanita yang sempat menarik perhatiannya masuk ruang pemeriksaan. Kalau Satria tidak salah lihat, wanita ini tadi datang berdua dengan gadis berkaos Doraemon, kan?

Terlepas dari semua itu, Satria tetap tersenyum ramah dan menyambut pasiennya.

"Sakit apa, Bu?"

Wanita itu sedikit gelisah.
"Mohon maaf sekali sebelumnya dok, sebetulnya yang sakit bukan saya."

Kening Satria berkerut sesaat, setelah itu tetap memasang wajah ramah.

"O ya? Lalu siapa yang sakit, bu?"

Wanita itu menghela nafas.
"Itu dia, dok. Sebenarnya yang sakit putri saya. Tadi sempat mau kemari, tapi karena lama, dia bilang mau cari makan dulu, eh tahunya malah gak kembali. Maaf sekali, dok."

"Oh begitu rupanya. Terus ibu mau bagaimana?"

"Gimana kalo saya ceritakan keluhan anak saya aja, dok. Nanti biar anak saya dapat resepnya aja. Bisa kan, dok?"

Satria awalnya diam. Tapi melihat raut khawatir wanita itu, akhirnya ia mengangguk setuju. Well, kekhawatiran seorang ibu pada putrinya memang tak bisa ia tolak.

"Dok, kalau sekali-kali saya butuh, bisa tidak kalau datang ke rumah saya? Putri semata wayang saya itu susah sekali diajak ke dokter kalau lagi sakit."

"Ah, begitu ya? Insya Allah kalau saya ada waktu bu, nanti saya sempatkan."

"Aduh, makasih banyak lho, dok. Ini alamat rumah saya kalau sekali-kali saya mau berobat."

Wanita itu menyodorkan kartu nama pada Satria. Dan tentu saja meski Satria belum tentu memenuhi keinginan wanita ini, sebagai rasa hormat ia tak mungkin menolak bukan?

Satria menyimpan kartu nama itu dalam laci meja kerjanya.

***

"Vi, lo yakin ikut sama kita?"

Vivian dan ketiga temannya sedang berkumpul di kafe sekitar kampus. Yah, mereka anak tingkat satu yang baru masuk. Dan sialnya, hari pertama masuk Vivian diwarnai dengan hebohnya Mami nyuruh ke dokter, hanya gara-gara dia bersin-bersin. Padahal bukan hal baru jika ia alergi cuaca dingin. Tapi, ya begitulah Mami. Alhasil ia kabur sebelum masuk ke ruang pemeriksaan.

"Yes, gue yakin banget, emang kenapa sih? Lo pada kayak gak seneng kalo gue ikut?"

Andre, Topan dan Bora meringis. Yang benar saja, anak Mami penurut ini mau ikut mereka? Kalo Tante Yuli tahu, bisa dicincang habis mereka bertiga. Membawa putri semata wayangnya kelayaban ke dunia malam.

The Doctor's ProtectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang