Sketch

632 82 20
                                    

Emm, apakah aku sudah memperingati kalian kalau cerita ini mengandung konten dewasa?
Selamat melanjutkam membaca,

salam sayang,

☘️

Pagi ini terasa sangat tidak biasa. Aku langsung mencium aroma apel yang sangat khas dan bikin mabuk merindu. Setelah kudapati kesadaranku yang mulai utuh, aku tahu darimana aroma apel ini berasal. Rambut pirang Fera mendarat di pipiku dan nyaris menutupi sebagian wajahku. Jelas saja aroma apel rambutnya jadi lebih kuat berkali lipat.

Aku menyingkirkan para helaian rambut wangi itu dari wajahku. Menoleh padanya dan kesadaranku yang tadinya masih tersangkut di alam lain langsung terpanggil untuk berkumpul seluruhnya. Mataku langsung terbuka. Mengamati wajah perempuan di sampingku ini lalu pandanganku turun ke dagunya, ke lehernya, bahunya, pundaknya.

Aku mengingat-ingat apa yang terjadi semalam dengan kami. Apa saja yang telah kami lakukan.

Astaga. Ingatanku tidak seburuk itu. Jangan pikir karena aku punya memori jangka pendek yang buruk, lalu kalian menganggap aku lupa pada kejadian sebelum aku tidur. Aku hanya sulit menghafal sesuatu, bukan mengingat.

Setelah segala ingatanku tentang malam lalu kembali, aku paham mengapa kami terbangun dengan kondisi seperti ini.

Aku mendekatkan hidungku pada rambutnya, menghirup lagi aroma apelnya dalam-dalam. Ingin aroma ini menyelimuti ingatanku dan membuatku lupa pada segala masa lalu.

"Pagi, Kat." Ucapnya, pelan. Serak dan nyaris tak terdengar.

"Pagi sayang." Kukecup keningnya yang sebagian tertutupi rambut.

Dia memelukku erat, seperti memeluk guling. Guling yang bisa balas memeluk. Fera menggeser kepalanya dan bersembunyi di leherku. Benar-benar posisi kesukaannya, membuatku geli tapi membuatnya nyaman. Aku ingin menolak pun, tak tega.

"Hey, kita ada kelas pagi. Satu jam lagi." Aku berbisik, berharap dia tak dengar lalu kami kembali tidur dan melewati jam kelas. Bolos sesekali bukan masalah, kan?

"Ayo!" Fera langsung terduduk. Membuatku panik sejenak dengan gerakannya yang tiba-tiba. Rupanya bolos sesekali adalah masalah bagi Fera. Dan sehubung itu masalah Fera, otomatis dalam kasus ini, jadi masalahku juga.

Dia langsung berdiri meninggalkan kasur, bergegas ke kamar mandi dan teriak setibanya ia sepenuhnya ada di sana.

Buru-buru aku berdiri dan menghampiri pintu kamar mandi yang tertutup. "Ada apa Fer? Ada tikus?" Tanyaku asal, ya! Tidak pernah ada tikus di kamarku! Tidak pernah!

Fera menjawab dengan teriakan lagi.

"Fer!" Aku mengetuk-ngetuk pintu, khawatir dengan apakah gerangan yang terjadi.

"AH KAT! Aku malu mengatakannya!"

Aku terdiam sejenak. Apa yang bisa membuatnya malu? Hal apa? "Apa Fer? Jangan buat aku panik."

"Aku baru sadar aku tidak memakai apa pun." Katanya, dengan suara pelan sampai aku menempelkan telinga di pintu.

"Aw." Hanya itu yang bisa kuucap. Lalu dia berteriak lagi, namun tertahan. Pasti dia menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan.

"Cepat mandi sana, sebelum tetangga datang menduga aku sedang menganiaya kamu jam enam pagi."

"IYA!"

Lalu kudengar suara air shower menyentuh lantai. Sambil bersenandung riang entah kenapa sembari tersenyum lebar hingga merasa pipi ini bengkak mendadak, aku memanaskan air di panci listrik dan mulai menimbang serbuk kopi untuk dimasukkan pada tabung french press.

Art TradeHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin