12. When Marnie Was There

29.5K 3.9K 2.3K
                                    


Bagian dua belas.

When Marnie Was There (2015)

"In this world, there is an invisible magic circle,

One is inside,

Another one is outside.

And I am an outside."

Pre-caution : a lot of inapproriate words. please do not follow the act. 

❀❀❀❀

Javier

"BANGSAT!"

Aneh gak sih nemuin ketenangan dari marah-marah? Mau lo nonton acara motivasi di Metro TV kek, Netflix kek... Gak ada yang pernah bilang marah-marah itu bisa bikin tenang.

Anger is where bad personality grows. So that means, I have that anyway -bad personality.

Herannya, gue selalu ngerasa lega bisa marah. Teriak-teriak kayak orang psycho sampai suara gue abis dan napas gue gak beraturan. Gue tumbuh jadi anak yang gak pernah sekalipun keluarin air mata karena hidup yang sialan.

Buat gue, hidup yang lagi sialan gak pantes dapet air mata. Justru lo harus maki-maki dia sampe lo puas.

Buat apa nangisin sesuatu yang udah nyakitin lo? Semua yang nyakitin cuma perlu dikutur, dibuang jauh-jauh, dan gak perlu lo inget-inget lagi.

"Tara gak ke sini?"

Divas kaget dengan gue yang tiba-tiba melengos dan membuka pintu ruangannya di rumah sakit dengan tergesa-gesa, dan ternyata Divas gak sendiri.

Ada lakinya.

"Ngagetin gue deh lo.."

Untung ya mereka gak lagi ngapa-ngapain. Kalo gak, gue pasti bakal ngerasa bersalah banget gangguin privasi laki-bini. Gini-gini gue kan lumayan tau diri. Gak kayak oknum G di cerita sebelah yang kadar tau dirinya kayak kadar gula di makanan sehat -sedikit.

"Eh, hai Jav," Deverra -kadang gue juga harus manggil dia Mas Deverra tanpa sadar karena gak tau kenapa, hawanya setiap kali deket dia bikin gue jadi mendadak sopan. Mungkin di kehidupan sebelumnya dia pernah jadi tokoh agama, kayak pendeta gitu.

"Oi.. Hahaha sorry ganggu."

"Lah, Javi kenal Tara? Utara Paramayoga?" ulang Deverra sambil melirik Divas -yang juga lagi melirik gue.

"Dalam rangka apa deh lo nyariin Tara?" tanyanya curiga. "Sampe ngos-ngosan gitu."

Keliatan banget ya emang? Perasaan tadi sebelum masuk gue udah atur napas di depan pintu, biar gak keliatan lari-lari kayak orang tolol.

Lagian ngapain gue lari-lari segala sih?

"Ya... Ya gak apa-apa," ujar gue, tanpa sadar kalau sekarang muka gue super panik dan itu bikin Divas makin curiga -Deverra juga ikut-ikutan lirik gue. Gue menggaruk kening dengan jari telunjuk, "Tadi gue ke rumahnya.. Terus kayaknya dia gak ada di rumah.. Rumahnya kosong."

"Lo? Nyari Tara sampe ke rumahnya?" ulang Divas kali ini bener-bener curiga. "Jav? Lo gak lagi-"

"Duh udah deh gak usah asumsi gitu. Kayak netijen tau gak lo." sewot gue. Divas dan Deverra sampai saling tatap-tatapan makin bingung.

"G-gue tuh.. Aduh.. Elah," gue mengacak rambut gue sendiri, frustasi. "Tadi mantannya tuh dateng ke kantor. Nyariin dia.."

".... Terus?" kan, Divas itu orangnya pinter baca situasi dan mancing keadaan.

LukacitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang