2. Berbentang Usia

652 320 311
                                    

20 tahun yang lalu, waktu itu aku masih muda. Saat itu, aku berusia 26 tahun.
.....
.....
.........
...........

"Coba sebentar aja kita mikirin masa depan Dre," ucap Nita dengan suara pelan, tanpa semangat.

"Maksud kamu Nit?" tanyaku saat itu.

Malam semakin larut, mobilpun aku berhentikan di bahu jalan tol Cikampek arah ke Bandung.
Lampu jalan berwarna kuning, menghangatkan. Nita memaksa berhenti karena dia bilang ada hal yang harus dibicarakan.

"Tapi percuma, kamu gak akan ngerti," tegas Nita.

Wajahnya dia palingkan ke kaca sebelah kiri. Walaupun gelap dan samar, namun pantulan bayangannya masih bisa terlihat olehku.

"Ya jelasin dulu dong Nit, mumpung mobilnya aku berhentiin. Kalau memang ada hal penting yang harus diobrolin, ya ayo sekarang aja." Tegasku.

"Gak usah, lanjut jalan aja, gak jadi!" mendadak suaranya terdengar galak.

Apa memang seperti itu kah perempuan? fluktuasi emosi yang tak terarah. Entahlah, apakah ingin dimanja atau ingin marah.

Mobil belum aku jalankan. Jendela mobil aku buka setengah, lalu aku hirup sejenak udara malam.

"Huh.... ya sudah sebentar," kataku.

"Jalan!" suara Nita terkesan memaksa.

Aku seketika menoleh ke arahnya. Dalam pikirku, apa sebenarnya yang dia mau saat itu.

"Ya udah, jalan ya," ucapku.

Kutancap gas mobilku, dan aku melaju di kecepatan 50 km/jam. Kiri kanan tak ada mobil sama sekali. Sempat aku melihat ke arah jam tangan. Huh, ternyata sudah pukul 01.42 malam.

"Berhenti, stoppppp!" tiba-tiba saja Nita berteriak.

Seketika aku injak rem, dan memberhentikan mobilku.

"Gak peka!" katanya.

"Ekh Nit, maksudmu apa sih? jadi mau nya apa? aku salah apa?" tanyaku dengan nada agak kencang.

Nita pun menangis.

Aku merasa bersalah.

Rembulan semakin terang, awan menyebar ke berbagai arah.

"Kamu gak tau betapa aku tuh pengen banget nikah sama kamu Dre! Sampe kapan kita pacaran? usia cewek itu cepet tua, udah seharusnya di usia 28 ini aku nikah!" ucap Nita, sambil menangis.

"Apa alasan kamu pengen nikah di usia ini?" tanyaku.

"Ya karena memang sudah hukum sosialnya seperti itu Dre! kamu tuh gak bakal ngerti, kamu masih anak anak! emang salah aku pacaran sama yang lebih muda!" jelasnya, panjang lebar.

Air mata terus menetes dari wajahnya.

Aku hanya terdiam.

"Cowok kaya kamu itu masih mikirin maen, masih suka nongkrong, beda sama aku Dre. Aku tuh cewek! gak bisa lama lama pacaran, apa kata keluarga, apa kata orang!" lanjutnya, sambil sesekali mengusap air mata.

Aku tarik napas perlahan, wajahku tertunduk.

Aku rogoh kantong jaketku, aku berikan kotak kecil berwarna merah, berbahan beludru.

"Ini jawaban aku Nit, atas semua keluh kesah kamu, maaf harus buat nangis dulu, maaf harus buat kamu nunggu, dalam waktu yang cukup lama."

Dalam balutan haru, dia tersenyum.
Senyumnya saat itu selalu aku rekam dalam ingatan.

.....
.....
...
...

Aku ingin menikahimu,
untuk memutuskan keraguan.
Aku tahu kita berbentang usia,
namun itu soal angka.
Ketika cinta sudah aku ungkapkan, maka waktu akan aku kristalkan!

RetorikaWhere stories live. Discover now