14. 🍃Rasa yang terpendam🍃

32.8K 1.7K 60
                                    


"Ra, gimana kalau bilang ke Ustaz Fadly aja?" ucap Keysa sembari menyelupkan pena lafaz ke dalam tinta di wadah kuningan kecil. Lalu ia torehkan tulisan dalam lembar buku.

Aira yang sudah selesai matla'ah siang ini menoleh ke arah Keysa.

"Bilang? Ngawur, mana mungkin aku bilang suka sama beliau secara langsung," bisik Aira sembari merapikan buku serta kitabnya. Beberapa teman yang sedang musyawarah siang ikut nimbrung satu persatu setelah mendengar ungkapan lirih Aira.

Keysa berdecak pelan. Ia meluruskan lagi ucapannya, " Maksudku, bilang kalau surat itu bukan punyamu."

"Beneran, Ra? Kamu tuh suka sama Ustaz Fadly?" Iza bertanya sungguh-sungguh. Lantas diikuti oleh Magfira, Desi, dan Iffa yang melontarkan pertanyaan sama. Hah, susah memang jika semua teman-temannya tahu. Mau mengelak pun sudah terlanjur ketahuan.

"Apa, sih? Nggak, kok."

"Wajahmu itu nggak bisa bohong," ucap Desi menggodai.

"Iya deh iya," kata Aira pasrah.

"Bener, Ra. Langsung laporin aja ke Ustaz Fadly. Aku berani jadi saksi,kok." Rosida datang menawarkan diri. Karena ia yang pertama kali memergoki. Masalah fitnah surat itu tak hanya merugikan Aira sebagaiamana korbannya, tapi juga nama kelas dan teman-teman turut tercoreng, bahkan bisa sampai ke pihak atasan.

"Emang nggak apa-apa?" tanyanya ragu. Pasalnya pihak OPS pusat juga belum memanggilnya kembali. Jelas saja, mereka tak bisa menemukan penulis surat itu. Karena kenyataannya surat tersebut ditulis oleh teman seangkatannya. Aya.

"Kelas kita bakal jelek di mata mereka jika nggak segera diurus, Ra," Rosida berpendapat.

"Bener, tuh. Aku temenin lapor ke Ustaz Fadly kalau kamu grogi, eh nggak berani maksudnya." Ilmi ikutan nimbrung setelah selesai menyelesaikan belajarnya.

"Tapi 'kan bentar lagi liburan?" kata Keysa

"Ustaz Fadly udah nggak ada jadwal. Adanya setelah liburan nanti," sahut Iza.

Di tengah mereka membicarakan hal ini, suara nyaring dari speaker pesantren yang menyebutkan kelas mereka menggema.

"Ditujukan kepada kelas dua belas B harap segera berkumpul di gedung Al Hafsah."

Mereka yang mendengar saling tatap. Untuk apa semuanya dipanggil. Apakah ada yang sedang ulang tahun lalu menraktir mereka mie instan?

Gedung Al Hafsah yang sering disebut sebagai gedung serbaguna, sudah dipenuhi oleh beberapa santri dari kelas Aira.

"Sampeyan yang manggil, Neng?" tanya Keysa.

"Iya, gaes. Gawat, gawat banget!"

"Cepetan jelasin,Neng. Aku mau antri beli bakwan,"ucap Aira.

"Kesuen tak tinggal, Neng. Mau antri jeding," sahut Madina kemudian.

Neng Ridha menjelaskan dengan tergesa. Ia baru saja mendapat informasi dari Ustazah Alina terkait pr matematika yang diajukan jadwal pengumpulannya. Karena hal ini tak bisa dianggap remeh. Maka solusinya adalah dengan bekerja sama.

"Jadi, ayo kita lembur nanti malam,ya," rengeknya dengan wajah memelas. Pasalnya ia lemah dalam bidang ini.

"Wah, harus kerja kelompok, nih."

"Aku juga belum cukup paham sama materinya," ungkap Ima, salah satu teman mereka yang terkenal menonjol dalam pelajaran ini.

"Aku nggak apa-apa, deh, tidur pondok. Asal pr nya selesai," imbuh Neng Ridha.

Ustadz, Aku jatuh Cinta [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang