02

3.6K 338 20
                                    

POV Licia...


Sekarang ini aku berada di dalam pesawat, aku dan kedua orangtuaku akan tinggal di rumah nenekku. Dulu sekali waktu aku masih kecil aku suka sekali pergi kesana sekedar bermain salju karena di sana musim saljunya selalu indah. Bahkan salju disana dua kali lipat lebih banyak dari pada di Negaraku sendiri, aku kangen dengan nenek dan kakekku serta saudara-saudara sepupuku yang lain.

"Apa kau membutuhkan sesuatu sayang?" tanya ibuku yang berada tepat di sampingku.

Aku hanya menggelengkan kepalaku dan terus melihat kearah luar jendela yang memperlihatkan betapa indahnya kumpulan awan berwarna putih yang dipadukan dengan cerahnya langit biru, aku merasa sangat tenang dan damai saat melihat pemandangan yang begitu indah di luar sana. Dulu sekali aku sering berpikir jika aku bisa menjadi seekor burung, yang selalu terbang dengan bebas diluar sana. Menikmati hidup dan mencoba hal-hal yang baru. Aku sangat suka berada di luar rumah karena aku ingin merasakan manisnya kebebasan melakukan hal-hal yang positif.

Berjumpa dan berteman dengan orang-orang baru yang tidak pernah aku kenal, aku menyukai dunia yang seperti itu. Namun sekarang prinsip itu berubah. Semenjak kejadian yang aku alami, belakangan ini sudah mengubahku menjadi seseorang yang sangat sulit menerima kehadiran orang asing di sekitarku. Aku jadi gampang takut dan sering merasa cemas berlebihan, kata dokter itu adalah salah satu trauma yang bisa hilang jika aku terus berlatih. Hanya saja aku seperti tidak mengenali diriku sendiri, aku yang seperti ini sama sekali tidak pernah aku kenal.

Aku merasa jika hidupku terasa sangat sunyi, tapi aku tidak bisa lagi kembali seperti dulu karena ketika aku ingin kembali merasa menjadi diriku yang dulu kejadian mengerikan itu kembali memenuhi pikiranku dan ketakutan membuat dadaku sesak, tubuhku akan bergerak dengan sangat hebat dan aku akan berteriak. Tiba-tiba seorang pramugari datang membawakan makanan yang di pesan oleh ibuku untukku. Aku melihat kearah es krim coklat yang terlihat sangat menggiurkan di atas meja lipat di depanku, aku menyendok es krim coklat itu dan memasukkannya kedalam mulutku.

Aku bisa merasakan sensasi yang luar biasa, setelah sekian lama tidak memakan makanan manis seperti ini rasanya aku kembali merasakan kehidupan, mungkin aku terlalu berlebihan tetapi ini memang sangat nikmat. Sekitar 2 jam akhirnya kita sampai di bandara, perlahan-lahan para penumpang pesawat turun dengan tertib sesuai aturan begitupun aku dan kedua orangtuaku sambil membawa barang bawaan kami.

Padahal aku ingin membawa koperku sendiri agar tidak membuat ayah dan ibuku lelah tetapi mereka bersikeras ingin membawakannya, mau tidak mau aku mengalah dan sebagai gantinya aku memilih untuk berjalan sendiri dengan syarat aku harus berada di dekat mereka. Setelah sampai di luar bandara, seorang pria yang terlihat hampir sama dengan ayahku itu tersenyum lebar sambil melambaikan tangan kanannya kearah kita.

Aku dan kedua orangtuaku berjalan mendekati pria yang bernama Jons, dia adalah pamanku atau kakak kandung ayahku. Makanya rupa mereka terlihat hampir sama, disampingnya ada seorang gadis yang berusia 5 tahun lebih tua dariku. Gadis itu bernama Amanda, dia adalah anak kedua paman Jons, tanpa berkata apa pun paman Jons langsung memelukku dengan sangat erat dan aku bahkan hampir kehabisan nafas di buatnya, untung saja Amanda berhasil membuat ayahnya melepaskan tubuh kurusku.

"Ayah lepaskan Cia, kasihan dia tidak bisa nafas seperti itu..." seru Amanda sedikit kesal melihat tingkah laku ayahnya itu.

Paman Jons tertawa dengan renyah lalu berjalan menuju kearah ayahku, ia memeluk ayahku dan dibalas olehnya. Setelah acara pelukan itu berakhir, ibuku memutuskan agar paman Jons dan Amanda ikut di mobil ayahku walaupun mereka membawa mobil nampaknya ibuku ingin berbicara lebih lama dengan keponakannya itu.

Saat di dalam mobil suasana begitu meriah karena paman Jons yang suka bercanda dapat mencairkan suasana yang sunyi, paman Jons memang paling jago membuat siapa saja tertawa karena tingkah lakunya itu di tambah sikap Amanda yang tidak berbeda jauh dari ayahnya. Rasanya sungguh nyaman berada di tengah-tengah keluarga seperti ini, hanya saja aku memilih untuk diam sambil menatap kearah luar jendela.

Karma For A Werewolf PrinceWhere stories live. Discover now