[vol. 1] 19. Mimpi

Mulai dari awal
                                    

Namun umur manusia siapa yang tahu kalau bukan Sang Penciptanya? Bahkan manusia itu sendiri pun, Angga, tidak akan pernah menyangka sebelumnya, kalau ternyata dirinya meninggal di saat masih dalam fase mencari-cari pekerjaan baru. Di saat dirinya masih belum sempat melunasi hutang-hutang pinjamannya.

Apa Ibu sudah tahu mengenai semua ini? Atau malah jangan-jangan hal inilah yang alasan Ibu membunuh Ayah malam itu? Tapi kalau memang iya, apa mungkin untuk masalah sesederhana ini Ibu sampai tega berlaku seperti itu pada Ayah?

Ting!

Ponsel Sakura berdenting, pertanda ada chat yang baru masuk.

Argalen Elnandhio: Kamu udah tidur belum?

Detik pertama Sakura membaca kontak nama Galen tertera, detik itu pula jantung Sakura mendadak berdegup mengencang. Sampai-sampai segala hal yang mengganggu pikirannya tadi, mengenai hutang ayahnya, seketika tersingkirkan begitu saja. Sekian lama Sakura mengagumi Galen secara diam-diam, untuk kali pertama akhirnya Galen memulai chat dengannya. Karena biasanya pasti selalu Sakura yang memulai lebih dulu.

Dengan keadaan telapak tangan yang tiba-tiba berkeringat, Sakura segera mengetik balasan untuk Galen.

Sakura Evelyna: Belum, Kak. Kakak sendiri belum tidur? Kenapa?

Sakura Evelyna: Pasti gara-gara masih kepikiran Viola, ya?

Argalen typing...

Argalen Elnandhio: Hm. Melupakan seseorang ternyata nggak semudah kita mencintainya.

Sakura Evelyna: Mungkin udah hukum alam, Kak. Menyatakan perasaan juga nggak semudah jatuh hati.

Argalen Elnandhio: Kalau aku telepon kamu kira-kira diangkat nggak?

Mata Sakura membesar, membacanya. Apakah seniornya itu salah ketik, atau bagaimana? Hingga sekian detik berselang, ponsel Sakura bergetar. Menampilkan panggilan masuk dari Galen. Dengan penuh keraguan, akhirnya Sakura mengangkatnya.

"Halo, Kak?"

"Iya, Sa. Btw, aku ganggu nggak, nih, telepon kamu malem-malem gini?"

"Nggak, kok, Kak. Aku emang belum ngantuk."

"Oh, nanti kalau kamu udah ngantuk, bilang ya."

"I- iya, Kak. Kakak ada apa tiba-tiba telepon aku? Apa ada yang penting buat dibicarain langsung?"

"Nggak ada apa-apa sebenernya. Cuma aja kalau nggak ada yang diajak ngobrol, aku kepikiran Viola terus."

"Hmm," Sakura menunduk. "Kak Galen jangan galau-galau, ya, Kak. Apalagi sampai berpikiran buat gantung diri karena Viola udah ngegantung hubungannya sama Kakak."

Tiba-tiba Sakura mendengar Galen seperti sedang menahan tawa di seberang sana.

"Kenapa Kak Galen ketawa? Emangnya ada yang lucu?"

"Kamu yang lucu," ucap Galen yang akhirnya tertawa juga.

Sakura mengernyit, bingung. "Kok, jadi aku?"

"Ya lagian ada-ada aja. Segalau-galaunya aku, logikaku masih jalan, kali, Sa. Nggak akan sampai tahap itu."

"Kan siapa tahu aja Kak Galen berpikiran seperti itu. Isi hati dan kepala manusia siapa yang tahu kalau bukan manusia itu sendiri. Iya, kan?"

Lagi-lagi Galen tertawa. Kepolosan Sakura ternyata mampu menghibur dirinya. "Iya-iya, kamu bener."

"Kak, aku boleh tanya sesuatu nggak?"

"Tanya apa?"

"Kak Galen, kan, cowok. Nah, aku mau tanya, gimana, sih, cara menaklukan hati cowok?"

"Cowok mana emang yang mau kamu taklukin?"

"Kakak. Eh, bukan-bukan!" ralat Sakura, secepatnya. "Ada, deh, pokoknya."

"Gampang, kok. Cukup jadi diri sendiri aja. Karena dari dulu sampai saat ini, alasan perasaanku masih bertahan suka sama Viola karena Viola selalu apa adanya. Viola yang pendiam nggak pernah berusaha untuk menjadi orang lain agar ditemani banyak orang. Gampang, kan?" tutur Galen, yang ujung-ujungnya tidak lepas dari Viola.

Sejenak Sakura terdiam. Gadis itu tidak langsung menjawab. Tanpa suara ia justru bertanya, Gampang, sih. Tapi apa harus Viola yang menjadi contohnya?

💕

"Angkasa, lo menghindar dari gue?" Seorang gadis berambut panjang bertanya sambil berupaya menyejajarkan langkahnya dengan Angkasa yang terus saja berjalan. "Jawab, Sa! Kalau emang gue udah ngelakuin kesalahan sama lo tanpa gue sadari, gue minta maaf, Sa. Tapi jangan pernah putuskan pertemanan kita."

Alih-alih menggubris gadis itu, Angkasa justru malah mempercepat derap langkahnya.

"Angkasa!" panggil gadis itu yang akhirnya hanya mampu mengejar Angkasa sampai batas gerbang sekolahnya. Saat ini gadis itu sudah benar-benar pasrah untuk mengajak Angkasa berbicara. Mungkin besok ia bisa mencobanya kembali. Ia tahu segala sesuatu tidak ada yang bisa dipaksakan.

Ketika gadis itu hendak berbalik arah, gadis itu terkejut ketika tiba-tiba dari tikungan jalan ia mendapati sebuah mobil yang arah lajunya tidak terkendali. Namun gadis itu lebih terkejut lagi ketika ternyata mobil itu melaju semakin dekat dengan Angkasa, dan Angkasa tidak menyadari itu.

"Angkasa awas!" Gadis itu panik panik bukan main. Sehingga tanpa pikir panjang ia segera berlari menghampiri Angkasa, dan langsung mendorong tubuh Angkasa dari tengah jalan. Menyelamatkan Angkasa. Tapi saat ia menoleh, saat itu juga ia baru menyadari kalau tidak tahunya mobil itu sudah sangat dekat dengan dirinya. "Aaaaak!"

Brak!

"Raya!" Tubuh Angkasa terlonjak memekik nama gadis itu, bersamaan dengan kedua matanya yang terbuka sempurna. Saat itu juga Angkasa mendapati dirinya yang masih berada di atas ranjang empuk di kamarnya sendiri, dengan napas yang terengah-engah.

Angkasa mengusap wajahnya yang berkeringat. Berdiam, menenangkan dirinya. Namun bukannya merasa tenang, seketika Angkasa malah merasa dadanya semakin sesak. Deru napasnya semakin tidak teratur. Seperti ada yang mengganjal dalam tiap tarikan napasnya. Mengingat Raya dan kejadian itu adalah hal yang paling menyakitkan bagi Angkasa, namun tidak pernah dan tidak akan pernah bisa ia lupakan.

Angkasa menunduk dalam tangis. Raya, Angkasa sungguh merindukan gadis itu.

===
To be continue...

A/n: sedikit2 masalalu Angkasa mulai ketahuan yaa:"

A/n: sedikit2 masalalu Angkasa mulai ketahuan yaa:"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Cold EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang