[vol. 1] 18. Harapan

Start from the beginning
                                    

"Bon!" Entah dari mana datangnya, tiba-tiba Sakura memunculkan diri di hadapan Bima, tidak lepas dengan ciri khas senyumnya yang selalu menampakkan sederet giginya.

"Apaan, sih,lo?!" sewot Bima yang seketika memutar bola matanya jengkel. Sementara Sakura malah cekikikan tidak jelas.

Mendapat prank pagi-pagi kemarin memang bukanlah hal yang menyenangkan. Sebaliknya, menurut Bima justru itu adalah hal yang paling menyebalkan dan menguras emosi karena kepanikan yang membuat Bima hampir mati jantungan. Ketika Sakura tega membohonginya dengan cara berpura-pura lupa mengerjakan tugas analisisnya.

Tapi bagus saja itu tidak lebih dari kebohongan belaka yang dikarang Sakura untuk mengelabuhinya. Karena kalau sampai kebohongan itu benar nyata, nyawa Bima dalam mata kuliah Bu Anjani sungguh sangat terancam, dan benar-benar berada di ambang kematian.

"Lo itu kalau ngebohong bener-bener nggak liat sikon, ya, Sa? Lo nggak tau kan gue sampai ke sana-ke mari cari Bu Anjani, buat ngejelasin semuanya. Tapi pas udah ketemu dia malah disuruh pergi sambil bilang; nilai kamu sudah saya input. Sana pergi, saya sudah tidak ada urusan lagi dengan kamu." Dengan gaya bicara yang dimirip-miripkan gaya bicara Bu Anjani, Bima menggerutu kesal. Meskipun di sisi lain ia merasa sangat beruntung juga.

Sakura tertawa, puas karena akhirnya Bima tertipu. "Ya, lagian lo bego sampai ke akar, sih, Bon. Kalau gue nggak ngerjain, buat apa kemarin gue ke kampus pagi-pagi buta begitu. Lo kan tahu jadwal gue. Baru ada kelas agak siangan. Ah, payah, lo. Badan doang digedein. Otak makin ciut kayak kerupuk kerendam aer!"

"Kurang ajar lo. Tapi nggak apa-apa, deh, yang penting gue udah tenang sekarang. Bisa makan banyak karena nggak ada pikiran lagi."

"Mana? Pesenin gue sekalian dong. Gue begadang dua hari dua malem, tuh, cuma buat ngerjain analisis lo!"

"Iya, iya, santai." Sesaat Bima menaikkan tangannya sambil berteriak, "Bude, mie ayamnya satu lagi. Buatin yang paling enak, Bude. Buat sohib tercinta saya, nih."

"Siaaap!" Bude mengacungkan ibu jarinya dengan semangat pada Bima.

Sakura mengambil susu kotak persediaan milik Bima di atas meja. Lalu tanpa izin Sakura juga meminumnya. Membuat Bima yang melihatnya seketika melotot.

"Apa lo? Berani marah sama gue?" tantang Sakura dengan pelototan yang lebih menusuk daripada yang diberikan Bima padanya. "Pokoknya sesuai sama janji lo, ya, kalau gue udah selesaikan semua tugas-tugas analisis lo, lo harus, wajib, kudu, mesti, nurutin semua permintaan gue. Lo harus jagain ibu gue kalau lagi free, bayarin gue makan, minum, dan masih banyak lagi yang belum gue pikirin apa-apanya."

"Iya, iya. Lo tenang aja, deh." Bima menyahut santai, pasal yang terpenting bagi Bima adalah tugas-tugasnya.

"Gitu dong. Manusia itu yang dipegang ucapannya."

"Iya, iya. Udah gue bilang iya juga," tekan Bima berkali-kali.

"Eh, iya, gue mau cerita sama lo, Bon. Lo tau nggak, Viola pindah ke Ausie." Sakura berbisik supaya tidak ada orang yang mendengar suaranya selain Bima.

"Ausie? Sejak kapan? Terus dia putus dong sama Kak Galen?" tanya Bima lagi dan lagi yang kian penasaran.

"Nggak putus. Cuma kasihan gue sama Kak Galen."

Cold EyesWhere stories live. Discover now