Prolog

21 1 0
                                    


Berulangkali sosok mungil itu melongok pada refleksi dirinya di kaca. Sekiranya memang benar ada yang kurang matching antara konsep baru ini dan pribadinya. Ini dia simpulkan sendiri setelah puluhan kali mengecek bayangannya, dan hasilnya tetap sama, bayangan itu tidak menunjukkan aura yang diekspektasikannya.

Aleandra dan setelan rok selutut serta blazer yang menonjolkan look profesional dan dewasa adalah jelas adanya sebuah konsep nyelenah yang berkebalikan dengan kepribadian yang cuek dan juga fisiknya yang kekanakan.

Aku kok kayak berusaha nipu publik sih, ini nggak Ale banget. Batinnya menyerah seraya melepaskan semua atribut yang melengkapi what-so-called-chic-and-professional-look, begitu kata sohibnya.

Andaikan dia tahu sedikit saja ilmu tentang dunia fashion yang cocok dengan tubuh mininya, minimal agar dia tidak harus menerapkan saran sahabatnya yang jelas-jelas memaksakan konsep miliknya pada dirinya yang bukan pemilik tubuh proporsional.

"Le, ud-----ah?" Sosok yang sudah rapi dari ujung rambut sampai jempol kaki itu terkejut melihat teman sekamarnya yang sedari tadi berkutat di cermin tapi nihil perubahan.

"Dari tadi ngapain sih ya ampun?!!" diambilnya lagi setelan yang sudah tersebar di seantero lantai, dan dicegahnya Ale yang sudah siap mengenakan setelan kemeja flannel kebangsaan jaman masih mahasiswi.

"Ale ih ya ampun jangan norak deh!" dilemparkannya kemeja flannel itu ke sembarang tempat dan digantikannya dengan setelan yang sama yang katanya tidak Ale banget, menurut opini Ale sendiri, tentu saja.

"Gua kelihatan kayak anak yang SD yang lagi nyobain setelan kerja Ibunya Rin. Please gue boleh pake seragam gua ngampus nggak?" Ale merengek.

Ririn, cewek semampai itu seketika mendelik. "Hell no, selagi lo masih berkeliaran di sekitaran gue. I won't let my eyes get irritated."

Yang diberitahu tak sedikitpun tergugah.

"Lagian ini tuh hari agung lo Lee, ini tuh dunia profesional. Dunia yang 180 derajat jelas berbeda sama dunia kampus. Please, kali ini aja ikutin saran gue. Jangan nolak! oke?"

Setelah merasa mampat dan tidak ada pilihan. Ale akhirnya menyerah untuk mengonfrontasi. lagipula mungkin Ririn ada benarnya, ini adalah upaya untuk menyelamatkan hari besarnya dari kesalahan-kesalahan minor yang tidak ia inginkan.

"Nah bagus, sekarang lo pake ini baju! Gua tunggu dibawah ya cantik, jangan lama-lama!" Ririn pun beranjak pergi. Fisiknya sudah tak terlihat tetapi bau wewanginnya masih tertinggal sampai menusuk hidung.

ini cewek kebiasaan deh mandi parfum. Ale mengomel, selagi pikirannya masih bimbang dengan pilihan yang jelas-jelas sudah ia tentukan.

"Leee, cepetan. Keburu telat entar!" suara itu menggaung karena yang mengatakannya sudah berada di lantai yang berbeda, tapi jelas langsung menyadarkan Ale dari kebimbangannya.

Secepat kilat, setelan itu akhirnya berpindah ke tubuhnya. Sebagai totalitas penampilan barunya yang 'nyeleneh', Ale menggamit tas kantornya di bahu. Masih bau toko, sama seperti setelan yang dikenakannya hari ini. Semua dibelinya atas dasar paksaan dan pilihan Ririn tentu saja. Ale tidak ikut andil di dalamnya, meski semua ini demi kebaikan mode berpakaiannya sendiri.

Diliriknya lagi bayangan tubuhnya di cermin. Sosok itu jelas sekali bagai langit dan bumi dengan Ale yang dikenalnya.

"Najis!" umpatnya sambil bergidik jijik, lalu buru-buru turun menemui Ririn.

Welcome to young adult life Le! Katanya pada dirinya sendiri sambil teraduh-aduh mengenakan heels setinggi 5 cm.

The Perk of being Young AdultWhere stories live. Discover now