15. Pain

140 12 0
                                    

Fira menatap pantulan dirinya di cermin, dalam hitungan jam ia akan resmi bersanding dengan lelaki yang menjadi pilihannya untuk menghabiskan sisa hidupnya kelak.

"jangan tegang dek santai aja hihi." Ledek Faya sambil merapikan kebaya sang adik yang sedikit kurang rapi di matanya.

"duh mbak, aku takut ntar Brian gak lancar ijabnya."

April yang ada disana hanya tersenyum simpul lalu mendekat kearah calon kakak iparnya itu. "tenang aja mba, mas udah latihan dari seminggu kemaren kok. Kalo sampe gak bisa liat aja bakal kucolok matanya." Ledek April.

Acara akad berlangsung dengan khidmat, Brian sama sekali tidak melakukan kesalahan apapun dan itu membuat Fira bisa bernapas lega. Kebahagiaan Brian dan Fira juga dirasakan oleh semua tamu undangan yang hadir pada akad pagi itu.

"dek." Brian memanggil April saat mereka tengah beristirahat sejenak sebelum acara resepsi sore nanti yang akan dimeriahkan dengan acara pedang pora untuk Brian.

"iya mas?"

"soal Jevan-."

"gak apa kok mas lagi pula adek juga belom jatuh terlalu dalem kok. Mas tenang aja."

Brian langsung memeluk sang adik erat, rasanya ia juga harus disalahkan atas rumitnya hubungan Jevan dengan adiknya, jika saja ia tidak mengenalkan Jevan pada April kala itu, atau jika saja Brian mencari tahu soal Jevan lebih dalam lalu memberitahukan hal itu pada April, pasti gadis itu tidak akan merasakan sakit seperti sekarang.

"maafin mas ya dek."

"gak apa mas, adek juga udah ikhlas kok mas Jevan bahagia sama pacarnya itu. Yah walaupun sebenernya adek juga ngerasa sakit disaat yang sama, tapi mau gimana lagi toh jodoh emang gak kemana mas. Mas Jevan emang bisa membuat adek bahagia selama ini, tapi mungkin Tuhan punya rencana lain mas." Ujar April bijak dalam hati Brian berdoa semoga adik perempuan kesayangannya itu akan mendapatkan lelaki yang tepat kelak.

"mas! Mba!" Dion yang masih asik dengan kameranya mengarahkan lensanya kearah kedua kakaknya itu, Brian dan April spontan tersenyum kearah kamera yang ada di tangan adik bungsu mereka.

"nah, sekarang ayo foto bertiga. Kapan lagi kita punya foto bertiga pas udah gede hehe. 1,2,3!" Dion mengabadikan momen mereka bertiga untuk menutupi rasa sedihnya ditinggal sang kakak laki-laki untuk menjalani hidupnya sendiri. Laki-laki yang menjadi panutan si bungsu selain ayah mereka, lelaki yang selalu jadi sandaran Dion saat ia merasa lelah dengan semua hal yang ada dalam hidupnya dan lelaki yang menjadi tamengnya selama ini kini menjadi seorang kepala keluarga yang tentunya melimpahkan semua tanggung jawabnya secara tidak langsung kepada Dion untuk menjaga kakak perempuan dan juga kedua orang tuanya.

"mas, cepetan kasih adek ponakan yang lucu ya mas." Ujar Dion.

Brian tersenyum lalu merangkul sang adik. "tenang aja serahin sama mas soal itu."

Acara resepsi Brian-Fira benar-benar meriah, selain ada upacara pedang pora ada pula persembahan khusus dari rekan-rekan kerja kedua pasangan itu, namun kebahagiaan mereka sepertinya tidak menular pada April yang kini menatap kearah Jevan yang datang bersama dengan wanita yang ia temui tempo hari dan ada seorang balita yang kini tengah dalam gendongan Jevan.

"mba, itu bukannya dokter itu?" tanya Dion sambil menunjuk kearah kedua orang itu.

"iya dek."

Dion tak habis pikir dengan apa yang baru saja ia lihat, ia ingat betul beberapa waktu lalu lelaki berpostur tinggi itu sering sekali mengantar dan menjemput sang kakak, selalu bersama dengan sang kakak dan kini justru datang dengan wanita lain bahkan ada anak kecil juga diantara mereka.

[ COMPLETE ] ChoiceWhere stories live. Discover now