6 -- Surreal

25.2K 1.9K 19
                                    

Musik yang memekakkan telinga menghentak, membawa banyak tubuh untuk menari di dance floor

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Musik yang memekakkan telinga menghentak, membawa banyak tubuh untuk menari di dance floor. Para pria berpakaian ala eksekutif muda dan perempuan-perempuan berpakaian seksi saling menggoda dengan gerakan terbaik mereka. Berharap seseorang akan tertarik dan akhirnya pulang bersama mereka. Sedangkan aku hanya berdiri di sudut bar sambil memperhatikan suasana pesta malam ini.

"Here," ucap seseorang sambil menyodorkan martini ke dekatku.

"Thanks," sahutku tanpa repot-repot berpaling dari pemandangan kumpulan manusia yang sedang menikmati penghujung malam

Aku mengangkat gelas dan berjalan kembali ke sofa A, tempat perayaan ulang tahun Bang Andre sedang panas-panasnya. Perpaduan aroma manis getir alkohol dan kepulan asap rokok menjadi satu-satunya pilihan udara yang bisa memenuhi rongga dadaku. Di dekat sofa Mandy dan Sheila —salah satu anak buahku lainnya— sedang menari, sedangkan Bang Andre, pacarnya dan beberapa teman menyibukan diri berbagi minuman.

"Lo nggak minum tequila, Tan?" tanya Laura, pacar Bang Andre, yang kebetulan duduk paling pinggir.

Sepertinya dia bingung melihatku membawa gelas martini.

"I can't stand tequila," jawabku sambil nyengir, sedikit merasa bersalah.

"Lo nggak minum, tapi traktir ginian."

"Karena yang lain pada doyan," sahutku seraya tertawa.

Aku memang tidak pernah menyukai tequila. Bagiku tequila bukan minuman untuk perempuan. Terlalu keras. Sama sekali tidak cocok bagi orang-orang yang tidak terlalu suka mabuk-mabukan sepertiku. Namun, aku tak bisa menyangkal bahwa banyak yang menyukai tequila. Seperti semua hal lain di dunia ini, setiap orang pasti punya preferensi pribadi. Bagiku martini adalah minuman yang bisa kukendalikan, bukannya malah mengendalikanku.

Seseorang datang menghampiri sofa A, Bang Andre menyambutnya untuk duduk bersama kami. Sejak kedatangan Bang Andre dan Laura, banyak orang datang dan pergi silih berganti dari table ini. Okky, MC Exhale, juga tak bosan mengingatkan crowd bahwa bos kami tercinta sedang berulang tahun. Karena itu banyak minuman segala jenis yang tersaji di meja ini. Para pelayan tentunya menyampaikan nama pemberi botol-botol minuman itu saat mereka mengantarkannya, tapi siapa yang peduli dan mau berusaha menyimak di tengah suara musik yang sekeras ini.

"Mana Will?" tanya Bang Andre.

"Gue nggak tahu dia bakal dateng atau enggak. Soalnya dia main di Victory malam ini. Katanya sih dia mau usahain dateng, mungkin menjelang pagi." Aku berusaha berbicara lebih keras dengan harapan suaraku terdengar di tengah gempuran bunyi musik.

Bang Andre hanya menganggukkan kepala mendengar jawabanku.

"Tan, ke dance floor, yuk," ajak Mandy sambil menarik tanganku.

"Wait," sahutku yang dengan segera menghabiskan sisa martini di gelas. "Ikut nggak, Ra?"

"Ikut!" serunya seraya menggapai tanganku yang baru meletakan gelas di atas meja.

Mandy membuka jalan untuk aku, Laura dan Sheila hingga berada di tengah dance floor, tak jauh dari depan DJ booth. Kami berempat mulai menggerakan badan sesuai alunan musik dan dentum bass yang menggoda. Tangan terangkat, pinggul bergoyang, dan seluruh dunia seakan memudar.

Mungkin inilah yang dicari para pecinta pesta. Gelombang adrenalin yang memuncak hasil kombinasi jumlah alkohol yang masuk ke aliran darah dan musik elektronik yang melenakan. Belum lagi lampu warna-warni yang diatur mengikuti tempo lagu. Kombinasi semuanya menciptakan perasaan surreal pada kehidupan yang biasanya meresahkan.

Ratusan manusia saling berhimpitan, melepas penat dengan berdansa. Kami semua tertawa, menikmati momen, dan menggila. Tak ada batasan yang perlu dijaga. Tak ada tepian yang harus dicapai. Hanya kebebasan dan kebahagiaan yang tersaji sejumlah waktu yang bisa dihabiskan.

"Tan!" panggil Laura setengah berteriak.

Aku yang tadi sedang menikmati tarian segera membuka mata dan menatapnya.

"Apa?" sahutku tanpa peduli untuk menghentikan gerakan.

Jari Laura menunjuk ke belakangku. Aku segera berputar untuk melihat apa yang berusaha diperlihatkannya.

"Hai," sapa pria blesteran Indonesia-Austria yang kelewat tampan itu. "Apa kabar?" tanyanya seraya mendekatkan tubuhnya padaku.

Gerakanku berhenti mendadak. Tubuhku kaku. Lidahku kelu. Hanya bisa mengulas senyum apa adanya sebagai jawaban dari pertanyaannya.

Aku tak pernah menyangka bertemu dengannya di tempat ini akan terasa berbeda. Padahal, segalanya masih terasa baik-baik saja ketika kami beberapa kali bertemu di luar. Semua telepon dan pesan yang kerap saling kami kirimkan juga tidak memperlihatkan sinyal aneh pada hubungan pertemanan kami.

Apa karena enam bulan lalu, terakhir kali berada di tempat ini, kami berdua berakhir di atas ranjangnya?

Tangan Will menyentuh pinggangku. "Let's dance," ujarnya di telingaku.

Dan seperti mantera yang tak ada penangkalnya, aku hanya bisa mengikuti kata-kata Will tanpa penolakan.





---

Music Video: Dance Again by Jennifer Lopez ft. Pitbull

Tanya Tania [TERBIT]Where stories live. Discover now