fifteen : concordia cum veritate

139K 17.9K 1.5K
                                    

in harmony with truth

_______________________

Kedua tangan anak bayi di pangkuanku ini meraba jendela mobil, kemudian perlahan ia menjejakkan kakinya untuk berdiri. Walaupun belakangan ini Attaya sudah mulai bisa berdiri sendiri tanpa bantuan, tetapi tanganku tetap otomatis menyangga pinggangnya agar ia berdiri stabil dan tidak terjatuh.

Lampu hijau menyala, mobil Reno melaju perlahan.

"Emang ya, susah kalau mau nyimpen sesuatu dari perempuan. Pasti bakal ketahuan." Ucap Reno sambil tersenyum.

Aku menoleh ke arahnya, memperhatikan lesung pipi yang muncul ketika ia tersenyum. Sehingga tidak terlewatkan pula olehku ketika senyum itu menghilang dan tergantikan dengan desah napas panjang. Oh, he's going to tell me alright ...

"Nadia, kamu tau nggak kenapa kaca mobil ini jauh lebih besar ukurannya daripada kaca spion?" tanya Reno sambil menunjuk kaca depan mobil lalu kaca spion di tengah. Meskipun bingung dengan pertanyaannya yang tidak nyambung dan tiba-tiba itu, kujawab juga sekenaku –sambil terus memegangi Attaya yang mulai melompat-lompat di atas pahaku-.

"Kalau kaca depan ini ukurannya sebesar spion ya nabrak nanti mobilnya, kan luas pandangnya sempit."

Reno mengangguk-anggukkan kepalanya. Dan setelah lima detik berselang, Reno bersuara lagi.

"I thought Alina was ... my first love. Iya, dia dulu memang spesial buatku. Aku belum pernah ngerasain rasa pengen memiliki seseorang, sepengen aku miliki Alina. Sampai akhirnya aku nikah sama Cessa, dan Taya lahir. You know, the moment she was born, I forgot everything. Aku lupa pernah ngarep sama Alina, lupa pernah dibuat kecewa waktu dia nikah, aku lupa sama semua penyesalan aku, aku bahkan lupa sama kelakuan Cessa dan semua perbuatan dia ke aku. Karena akhirnya aku menemukan sebuah perasaan baru yang mengalahkan semuanya, kamu tau apa? Perasaan cinta ayah ke anaknya.

Nadia, kaca ini lebih besar karena kita kalau nyetir lihatnya ke depan, mobil kita melaju ke depan. Dan kaca spion ini, cukup dilihat sekali-sekali, buat refleksi di belakang. Aku hidup pun gitu, fokus aku ke masa depan. Alina itu seperti kaca spion ini, bagian kecil yang cukup dihubungi sekali-sekali, dia Cuma bagian dari masa laluku."

Ada beberapa kesimpulan yang bisa kutarik dari penjelasan panjang Reno, yang bukan membuatku semakin memahaminya, tetapi semakin membuatku bertanya-tanya.

1. Iya, Reno pernah juga ngerasain cinta beretepuk sebelah tangan –kek gue-.

2. Tapi bedanya, dia sudah move on.

3. Satu-satunya cewek yang disayang banget sama Reno saat ini cuma Taya.

4. Kelakuan Cessa macam apa yang sepertinya sangat 'mengganggu' Reno? Apa gara-gara itu mereka cerai? Gara-gara itu Reno pindah ke sini? Should I ask?

5. Fix. Gue payah banget berarti nyetirnya, gue kalo nyetir ngeliat spion bolak-balik soalnya, nggak sekali-sekali.

"Aku nggak tau kalau sekedar kaca mobil aja bisa jadi filosofi kehidupan."

"Mungkin karena kerjaku setiap hari berhubungan sama otak orang, I just know how to use it properly ... tapi kamu paham poin-ku kan, Nadia?" tanya Reno lagi, aku mengangguk. Kulihat dari jendela mobil, kami telah memasuki jalan boulevard yang ditanami cemara wangi di bagian tengahnya. Pertanda bahwa kami telah memasuki kawasan komplek perumahanku.

"Terima kasih udah luangin waktu kamu buat nemenin aku hari ini ya."

"Sama-sama ... Mas?" aku menyunggingkan senyumku, "tapi ngomong-ngomong, ada alasan khusus nggak, kenapa aku yang diajak pergi?" yes, guys ... itu yang disebut dengan pertanyaan memancing.

Primum, Non Nocere (First, Do No Harm)Where stories live. Discover now