Part 15

258 53 0
                                    

Jimi... Jimi... Jimi...

Bimo tidak tahu dari mana makhluk itu muncul. Yang pasti dia merusak segalanya. Sebelum ada dia hanya ada Bimo dan Loveyna. Loveyna cerita berbagai macam mulai dari hobinya, cintanya pada baju dan kegilaannya pada sepatu. Loveyna yang protektif pada rambutnya. Loveyna yang meracuni Bimo dengan musik-musik pop manis. Loveyna yang selalu terpekik setiap kali band kesayangannya mengeluarkan albun baru. Penuh tipu daya, Bimo ikut menanggung setengah harga dari setiap album yang ia beli.

Lalu, si Jimi-Jimi ini mucul.

Jimi seperti duri ikan yang menyangkut di tenggorok. Dia gatal yang tidak bisa Bimo garuk. Sungguh, Bimo lebih baik mendengar Loveyna bicara berjam-jam tentang baju dalam daripada dia bicara tentang Jimi.

Jimi begini Jimi begitu.

Bimo ingat saat pertama kali Loveyna memberi tahu tentang Jimi. Mereka berdua tidak pergi ke mana-mana. Uang saku bulan itu sudah habis. Menunggu awal bulan masih agak lama. Satu-satunya hiburan adalah konsol game di kamar Bimo. Baru sejam mereka bermain, Loveyna sudah bosan.

"Aku benci tidak punya uang." Loveyna menjatuhkan diri ke kasur Bimo. "Kalau sudah punya pekerjaan pasti tidak akan begini. Orang-orang dewasa selalu memegang uang."

Layar TV menampilkan tulisan Game Over yang berkedip-kedip.

Sebenarnya, Bimo masih ingin main. Loveyna berhenti justru di saat-saat paling seru. Bimo masih penasaran kenapa dia gagal terus melawan bos di bagian ini. Tapi Loveyna sudah menaruh stiknya. Kalau sudah begini, Bimo harus ikut berhenti. Bimo mematikan konsol game. Pernah satu kali Bimo terus bermain, Loveyna pun ngambek. Dia manyun selama beberapa hari karena Bimo memilih konsol game daripada berbicara dengannya.

"Menurutku, tidak juga. Memegang uang tidak menyenangkan." Bimo ikut berbaring di sebelah Loveyna. "Sepupuku selalu mengeluh. Dia bilang pekerjaannya tidak seru. Bosnya sering memperlakukan dia seperti budak. Aku pernah melihatnya pulang dalam keadaan kesal. Sama sekali tidak sehat untuk mata."

"Dia kerja di mana?"

"Swalayan," kata Bimo. "Jadi penjaga kasir."

Tidak ada reaksi atas lelucon buruk Bimo.

Aneh.

Biasanya Loveyna tertawa atau marah-marah. Kali ini dia cuma ber-hmmm lalu terdiam. Ada yang membuatnya resah. Bimo tahu karena Loveyna punya kebiasaan mengerutkan kening tanpa sadar bila dia sedang berpikir. Loveyna menoleh sambil menggigit bibirnya. Lehernya berdeguk. Ada kalimat yang ingin ia katakan, tetapi tertahan di sana.

Bimo menatap mata Loveyna. "Katakan."

"Menurutmu setelah kita dewasa dan bekerja, apa kita bisa seperti ini terus?" Loveyna mengembuskan napas. Udara hangat mengenai pipi Bimo. Samar-samar, tercium bau mint permen kesukaan Loveyna yang selalu dikudapnya setiap kali ada kesempatan. Kening Loveyna berkerut lagi.

Entah dari mana, sendu menyergap. Bimo tidak pernah memikirkan seperti apa Bimo dan Loveyna di masa depan. Rasanya terlalu jauh. Setelah Loveyna bertanya seperti ini, Bimo bisa membayangkan Loveyna menjadi wanita. Maksudnya, Loveyna versi dewasa dengan lekuk-lekuk tubuh matang. Bimo yakin Loveyna akan semakin cantik. Pemujanya akan bertambah banyak. Lebih dari sekarang. Bimo bisa membayangkan Loveyna berjalan dalam setelan blazer, sibuk menenteng pekerjaan di sebuah gedung pencakar langit.

"Aku tidak tahu." Bimo terkejut karena kebenaran yang meluncur dari mulutnya. Ya, Bimo tidak tahu. Di kepalanya, Bimo mampu mengira-ngira masa depan Loveyna. Sementara untuk dirinya sendiri, Bimo tidak bisa membayangkan apa pun. Apa Bimo tetap ceking? Apa Bimo semakin gemulai? Atau Bimo berbadan besar penuh otot bersembulan, tapi sering tersipu malu-malu seperti perempuan?

Lo Dan Mo Dan Segala KemungkinanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang