o10 // the art of took a cute pic together

40 4 7
                                    

A E R O

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A E R O

Sesi fotografi dadakan udah selesai semenit yang lalu, dan dari tadi gue terus berdoa semoga mata gue nggak siwer pas di foto. Utara yang tadinya duduk diapit gue dan Melanie sekarang sudah berdiri di depan orang yang tadi memfoto kami, lagi nungguin fotonya jadi. Sementara Melanie, dia melanjutkan membaca buku cerita yang cover-nya familier banget, kayaknya Utara punya buku seperti itu di rumah.

"Wih, keren! Makasih, Om!"

Saat foto itu udah selesai dipotret oleh si Bapak, Utara langsung menghampiri gue. Gue yang nggak sengaja menangkap mata si Bapak lantas mengangguk for the sake of manners.

"Lihat deh, Kak!" seru Utara yang tiba-tiba naik di atas bangku dan menampakkan foto itu tepat di depan wajah gue. Kaget, tangan gue pun segera menyingkirkan benda itu dengan sekali tepisan. Melihat raut syok sama pengen nangis Utara karena penolakan gue, gue buru-buru mengambil foto itu. Mata gue memindai selembar foto itu dengan saksama. Gue dan Melanie memamerkan senyum sedangkan Utara berpose 'peace' dengan kedua tangannya. Perasaan lega langsung menggerogoti mendapati nggak ada penampakan aneh di muka gue.

"Alhamdulillah, gue ganteng di sini!" kata gue tanpa sadar. Atmosfer hening langsung menyelimuti saat itu juga. Seketika gue merasa seperti ditelanjangi depan umum alias MALU-MALUIN!

Gue menunduk dalam-dalam hendak menolak melirik ke orang sekitar yang penuh dengan berbagai macam pandangan. Kuping gue sontak memanas begitu keadaan kembali riuh seperti semula. Mungkin bagi mereka peristiwa tadi cuma segelintir hal yang nggak penting buat diinget tapi nggak bagi gue. Shit! I have no shame anymore.

"Nggak papa, aku nggak denger kok." Melanie tiba-tiba saja sudah mengalihkan perhatiannya dari buku cerita, mencuri pandang ke gue dengan senyum yang jelas banget lagi nahan ketawa.

"Nggak lucu," gumam gue nyaris nggak terdengar. Melanie malah ngetawain gue secara terang-terangan sekarang. Good job, Aero!

Kadang gue sebel banget punya mulut yang suka nggak sinkron sama otak. Dibanding mendapatkan benefit, lebih banyak malu-maluinnya. Belum lagi gara-gara itu gue sering ngomong belepotan. Ketimbang unik kebiasaan gue ini jatuhnya aneh banget, dan sedihnya sering menjadi bahan bully-an orang-orang. Dan ketika gue marah mereka dengan entengnya nyeletuk 'Apaan sih gitu doang baper!', atau 'Becanda kali, Ro! Sensi amat sih jadi cowok!'. Iya, gue sensi, emang lo pikir cewek aja yang punya hati dan bisa sensi, gitu?

Gue menatap tajam Melanie yang masih sibuk meredakan tawanya, mungkin dia juga salah satu kaum mereka.

"Sorry, aku cuma nggak mau kamu ngerasa tadi itu malu-maluin. Muji diri sendiri itu wajar kok."

Atau nggak juga. Mata gue menangkap sorot cemas di mata Melanie dalam diam. Gue menghela napas. Sejujurnya gue nggak kesel sama dia, gue cuma kesel sama kenyataan bahwa sikap gue terlampau sensitif. Ini cuma masalah sepele, and Melanie just try to make me feel better. Stop making an absurd assumption, dumbass!

"Serius, Aero. Jangan terlalu kamu pikirin. Aku ketawa karena lucu aja sama ekspresi kamu yang khawatir banget seakan habis melakukan dosa besar," ucap Melanie yang sepertinya makin khawatir gue akan tersinggung. Maka gue pun mencoba menghapus kekhawatiran itu dengan terkekeh. Dia sempat terkejut sebentar sebelum akhirnya tersenyum lagi. Beberapa anak rambutnya yang menutupi jidat ia jumpun ke belakang, sehingga gue bisa dengan jelas melihat dia menghela napas lega, "justru aku kagum lho karena jarang ada orang yang berani mengakui dan bangga dengan bentuk fisiknya," lanjutnya.

Tiba-tiba aja gue merasa salah tingkah dan refleks menggaruk belakang leher yang nggak gatal. "Gue nggak sengaja bilang gitu," kata gue pada akhirnya.

"Sengaja atau nggak kamu udah berhasil mengutarakan keinginan alam bawah sadarmu, hati kecilmu. Good job, Aero!" Melanie menyuguhkan jempol kanannya disertai seulas senyuman. Seakan-akan gue adalah anak yang habis melakukan pekerjaan yang membanggakan. Gue memutuskan kontak mata kami dan memilih melihat ke arah Utara yang sudah memangku buku cerita Melanie. I have to distract my self from that-oh-so-lovely-smile.

"Coba sini fotonya aku lihat!"

Gue pun segera menyerahkan selembar foto itu pada Melanie yang diterimanya dengan senang hati. Dia mengamati foto itu lamat-lamat. Ekspresi seriusnya mengingatkan gue akan ekspresi Moly--kucing gue--kalau lagi ngambek. Gue tertawa dalam hati.

"Tuh, kan, kata hati emang nggak pernah bohong."

Melanie ngomongnya santai banget tapi hal itu malah bikin jantung gue pengen melompat ke luar. Damn. Ini maksudnya, gue lagi diakuin ganteng gitu?

:🌹:

A/N : it took me two fucking weeks just to make this chapter *sigh* percakapan sih udah selese cepet banget tapi narasinya itu loh gue bingung mau mendeskripsikan apa sementara dalam pikiran gue mereka cuma gitu doang sih ngobrol, senyum, ketawa, gitu gitu. Kalo misalnya ada narasi yang butuh ditambahin, koreksi aja mantemen i lop u!♡

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 01, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

the bee & his honeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang