o7 // the art of datey date with sissy

40 3 2
                                    

M E L A

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

M E L A

"Kak, aku mau beli stationery hari ini. Temenin ya?"

Aku yang sedang menjawab contoh soal-soal SBMPTN tanpa menoleh pun tahu asal suara tersebut. Suara empuk itu milik adik perempuanku, Riri. Sebagai balasan, aku mengangguk pelan disertai dehaman. Udara siang ini begitu panas, aku jadi malas banyak omong dan mendeklarasikan diri dalam mode save energy.

Riri mengembuskan napasnya kasar. Walaupun sedang berkutat dengan kertas-kertas memusingkan ini, dapat kurasakan Riri memutar bola matanya. "Sekarang, Kakakku sayang," ucapnya penuh penekanan.

Kali ini kualihkan perhatianku padanya. Kulempar senyum terbaikku—yang jatuhnya menyeramkan—sembari menunjuk buku super tebal di hadapanku. Memberikan gestur untuknya agar bersabar sedikit berhubung soal yang kukerjakan tanggung sekali. Sudah tujuhbelas nomor, sekalian saja kurampungkan jadi duapuluh. Tapi sepertinya Riri tidak setuju dengan rencanaku. Dia melipat tangan di atas perut lengkap dengan tatapan tajamnya.

Aku pun menghela napas pasrah. "Oke, oke, aku siap-siap dulu," kataku pada akhirnya. Aku mengumpulkan alat tulisku untuk disatukan dalam pouch polos berwarna biru safir.

"Kakak mau pakai baju warna apa?" tanya Riri tiba-tiba saat aku sedang membereskan semua buku yang kupakai. Aku bergeming sejenak. Mengingat bajuku hanya didominasi oleh warna hitam, kelabu, dan putih, agaknya akan sedikit mudah untuk menentukan pilihan. Namun hari ini, sepertinya aku harus mencoba warna lain.

"Merigold mungkin?"

Sebenarnya aku lebih nyaman memakai warna hitam, tapi jika aku mengatakan ingin memakai warna hitam, Riri akan mengikutiku. Dan kami akan terlihat seperti hendak ke pemakaman daripada ke mall. Aku tersenyum kecil mengingat bahwa Riri selalu memakai apapun yang kukenakan. Seandainya dia cowok, orang mungkin mengira kami remaja tanggung yang sedang dalam fase pacaran imut-imut.

"Emang Kakak punya warna itu?"

"Punya, hadiah dari teman."

Riri ber-oh ria menanggapi pernyataanku. Kami berpisah saat dia sudah terlebih dahulu masuk ke kamarnya.

:🌹:

Melihat berbagai macam stationery di Nuji bikin aku kepikiran sama sekolah. Sebentar lagi tahun baru yang artinya masa liburanku akan semakin menipis. Berbagai kesibukan juga sudah menantiku di penghujung Januari hingga Mei. Rasanya baru saja aku mengikuti masa orientasi siswa dan sekarang aku sudah semakin dekat dengan acara perpisahan. Bukan, bukan berarti aku sedih harus lulus. Aku justru senang sebentar lagi akan meninggalkan tempat itu. Yang kuresahkan hanyalah nilai akhirku nanti. Walaupun kata Bu Mariya—Wali Kelasku—aku tak perlu begitu khawatir dengan nilaiku, tetap saja aku merasa cemas.

Aku berbalik begitu merasa bahuku ditepuk oleh seseorang. Dapat kulihat Riri dengan dress kuning setinggi lutut dilengkapi bandana floral sedang mengukir kurva di wajahnya seraya memperlihatkan padaku keranjang belanjaannya. Alisku saling bertautan, heran kenapa dia harus membeli pulpen beraneka model sebanyak itu. Padahal ujung-ujungnya yang dipakai adalah yang menurutnya paling bagus. Dasar, ada-ada saja anak zaman sekarang.

"Aku udah mau bayar nih, Kak. Kakak nggak mau nitip?"

Mataku mengerling pada beberapa benda yang ada di genggamanku. Ada post-it, correction pen, sketch book dan pin berbentuk bus. Aku menanggalkan mereka semua, kecuali pin yang kumasukkan di keranjang Riri.

"Nanti pinjem punya kamu aja, biar hemat." Aku menjawab rasa penasaran yang terlukis jelas di air muka Riri. Tanpa berkata apa-apa, dia langsung bergegas membayar belanjaan kami.

Tak lama kemudian, Riri muncul bersama dua orang gadis yang kini tertawa cekikikan bersama. Aku ingat mereka. Clarine dan Lestari, sohib Riri saat SMP. Berhubung Riri berbeda sekolah dengan mereka, tentu saja ia senang sekali ketika tidak sengaja bertemu begini.

"Hai, Kak Melanie!" koor mereka berdua. Aku membalas sapaan mereka dengan ucapan yang sama.

"Mau ikut kita ke KVC nggak, Kak? Kita mau lepas rindu dulu nih sambil makan Yakiniku," ajak Lestari. Aku menggeleng pelan.

"Kalian duluan aja, Kakak masih ada urusan di rumah. Have fun, ya!"

Riri kontan melototkan matanya. Sejurus kemudian ia pasang muka memelas. Berharap aku mau menemaninya. Pergi bersama, pulangnya juga harus sama-sama. Itu yang selalu ia tuturkan jika aku sedang ingin pulang lebih cepat dan berniat meninggalkan dia shopping sendirian. Terbukti ucapan magisnya itu selalu sukses membuatku tetap menemaninya sampai selesai.

Tapi kali ini, maaf, Riri. Kayaknya lebih enak leha-leha di rumah daripada mati kebosanan lihat kalian saling bertukar cerita. Riri yang menyadari keputusanku sudah bulat melambaikan tangan pasrah.

"Ya udah, Kak Mela hati-hati ya di jalan!"

:🌹:

kamus dadakan

¹ stationery : alat tulis
² pouch : tempat naruh make up atau alat tulis, ituloh yang kayak tempat pensil
³ merigold : warna seperti emas tapi lebih gelap
Nuji : plesetan nama salah satu toko dari jepang
KVC : plesetan nama suatu merek dagang dari amerika serikat

A/N : iya, tau, kamusnya telat banget wkwk. but, better late than never kan? (halah alesan)

the bee & his honeyWo Geschichten leben. Entdecke jetzt