o8 // the art of being awkward

32 3 3
                                    

M E L A

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

M E L A

Tadinya aku ingin memesan ojek online saja untuk pulang. Tapi berhubung ponselku mati-dan aku tidak membawa powerbank-terpaksa aku pulang naik bus. Bisa saja aku ke KVC kemudian meminjam ponsel Riri untuk memesan ojol, namun aku yakin seribu persen anak itu akan memaksaku untuk pulang bersamnya saja dan menggangap ponselku mati karena konspirasi semesta yang nggak mau kita berdua pulang sendiri-sendiri. Aneh memang.

Untuk membunuh rasa bosan selama perjalanan, aku mengeluarkan satu-satunya buku yang ada di backpack kelabuku. Buku dongeng yang sarat akan ilustrasi indah milik adik bungsuku, Levi. Aku selalu membawa ini sebagai senjata kalau-kalau adik lelakiku yang berusia 6 tahun itu merajuk meminta ponselku untuk dimainkan.

Walaupun keliatan aneh untuk anak seumuranku, aku tetap membaca kata demi kata yang membentuk sebuah skenario di buku ini. Kata siapa dongeng hanya ditujukan untuk anak kecil? Siapa pun dan berapa pun usianya, tidak ada batasan dalam membaca dongeng. Toh, apa salahnya memperkaya imajinasi dengan dongeng. Menurutku pada akhirnya kita tetaplah seorang anak kecil yang terperangkap di tubuh orang dewasa, dan anak kecil mana yang tidak suka dengan dongeng?

"Cih, mana ada adek bayi yang lahir dari ketimun. Orang adek bayi meletus dari perut mama!"

Kegiatan membacaku terinterupsi oleh sebuah suara dari samping. Aku menoleh dan mendapati seorang anak kecil berkepala pelontos tengah memandangku dengan tatapan polosnya. Dia mendekap figur Transformer-nya sangat erat, sampai jadi penyok kardusnya.

Aku tiba-tiba saja menerbitkan senyuman kecil padanya. Entahlah, dia mengingatkanku pada Levi yang juga senang mendekap mainan robot-robotnya erat. Bedanya, Levi adalah tipe anak yang takut sama orang asing sementara anak di sampingku ini sepertinya begitu berani.

"Tara bener kan, Kak? Ade bayi itu bukan dari ketimun, kan?"

Kukira pertanyaan itu ia ajukan padaku tapi ternyata aku salah. Bocah itu menatap lelaki ber-hoodie kuning-hitam yang sedang berdiri di depannya. Lengkungan di bibir cowok itu memperlihatkan dekik di kedua pipinya, dia terkekeh geli. Manis.

Laki-laki itu menanggapi pertanyaan bocah tersebut dengan dua kali anggukan. Eh, kenapa aku menghitungnya dan tunggu-

"Aero?"

Untuk pertama kalinya aku benci dengan keimpulsifanku. Melihat raut wajah Aero yang berubah datar begitu melihatku membuatku menyesal telah memanggilnya. Mendadak ingatanku meresonansi peristiwa terakhir yang kami lalui. Kesan terakhir yang lumayan buruk kurasa.

"H-hai."

Aku mendongak tak percaya dengan suara berat yang memecah kesunyian. Kulihat Aero tersenyum padaku, begitu canggung. Aku balas senyumnya sebentar sebelum akhirnya berkutat lagi pada dongeng di pangkuanku. Sudahkah kubilang sebelumnya bahwa suasana canggung benar-benar membuatku kurang nyaman?

"Kakak temennya Kak Ero?"

Pertanyaan bocah pelontos itu seketika menghentikan sesi (pura-pura) membacaku. Entah apakah aku harus senang atau sedih dengan pertanyaannya. Otakku sibuk berpikir jawaban yang sediplomatis mungkin. Masa iya aku harus menjawab bahwa Aero adalah teman sepihakku? Miris sekali.

Aero mungkin berniat menjawab pertanyaan bocah itu. Dia perlahan merendahkan tungkainya hingga kepalanya sejajar dengan kepala anak yang barusan kutahu bernama Tara ini. "Belum jadi temen, Tara. Ini baru aja mau temenan." Tatapan cowok itu beralih padaku. Netra gelapnya yang dibingkai alis tebal nan rapi membuatku betah menatap mata itu. Sedetik kemudian tangannya terulur di depanku disertai dengan senyum 500 watt miliknya. "Hei, namamu siapa?"

Napasku serasa tertahan di tenggorokan. Kulirik Tara yang dengan sabar menantiku menggapai tangan Aero. "M-melanie," jawabku gagu sambil membalas uluran tangan Aero.

Kali ini aku tidak berani membalas senyumnya. Takut kebanting sama senyuman yang harus kuakui manis sekali. Aku tau tidak ada korelasi antara makanan dengan senyum, tapi ingin sekali kutanyakan; Aero kamu kebanyakan makan gula ya sampai bisa punya senyuman semanis itu?

:🌹:

"aku bukan suka sama dia ya sampe muji-muji mulu. aku muji yang emang pantas buat dipuji." - mela ( klarifikasi )

the bee & his honeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang