"Halo?" Niko memulai duluan.

"Halo, Niko di mana?"

Niko terdiam sejenak. Itu bukan suara Mamanya.

"Ini tante Felly." seseorang di seberang telepon sana memberitahu, seperti ia tahu apa yang sedang dibingungkan oleh anak laki-laki itu.

"Ah, iya tante. Kenapa? Niko ada kok di rumah."

"Tante nitip Lalis ya, oh ya kemaren tante lupa kasih tau kalo Lalis minta ijin keluar malem-malem, tolong jangan dikasih ya. Itu anak bandel soalnya, suka kabur tiba-tiba." titah Fellyana.

"Iya tante." turut cowok itu sopan.

"Satu lagi, Niko. Nanti tante transfer duitnya ke kamu aja ya, soalnya kalo tante transfer ke Lalis takut diabisin sama dia."

Niko terbelalak. "Hah? Ta-tapi tan-"

"Tante percaya kok sama kamu. Kamu bisa handle Lalisa kan?" tanya Fellyana memastikan.

"Ah, iya tante. Saya akan jaga kepercayaan tante." kata Niko meyakinkan

"Syukur deh, tante gak perlu was-was lagi di sini. Idaman calon mantu ya, hehehe...,"

Glekk.

Eh? Apa tadi?

"Yaudah tante tutup dulu ya teleponnya, bai.-tuttt

Niko terdiam, bahkan ponselnya masih menempel di telinga. Ia tidak bergeming sama sekali, hanya karena ucapan Mama Lalisa masih menggema di dalam pikirannya.

"Calon mantu? Jadi perjodohan itu...," Niko kepikiran, namun ia langsung menepisnya. "Ah, udahlah. Semoga perjodohan yang kemaren-kemaren itu cuma nakut-nakutin doang." cowok itu berusaha untuk positif thinking, dan tidak mau terlalu khawatir. Emang ini jaman siti nurbaya.

~•~•~

Lalisa melirik ke spion motor, ia mengulum kedua bibirnya saat melihat wajah Revan tanpa helm tercemin di sana dengan sangat coolnya.

Gadis itu sibuk sendiri di belakang punggung Revan. Yaps, lebih tepatnya ia ragu untuk melingkarkan kedua tangannya di pinggang cowok itu, walaupun dulu Lalisa selalu melakukannya. Tapi, ketika perasaannya berubah, maka tingkat kegugupan serta malunya meningkat, gadis itu bisa sesak nafas jika diperlakukan manis oleh Revan. Suka tapi takut, itulah rasanya.

Lalisa mendekatkan kedua tangannya ke pinggang Revan. Dekat, dekat, dan...

Arghhh...

Gadis itu kembali menarik tangannya, dan menggigit jari, ia tidak bisa. Begini saja, mampu membuatnya keringat dingin dengan kedua pipi yang memanas, apalagi tangannya melingkar dengan sempurna di sana. Dan, akhirnya Lalisa hanya diam menatap jalanan dengan sendu.

"Mau makan apa?" tanya Revan mendadak, sampai membuat Lalisa tersentak dan menoleh ke depan dengan mata yang terbelalak.

"Hah?" ia telmi.

"Mau makan apa?" ulangnya lembut.

Lalisa menggigit bibir bawahnya, ia sedang berpikir. "Hm...,"

YoursWhere stories live. Discover now