✧ Chapter III

719 213 17
                                    

Bangunan itu terlihat kuno dan mencekam

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bangunan itu terlihat kuno dan mencekam. Pilar-pilar tinggi yang mulai kusam, menambah kesan angker pada bangunan itu. Terletak di pinggiran kota, yang jauh akan keramaian. Berada di sekitaran bukit, yang mana—membuat sekitar menjadi dingin hingga menusuk ke tulang.

Malam musim semi seperti ini, adalah waktu yang sangat dibenci juga menjadi waktu yang akan membuatnya menjadi sosok dingin sepeti es.

Ketika kaki-kakinya menapaki tangga satu persatu, hanya hawa dingin yang menyelimutinya. Bangunan terkutuk itu, benar-benar memuakkan.

Tepat di hadapan sebuah pintu besar, menjulang tinggi ke atas—ia hanya menatap datar pada penjaga yang berdiri di masing-masing sisi samping pintu.

Lantas, pintu itu dibuka dari dalam ketika salah satu penjaga memberi kode bahwa mereka kedatangan tamu spesial.


Sebuah pelukan hangat diterima olehnya. Pria tua yang lebih pendek darinya itu, tersenyum sangat lebar hingga memperlihatkan deretan giginya yang menguning akibat rokok.

"Lihat siapa yang datang," ujar pria itu. "Kau terlihat makin kurus saja, Hendery. Aku menyesal telah membuatmu bekerja lagi."

Hendery—pemuda itu, hanya bisa menyunggingkan sebuah senyuman. "Bukankah dengan mengikuti aturan yang ada—membuat hidupmu lebih bahagia?"

Bahagia hanya sebagai kedok untuk menutupi rahasia bejat.

"Kau terlalu dingin, Hendery. Seperti sebongkah batu. Membosankan."

Setelah berkata begitu, pria tua itu berbalik dan duduk di kursi kebanggaanya. Meja di hadapannya, bertumbuk banyak berkas, dan sebuah pistol antik.

"Kau sangat mengetahui diriku, Tuan." Sebuah seringai muncul di wajahnya.

Pria tua itu—Liu Fan Xin, hanya terkekeh. Kemudian ia mengambil pistol antic yang memang terletak di mejanya, dan membersihkannya menggunakan kain kecil.

"Tentu. Aku mendengar bahwa kau menanam bunga akhir-akhir ini."

"Hanya hobi baru," ujarnya.

"Siapa?"

Siapa.

Hendery tentu tidak bodoh—hanya untuk menangkap apa arti dari satu kata dari Bos-nya itu.

"Bukan sesuatu yang special. Kau tidak perlu khawatir."

Seringai dari bibir tipis bosnya, membuat Hendery menjadi kelu sesaat. "Yah. Aku harap begitu."

Sebuah amplop coklat dilempar begitu saja ke arahnya. Hendery dengan sigap menangkapnya. Kemudian, tanpa befikir panjang, ia membuka amplop itu.

"Aku memberimu bonus karena target kita dua hari yang lalu, adalah yang terancam. Kau sudah bekerja keras."

Hendery membungkuk memberi hormat—bermaksud ingin pamit. Ketika ia akan membalikkan tubuhnya, seseorang pria yang duduk di sudut ruangan sembari membaca meajalah berita—diam-diam melihatnya dengan pandangan tajam seolah-olah mengintimidasi.

"Ambil ini,"

Hendery kembali menoleh pada Bosnya—yang mengulurkan tangan, memberi pistol antic yang dibersihkannya. Hendery, menerimanya dan memeriksa pistol tersebut. Setelah itu, ia menyimpannya di balik jas yang dipakainya.

"Huang Kunhang, kau harus ingat bahwa cinta akan sangat berbahaya daripada pistol antik di balik jas-mu. Maka berhati-hatilah."




Beacause,

"for the assassin leaving traces means death."


A/n:

Bagaimana, sudah dapat pencerahan? :D
Hati-hati salah kaprah ya hehe

Jadi, hm, iya, duh, ini tuh... action... :(

DAISY // HENXIAOWhere stories live. Discover now