《5》

31.4K 7.4K 3.2K
                                    

"Ohh, jadi ada orang yang ngirim email ke lo beberapa hari ini? Lo gak nyoba nyari tau siapa orangnya gitu?"

"Gimana, ya? Awalnya gue cuek karena ngira dia orang iseng. Tapi semenjak ada kiriman tadi gue mulai curiga, kalo dia bener-bener mau bikin hidup gue gak tenang."

"Tapi ada orang yang lo curigain, gak? Temen lo sendiri misalnya?"

Jinyoung terdiam sejenak. Beberapa saat kemudian dia menjawab. "Hyunjin, soalnya pas gue dipanggil ke BK kemaren dia keliatan seneng dan puas. Tapi gue gak mau nuduh dia, gue yakin bukan dia."

Woojin menggeleng. "Asal lo tau, waktu itu gue liat dia ngomong sendiri di jalan. Pokoknya dia nyebut-nyebut beli pisau sama bunuh orang."

"Jadi, maksud lo dia pembunuh, gitu? Psikopat?"

"Iya, serius deh. Dan anehnya, dia nyebut nama Jeongin juga, adek kelas lo."

Jinyoung mengernyit heran. "Yang Jeongin? Ah, gak mungkin kalo Hyunjin yang bunuh dia. Hyunjin kan orang yang paling deket sama Jeongin."

"Kita gak tau orang dalemnya gimana, Young. Bisa aja dia di luar keliatan baik, tapi sebenernya dia punya sifat tertentu atau sesuatu yang gak kita tahu."

"Bang, gue gak mau libatin Hyunjin dalam hal ini. Yang ada makin dicap jelek gue, cukup karena rekaman kemaren."

"Ya ilah, lo masih mikirin jelek enggaknya diri lo? Pikirin hidup lo. Lo mau terus diganggu sama si pengirim email yang gak tau siapa?"

Drrtt

Atensi mereka langsung beralih ke ponsel Jinyoung yang bergetar di atas meja.

Belum sempat Jinyoung memeriksanya, Woojin lebih dulu merebut ponselnya lalu membaca pesan yang baru saja terkirim.

From: Private Number

Lo mau tau siapa gue?


Woojin menekan tombol untuk mematikkan ponselnya, lalu menaruhnya ke atas meja dengan kasar hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras.

"Edan, hp gue mahal woi! Iphone X itu, limited edition!" Seru Jinyoung marah sambil mengelus ponselnya.

"Lo jangan kemakan sama pesan yang dia kirim ke lo. Mau berupa tulisan atau foto." Nada suara Woojin menjadi serius, nggak main-main lagi.

"Y-ya tapi-"

"Gak ada tapi-tapian. Lo mending turutin omongan gue, lo boleh bales emailnya, tapi jangan pernah kemakan sama pesannya. Lo gak boleh kejebak sama omongan dia satupun. Oke?"

"Ya udah, deh. Eh, lo belom jawab pertanyaan gue. Tangan lo kenapa berdarah?"

"O-oh, i-itu gue, ehm, g-gue kena paku! Iya, kena paku. Hehe."

Jinyoung menatap Woojin aneh, lalu memicingkan matanya curiga. "Lo lagi gak bohongin gue, kan?"

Woojin tergelak. "Y-ya enggak lah. G-gue cuma gak sengaja kegores paku pas mau nutup gerbang rumah."

"Heh, gerbang rumah lo kan dari besi, mana ada paku," ucap Jinyoung.

"Lah, iya juga ya? Kok gue jadi keder, sih."

"Gimana sih lo? Ya udah ah, gue mau masak."

"Weh, seorang Bae Jinyoung bisa masak? Mantul," puji Woojin sambil bertepuk tangan.

"Enggak, gue cuma mau masak air. Buat bikin teh, dispenser rusak."

"Cuih-in jangan?








































Hari mulai malam. Mulai sedikit orang yang beraktivitas. Termasuk Jinyoung.

Setelah Woojin pulang siang tadi, dia langsung beres-beres rumah. Kalau ditanya dimana orang tuanya, jawabannya adalah orang tuanya sedang ke luar kota karena ada urusan pekerjaan.

Habis itu, dia ke kamar dan memutuskan untuk tidur sebentar dan kebangun saat ini.

"Kenapa gue bisa dikasih ujian serumit ini, sih? Eunbin marah sama gue, ada orang aneh yang terus-terusan ganggu hidup gue, gue ditinggal temen-temen gue. Apa perlu gue nyusul mereka?"

Tersadar akan apa yang dia ucapkan, Jinyoung langsung menampar mulutnya.

"Astagfirullah, sadar Bae Jinyoung. Kalo gue bunuh diri, orang tua gue sedih terus gue juga dapet dosa. Gak jadi dah."

Ya begini sifat aslinya seorang Bae Jinyoung yang dikenal karena sifatnya yang cueknya kebangetan.

Tapi sayang, kadang badannya suka lemes kayak nggak makan berhari-hari.

"Eh, kenapa gue gak coba lacak aja, ya? Tapi minta tolong siapa? Ohh, minta tolong Seonho aja lah."

Pas dia baru mau cari kontaknya Seonho, dia menggelengkan kepala. "Jangan ah, gue gak mau ngelibatin siapapun dalam hal ini, termasuk bang Woojin."

Dengan asal dia melempar ponselnya ke kasur. Untung aja nggak jatoh ke lantai, kalau enggak bakal histeris karena Iphone X nya rusak.

Eits, jangan salah. Jinyoung tuh anak orang kaya. Bapaknya CEO perhotelan, ibunya dokter. Mantul paruy.

Ya iya lah, mantannya author :)

Tenang aja, authornya udah sama Han Jisung kok. Ehehehe

"Andaikan lo semua masih ada, gue kan butuh temen cerita," gumamnya sambil menatap foto yang tergantung di dinding.

Dimana ada dirinya bersama lima belas laki-laki yang tengah tersenyum ceria sambil bergaya ala kadarnya.

Ada yang cuma senyum, ada yang gayanya somplak abis, ada yang masang muka jelek, dan lain-lain.

Jinyoung jadi kangen masa-masa itu.

"Emang bener kata orang, terkadang kalo inget masa lalu suka bikin sedih sendiri."

Jinyoung menyunggingkan senyumnya, berharap kalau teman-temannya itu selalu inget sama dia dan tenang di alam sana.

"Mending gue tidur, siapa tau besok udah gak ada yang ngirim email lagi."

Semoga aja.

Jinyoung menyamankan posisi untuk tidur, lalu menutupi setengah badannya dengan selimut. Setelah pas, dia memeluk gulingnya dan menghadap ke arah tembok.

Jinyoung tuh takut kalau menghadap ke arah lain. Dia takut ngeliat sesuatu yang nggak mau dia lihat lagi.

Jadi, dulu Jinyoung bisa ngeliat hantu atau semacamnya. Tapi dia memutuskan untuk menutup mata batinnya karena trauma.

Dia pernah hampir dibunuh sama setan suruhan orang yang nggak tahu siapa. Dan untungnya sampai sekarang dia nggak kenapa-napa.

"Ah, ngapain gue inget hal itu lagi, sih? Gak jadi tidur, kan," gerutunya sebal.

Jinyoung memejamkan matanya, berharap kalau dia akan mimpi indah.




















Tapi, suara dari bawah kasurnya membuatnya terpaksa membuka mata.

Suara seperti bisikan yang sedang berbicara suatu hal.

"Tuh kan, gue paling males sama yang beginian."

Dengan kesal dia menyibak selimutnya. Beberapa saat kemudian, Jinyoung ragu.

Dia nggak mau lihat hal semacam itu lagi. Dia mau hidupnya tenang.

Setelah mengumpulkan keberanian, dia menunduk untuk memeriksa apa yang ada di bawah kolong kasurnya.

Tapi, sepertinya menunduk merupakan pilihan yang salah.

Karena selanjutnya, Jinyoung berteriak kencang dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut karena ketakutan.














































Karena ada wajah pucat yang menatapnya.

Dan wajah itu mirip dengan salah satu temannya.

[2] E-mail | 00Line ft. 99Line ✓Onde histórias criam vida. Descubra agora