EL 5 - Sederhananya Jatuh Cinta

42.5K 3.3K 252
                                    

EL 5. Sederhananya Jatuh Cinta

🍁🍁🍁
Jatuh cinta itu sederhana.
Hanya berdiri diam tanpa kata di dekatnya.
Maka kau tak akan mampu menahan getaran yang memberontak di dalam dada.
-Elnaeera Navishe Ashadiya W.

"Tunggu saja di sini, Paman. Aku tidak akan lama." Navishe turun dari mobilnya setelah mendapatkan anggukan persetujuan dari pria seusia Ayah-nya itu.

Paman Ahmed adalah satu-satunya kepercayaan keluarga Wiryawan sejak Ayah-nya masih ada. Sejak kecil Navishe selalu diawasi dan dilindungi oleh beliau. Namun ketika Navishe SMP, kedudukan Paman Ahmed sempat digantikan karena pria keturunan Arab itu kembali ke negara kelahirannya untuk menikah. Suriah. Membuat Navishe kehilangan, terutama ketika Ayah dan Bunda-nya terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka.

Tapi tepat ketika kecelakaan pesawat Ayah dan Bunda Navishe, Paman Ahmed kembali menemaninya. Karena istri beliau meninggal disebabkan oleh pengeboman di lingkungan tempat tinggal mereka dari para manusia keji yang tak berhati. Sehingga, sejak itulah Paman Ahmed menjadi orang yang begitu Navishe percaya. Termasuk tugas tambahan ketika pria itu bersama para bawahannya harus melindungi Gemintang dari para musuh keluarga An-Noura.

Langkah gadis ber-niqab itu terasa ringan walau sisa-sisa malunya masih terasa. Siapa yang menyangka jika dia harus menabrak Elzaid di lobby apartemen mereka tadi? Benar-benar situasi yang membuat Navishe ingin menceburkan wajahnya di dasar sungai nil detik itu juga.

"Vee," suara itu menghentikan langkahnya.

Menoleh menatap perempuan yang menggantikan tugas Gemintang di kampus mereka. Karena setelah Gemintang memutuskan resign dari posisinya, Jihan menjadi pengganti perempuan itu di sini. Satu hal yang tak membuat Navishe benar-benar merasakan kehilangan. Karena masih ada orang yang ia kenal di lingkungannya.

"Kak Jihan." Suara ceria gadis itu membuat Jihan tertawa pelan. Mereka berpelukan sejenak seraya cipika-cipiki khas perempuan. "Kakak ada jadwal ngajar ya?" tanya Navishe lagi.

Jihan mengangguk sebentar, "Iya. Kamu ngapain? Mau konsul sama Prof. Ustman kah?" ujarnya.

Navishe mengiyakan seraya sedikit manyun, "Iya nih. Profesor ada 'kan?"

"Serius ada jadwal konsultasi? Prof. Ustman tidak jadi ke kampus loh dari tadi pagi," ucapnya membuat gadis di hadapannya itu meluruhkan bahu.

"Yang benar Kak?"

"Iya, Vee." Jihan terkekeh pelan, "Beliau memang ada jadwal hari ini. Tapi mendadak ada pertemuan di salah satu Universitas. Karena beliau ketua jurusan kita, maka itulah beliau datang kesana," jelas perempuan itu lagi.

"Tapi ...," suara Navishe terdengar kesal di ujung kalimat, "beliau udah janji loh Kak Jihannn ... fix aku lelah," sambung gadis itu.

Jihan bahkan tak menutupi tawa kecilnya mendengar ucapan Navishe. Gadis ini jarang sekali terlihat sedih, atau mungkin selama mengenal Navishe, Jihan tak pernah melihat sendu di netra Navishe. Gadis sunda itu selalu ceria, meramaikan suasana dengan kehadirannya, membuat ia dikenal banyak orang di kampus karena keramahannya. Berbeda dengan Gemintang yang terkenal akan kecerdasan dan sifat pendiamnya.

Tapi katanya, orang yang tak pernah terlihat sedih itu menyimpan kepedihan mendalam di balik tawanya, benarkah?

"Mungkin beliau lupa. Kamu bisa tanyakan lagi nanti ya." Jihan menepuk pelan pundak Navishe menenangkan. "Aku duluan ya, Vee. Ada kelas habis ini. Sayang sekali Kakak gak bisa nemenin kamu lebih lama," sambungnya.

Navishe mengangguk mempersilahkan. "Gak apa-apa, Kak. Aku juga mau pulang kok. Ngapain aku di sini kalau gak ada temen," gumamnya.

"Yasudah kalau gitu, ayo kesana! Ruangan Kakak searah kok denganmu." Jihan merangkul bahu gadis itu. Diikuti Navishe yang sudah kembali melupakan kekesalannya walau tak sepenuhnya. Gadis itu bahkan sudah bercerita lain hal pada Jihan, murobbi mereka sekaligus orang yang memperkenalkan Navishe pada Gemintang dulunya.

EL [Eternal Love] ✔️ [TERBIT]Where stories live. Discover now