Epilog

882 79 8
                                    


Angin bertiup makin kencang, membawa dedaunan yang telah kering dan tak lagi sanggup bertahan dengan ranting. Menciptakan tumpukan dedaunan gugur di tanah. Tampak kumuh namun juga indah disaat bersamaan. Atau itu hanya bagi Jimin?

Jimin menghela nafas untuk yang kesekian kalinya. Ini sudah lewat tujuh tahun setelah perang. Banyak hal berubah. Entah itu hal baik atau hal buruk. Namun ada juga yang masih sama. Jimin salah satunya. Ia berubah namun di sisi lain, dirinya masihlah sama.

Ia masih sama seperti hari dimana ia hanya mendapat surat dari sang kekasih. Sebuah surat perpisahan paling menyakitkan baginya. Namun juga surat yang paling sering ia baca berulang kali. Perasaannya masihlah sama. Masih mendamba pada sosok sang kekasih.

Dan ia juga berubah. Menjadi lebih kuat, lebih berani serta lebih dewasa.

Sekali lagi, Jimin memandang ke arah halaman depan mansion milik keluarga Yoongi. Setelah kejadian perang dan kepergian Yoongi, Jimin jadi begitu sering mengunjungi mansion itu. Sekedar berharap suatu hari Yoongi akan pulang meski banyak yang berkata bahwa harapannya hanyalah semu.

Kedua orang tua Yoongi juga menerimanya dengan baik. Menyambut kedatangannya saat sepasang suami istri itu kebetulan berada di mansion. Terkadang keduanya mengajak JImin berbincang mengenai banyak hal. Memperlakukan Jimin selayaknya putra mereka sendiri.

"Kurasa percuma saja kau seharian memandang gerbang itu. Yoongi tetap tak akan kembali."

Jimin menoleh dan menemukan ibu dari Yoongi tengah memandangnya sembari membawa dua cangkir berisi teh madu. Salah satunya diserahkan pada Jimin yang kemudian diterima sembari melemparkan senyum tipis.

"Aku tau. Tapi aku hanya ingin membiarkan harapan ini tetap ada. Agar aku tetap yakin bahwa aku masih hidup."

Nyonya Min hanya tersenyum. Menyesap sedikit teh miliknya sembari mengikuti jejak Jimin untuk memandang ke luar.

Jujur saja, dirinya pun tak jauh berbeda dengan Jimin. Masih terus menaruh harap akan kembalinya sang putra. Namun semua itu hanya ia simpan untuk dirinya sendiri. Tak ingin menambah beban kekasih dari sang putra.

"Kapan kau akan pergi lagi?"

"Jika semua berjalan lancar, lusa aku sudah berangkat lagi."

"Kali ini kemana?"

"Jepang. Aku sempat mendengar kabar bahwa di salah satu pedalaman hutan di wilayah utara Jepang ada sesuatu yang janggal. Aku ingin memastikan."

"Semoga kali ini membuahkan hasil."

"Aku harap begitu."

Jika kalian pikir Jimin hanya menunggu Yoongi begitu saja untuk kembali, maka kalian salah. Tepat setelah lulus dari Hogwarts, Jimin segera mengelana. Mengitari seluruh semenanjung Korea hingga ke daratan Asia demi mencari sang kekasih. Bergonta-ganti peran demi mengais jejak pria muda bermarga Min.

Nyaris 5 tahun dan semua perjuangannya belum juga menemui ujung.

Jimin nyaris putus asa

Ia nyaris dikalahkan kecewa

Namun ia memilih bertahan

Dan surat terakhir dari Yoongi lah yang senantiasa menguatkannya

"Kau tau, Jim. Ada sebuah rahasia yang kami, aku dan suamiku, sembunyikan dari banyak orang. Bahkan dari diri Yoongi. Satu rahasia yang selalu ia gagal kuak."

Jimin mengalihkan pandang dengan sebuah kernyitan di dahi. Terkejut dengan penuturan nyonya Min. Apa ini artinya, beliau hendak membagi rahasia besar itu padanya? Pada orang asing yang telah dengan kurang ajar merusak harapan satu-satunya milik mereka?

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 01, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

I Call You DestinyWhere stories live. Discover now