Cukup sekali Aretha melihat wajah horor Clay saat lelaki itu mengira seekor venir sebagai serangga penebar bibit penyakit. Bagaimana bisa Clay menyetarakan kedudukan venir dengan kecoak?

Menghela napas, Aretha telah meninggalkan perbatasan. Bangunan bata berganti hamparan ladang gandum keemasan. Matahari menerangi kegelapan dan menggantinya dengan semburat hangat. Pohon-pohon pinus berdiri di sepanjang jalan yang dilalui Aretha. Jemarinya mencengkeram erat kekang, memperhentikan laju kuda. Dia perlu menemui seseorang. Sayangnya sosok tersebut menetap di daerah yang kurang ramah. Aretha tak mungk in bernegos iasi sekadar mengatakan, "Hai, lama tak jumpa."

Hm, mungkin aku disambut hangat.

Aretha mencoba memikirkan h al baik.

"Petualangan!"

***

Burung berkicau riang menyampaikan salam sang surya yang kin i merangkak di angkasa . Kastel tampak megah di bawah naungan langit berhias semburat biru. Panji-panji kekuasaan berkibar di setiap menara. Para pelayan sibuk mengawali rutinitas; beberapa membawa tumpukan baju kotor, sebagian membawa baki dan nampan, lalu adapula yang membawa keranjang sayuran.

Noam, sang pangeran elixer, berdiri di depan pintu kamar kakaknya. Rambut perak tertata rapi. Telinga runcingnya tampak jelas saat helaian rambut disisir rapi kebelakang. Pakaiannya sewarna gading dengan sulaman benang emas di bagian bahu dan pergelangan tangan.

Noam menggeleng, malas melakukan ruti nitas yang seharusnya disudahi ketika menginjak usia empat belas tahun.

Satu kali mengetuk pintu. Hening, tidak ada jawaban.

"Kumohon. Jangan lagi," katanya.

Noam mendorong pintu hingga memaparkan isi ruangan. Permadani merah anggur membentang sejauh mata memandang. Tampak meja dan kayu di sudut ruangan, beberapa ornamen kristal, vas berisi bunga mawar kuning, lemari, lukisan, dan....

Tanpa sengaja Noam menangkap pakaian teronggok di sekitar kaki ranjang. Walau sangat tidak ingin melanjutkan penelusuran, Noam akhirnya melotot mendapati kehadiran sepasang (terserah apa pun sebutan yang diberikan) tertidur nyenyak di ranjang.

Noam berseru, "Kakak!" Dia menepuk pipi si pria yang (mudah-mudahan mengenakan pakaian lengkap namun rasanya ti d ak mungkin). "Apa yang kaupikirkan?"

"Eli," lelaki itu menggumam.

Noam melirik wanita berambut cokelat yang tidur memunggungi kakaknya. Dia bisa melihat bagian belakang tubuh wan ita tersebut dan segera mengalihkan panda ng ke kakaknya. "Bangun."

"Noam," katanya sembari meregangkan tubuh. Pria itu memiliki raga teramat indah. Rambut peraknya ter gerai bebas, jalinan rambut menutupi sebagian bantal-kontras dengan warna merah sutra yang membungkus ranjang. "Suaram u akan membangunkan sayangku."

"Kau tahu apa yang bisa membangunkanmu?" Noam menantang, "Valens Aleister, sudahi petualanganmu. "

"Ya, ya," Valens bergumam pelan. Wanita yang tertidur di sampingn ya menarik selimut, tak tertarik mengikuti perbincangan kakak beradik tersebut. "Aha, apa kau ingin kucarikan seseorang untuk menghilangkan jenuh?"

Kedua alis Noam bertaut, kesal.

"Paman Kylian sudah pergi jauh sebelum kau terlelap bersama kekasih semalammu," tunjuknya pada si wanita. "Ayolah, aku lelah menghadapi kekurangajaranmu. Kau tak tahu seberapa banyak pria memandang sinis ke padaku karenamu. Tak masalah bila kau tak peduli namun setidaknya pikirkan diriku. Aku tak suka cara wanita-wanita itu mengekoriku."

Valens bersidekap. "Pilih saja salah satu dari mereka," sarannya. "Beres."

"Tidak bisa seperti itu!"

"Kau, kan, pangeran. Aku tak percaya kau tak bisa menyingkirkan satu dua cecenguk."

Scarlet Love (LANJUT DI KARYAKARSA)Where stories live. Discover now