Jiwaku terkurung. Aku tidak bisa melihat diriku dari sudut pandang yang bebas. Aku dibatasi realitas. Aku dimangsa dan tertindas. Aku tak bisa lepas dari segala yang menahanku untuk selalu merasa pantas.
Anggara tidak pernah mengerti hal itu.
Begitupun hari ini, saat dia mengetuk pintu rumah tanpa sopan santun.
"Hai Sayang," dengan keadaan sadar tidak sadar, ia mencoba memelukku. Bau alkohol menyeruak ke udara, memecah semua yang nyata menjadi sia-sia. Aku menatap matanya yang di dalamnya nyaris tak ada lagi kebaikan yang tersisa. "Bawa gue ke dalam!" teriaknya nyalang. Rasanya, ingin sekali laki-laki ini aku buang, sampai aku dan dia menempuh jarak terpanjang.
Anggara terkulai lemas di atas kursi. Aku hanya bisa menatapnya dari jarak yang sewajarnya. Andai saja ia kembali pada dirinya dalam versi sebelumnya, tentu saja hidupku mungkin akan sedikit bahagia.
Anggara mencoba memelukku lagi, dan aku menghindar. Seperti biasa, ia marah, ia memaki keadaan.
"Gue laki-laki yang gak becus ya Aila?" teriaknya parau, aku bisa melihat matanya yang berkaca-kaca. "Gue sayang sama lo Aila! Tapi pernikahan kita betul-betul kutukan."
Aku setuju dengan seluruh perkataannya.
YOU ARE READING
Enigma
Romance"Cinta boleh merasuk, tapi tak boleh merusak." Aku sempat mengira, pernikahan adalah akhir dari segala yang bahagia, tapi ternyata aku salah.
