Bab Enam (1)

17.8K 1.9K 320
                                    

Bab Enam

Cerita ini hanya akan dipublish sampai bab tujuh.

Jangan lupa tinggalkan voment.
_____

Terselip kecewa, di balik kalimat, "Aku baik-baik saja."

-Break Out-

"Kalau dipikir-pikir cinta itu kayak kredit."

"Kok gitu?" sahut suara bass yang ikut tergabung ke dalam komplotan karbol.

Tahukan karbol? Itu yang kalau kita habis ngisep oksigen, entar ditubuh berekasi keluarnya jadi karbol dioksida. Nggak lucu? Ya udah.

Tapi memang disebutnya karbol karena mereka itu kayak pembersih lantai, tahu kenapa? Ya itu, kan karbol minuman mereka, mereka kan kuman. Ini mulai tidak jelas.

Dengan cepat, sosok yang memberi penyataan tadi menyahut. "Ya belum hak milik sepenuhnya, sewaktu-waktu bisa diambil lagi oleh dealer," kekeh sosok yang tak lain adalah Darel Lazuardi, ketua OSIS sekolah. Entah dulu dia kampanye apa sampai terpilih menjadi ketos.

Ferish tertawa renyah dengan humor recehan Darel tadi, "Haha garing amat, Ferguso."

"Sial lo. Nggak ikhlas banget ketawanya," caci Darel, seraya melempar cilok yang barusan ia gigit.

Sontak saja lemparannya itu membuat Ferish kelabakan menghindar.

Darel sih bersikap santai dengan mengangkat bahu tidak peduli.

Di komplotan karbol yang beranggotakan lima orang, sudah kayak Big Bang versi kerifan lokal.

Memang Ferish dan Darel yang paling hobi melempar humor receh, sedangkan Renal dan Kavin lebih suka mendengarkan. Dan Wildan, sesekali ikut menimpal.

Obrolan itu terus berlangsung antara Ferish dan Darel saja. Dan sepanjang obrolan itu berlangsung, Wildan tampak tidak terlalu bersemangat, ia menopang dagunya di sebelah tangannya lantas tangannya yang kosong mengaduk-aduk es teh yang ada ia pesan.

Minuman favorit Wildan di kantin memang es teh, selain  murah. Es teh itu juga merakyat.
Segala jenis teh wildan suka. Dari teh hijau, teh oolong, teh hijau, sampai tehnyata kau mencintaiku. Wildan juga suka.

Kegiatan itu berlangsung tidak lama, karena selanjutnya manik mata Wildan tertuju pada sosok Andini yang secara mengejutkan datang ke kantin.

Ya, sudah satu tahun lebih Wildan menjadi makhluk setia kantin. Dan selama satu tahun lebih itu juga, suatu kejadian langka menemukan Andini di kantin. Karena setahu Wildan, Andini itu lebih suka bawa bekal. Bekal ya, bukan rantang.

Tanpa pikir panjang, Wildan memanggil Andini.

Panggilannya yang terdengar cukup nyaring berhasil membuat semua orang yang berada di kantin ikut menoleh. Dan jangan lupakan keempat sahabat Wildan yang agak kaget mendengar suara Wildan barusan.

"Din, duduk sini aja?" Ajak Wildan. Tak lupa laki-laki itu menyengir lebar, matanya menatap ke kanan dan ke kiri setelah beberapa saat bertautan dengan Andini. Laki-laki itu seolah memberi kode lewat tatapan matanya.

Andini memutar kedua bola matanya, malas. Perempuan itu dengan cepat ingin berlalu.

Jelas saja, Wildan bukan jenis manusia yang rela menyia-nyiakan kesempatan begitu saja.

Break OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang