Scorpius melotot mendengar penuturan Albus. Melihat ekspresi berlebihan Scorpius, anak bersurai hitam legam itu langsung melanjutkan, "Aku yakin di asrama manapun kau berada, Bibi Hermione tak akan membencimu."

Scorpius menghela nafas lalu menunduk. Ia juga meremas jubahnya tanda bahwa ia merasa gelisah, bingung, dan khawatir, "Aku hanya ingin Mom bahagia."

Albus tersenyum, "Aku tahu kau anak baik dan aku yakin Bibi Hermione akan mengerti. Ia adalah wanita paling bijak yang pernah kutemui, bahkan melebihi Mommyku. Ia tak mungkin egois, Scorp."

Mereka terdiam sejenak sambil menyelami pikiran masing-masing. Semua anak tahun pertama sudah mulai memasuki aula, namun mereka masih diam mematung di tangga.

Tiba-tiba seorang gadis berambut merah yang seumuran dengan mereka kembali lagi ke arah tangga. Gadis itu lupa bahwa ia kemari bersama saudara dan satu temannya. Dua anak lelaki itu selalu merepotkannya.

"Albus, Scorpius! Ayo cepat, kita akan seleksi!"

Dua anak lelaki itu menoleh, "Rose? Kukira kau melupakan kami," ujar Albus bergurau.

Rose Weasley mendengus kesal lalu menyedekapkan lengannya, "Mana mungkin aku bisa melupakan kalian? Ayo!"

Rose segera menggandeng dua anak lelaki itu dan menggiring mereka menuju aula. Mereka sempat saling pandang sejenak sebelum akhirnya tertawa bersama.


***


"Potter, Albus!" panggil Profesor McGonagall. Meski usianya sudah tua, wanita yang memiliki animagus kucing itu tetap memiliki semangat yang tinggi.

Dengan gugup Albus maju dan duduk di kursi. Ia merasa bahwa topi seleksi menatapnya tajam. Saat profesor McGonagall meletakkan topi usang itu pada kepalanya sang topi mulai bergumam sendiri. Albus yang mendengarnya hanya bisa mengernyitkan dahi.

Sesaat kemudian topi seleksi itu berteriak dengan keras, "Gryffindor!"

Sontak para penghuni meja Gryffindor bersorak sorai menyambut kedatangan Albus. James pun langsung merangkul sang adik dan memamerkannya pada teman-temannya.

Albus yang sudah melewati seleksi memberi suntikan semangat pada Scorpius dan Rose. Ia melakukannya dengan cara mengepalkan tangan kanannya ke udara dan menunjukkan ekspresi wajah juang. Rose dan Scorpius membalasnya dengan mengangguk mantap.

"Weasley, Rose!"

Rose memandang Scorpius sejenak yang langsung ditanggapi dengan genggaman tangan Scorpius pada gadis berambut merah itu.

"Kau harus yakin." ujar Scorpius menyemangati.

Rose menarik napas lalu membuangnya perlahan sambil mengangguk. Sama seperti Albus, topi seleksi itu juga bergumam ria yang membuat Rose makin gugup. Tak lama topi seleksi itu berteriak dengan keras,

"Gryffindor!"

Meja Gryffindor bersorak lagi. Terutama Albus yang langsung memeluk saudaranya itu bangga sambil berkata, "Kan sudah kubilang. Gryffindor ya Gryffindor."

"Tadinya aku berpikir akan masuk Hufflepuff karena Scorp terus berkata seperti itu."

"Malfoy, Scorpius!" panggilan profesor McGonagall pada Scorpius membuat Albus dan Rose menghentikan kegiatan mereka dan memandang gugup Scorpius yang sedang berjalan menuju kursi untuk diseleksi.

Lyra dan Rhea yang melihat adiknya itu hanya bisa berdoa. Mereka tidak munafik, dilihat dari sisi luarnya saja sudah kentara bahwa Scorpius adalah calon penghuni Slytherin seperti mereka. Tapi mereka juga memikirkan tentang Hermione. Kalau saja Dad masih hidup mungkin mereka bisa membuat anak lagi dan situasinya tidak akan merepotkan Scorpius seperti sekarang.

Scorpius sedang menanggung beban berat saat ini. Ia anak kandung tunggal bagi Hermione, dan sebisa mungkin ia akan membahagiakannya seperti janjinya sendiri yang ia buat enam tahun lalu.

Entah mengapa penyeleksian Scorpius memakan waktu yang lumayan lama. Topi seleksi berkali-kali memberikan pertanyaan yang sama pada Scorpius, "Kau ingin di asrama mana?"

Dan berkali-kali pula Scorpius menjawab, "Di asrama manapun yang dapat membuatku lebih baik dari sekarang."

"Tak cukup baik kah dirimu?"

Scorpius memejamkan matanya erat, "Aku merasa bahwa aku belum bisa membahagiakan Mom."

"Baiklah," sejenak topi seleksi diam membuat keadaan sunyi yang tentu saja membuat Scorpius berkeringat dingin. Oh ayolah, kenapa seleksinya begitu lama?

"Slytherin!"

Seluruh penghuni Slytherin bersorak gembira karena lagi-lagi anggota keluarga Malfoy masuk di asramanya. Lyra dan Rhea tentu saja juga senang, hanya saja ada sekelumit rasa khawatir terhadap Hermione bila mengetahui anak semata wayangnya masuk Slytherin. Mereka yakin Hermione tak akan marah, namun bukankah ia akan berkecil hati?

Scorpius tersenyum kecut begitu mendengarnya. Apapun yang terjadi ia akan menjadi lebih baik. Ini adalah takdirnya dan ia hanya bertugas menjalaninya sebaik mungkin.

Saat ia menuruni tangga dengan langkah gontai, tiba-tiba topi seleksi berkata, "Asrama memang mencerminkan kepribadian. Tetapi percayalah, hal itu hanya bergantung pada diri orang itu sendiri."

Tak ayal ucapan topi seleksi itu membuat semangatnya meningkat. Ia akan hidup di Slytherin dengan baik. Seperti Ayahnya yang memiliki semangat juang tinggi walau hampir terjerumus hal yang akan membuat hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat.

Huh, ia harus segera menulis surat untuk Hermione.

Entah mengapa ia memiliki firasat baik saat mengingat sosok yang memiliki warna rambut seperti Ayahnya.














Tbc
Oke, ini udah kesekian kalinya gue update telat, yah walaupun masih di hari Minggu.

Maaf ya gabisa update pagi tadi, soalnya entah kenapa tiba-tiba gue lupa gegara marathon drakor wkwkw. Maaf ya, dan aku berharap kalian tetep suka sama sekuel ini seperti kalian suka sama a new wife.

Okay, see you ❤

Be My Boyfriend (Sequel A New Wife)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang