Dinding yang Berbisik Part 1

141 12 4
                                    


Masa lampau, 1997.

Dari radio, suara penyiar wanita mewartakan proses pelelangan rumah murah di kawasan terpencil. Basyir yang mengetahui hal ini, bergegas menghubungi radio untuk ikutserta dalam lelang.

Sepeda tua dikayuh menuju rumah usangnya, usai menelepon menggunakan telepon umum di seberang jalan.

***

Beberapa hari berlalu, keluarga Basyir tiba di sini. Rumah sederhana dengan halaman luas dan sebatang pohon kapuk tua. Di seberang jalan setapak ada sekolah yang belum selesai pembangunannya.
Istrinya;Nenok sedang mengandung anak ke empat, tampak bahagia atas rumah baru mereka.

Si bungsu dan puteri kedua, berlari-larian membawa boneka. Sedangkan si sulung yang baru berusia 9 tahun, ikut membantu ayah dan ibunya.

Si bungsu tiba-tiba terkikik menahan tawa, Basyir dan Nenok merasa aneh melihat si bungsu yang terus tertawa menatap dinding di antara kamar kedua dan ketiga.

Diabaikannya perlakuan anak berusia 2 tahun itu. Tapi, tidak dengan anak keduanya. Bocah perempuan itu tiba-tiba membekap mulut sang adik.
"Diam!" perintahnya.

"Diam?" ujarnya mengikuti ucapan sang kakak.

"Papa, ada Om-om di situ!" seru anak kedua menatap dinding. Basyir dan istri hanya saling menatap.

Ya, kedua puterinya memang sering melihat hal aneh. Tapi, mereka tidak percaya akan hal itu.

***

Malam berlalu, hari pun terlewati. Semakin hari si bungsu semakin aneh. Dia sering tertawa ketika melewati dinding, seolah dikelitiki bulu burung di kaki.

Si sulung yang menyadari hal ini, mengadu pada ayahnya. Sayang, Basyir yang memang tak percaya takhayul justru memarahi si sulung. Marahlah Nenok dan pertengkaran pun terjadi.

***

Setelah pertengkaran malam itu, Basyir semakin jarang pulang ke rumah. Hingga suatu sore, di bulan kedua mereka menempati tempat itu, seorang nenek menghampiri Nenok. Memintanya meninggalkan rumah itu.

Nenok menurut. Ia yakin emosi mereka yang akhir-akhir ini sulit dikontrol adalah karena rumah ini, juga perlakuan aneh Fira; si bungsu semakin menjadi-jadi. Bukan hanya tertawa, Fira pun kin mengobrol dengan dinding itu.
Nenok memutuskan akan segera berkemas.

Lampu tiba-tiba padam. Malam itu mendadak gelap. Teriakan ketakutan anak-anak membuat Nenok memberanikan diri menuju dapur, melewati dinding aneh itu.

"Mendekat lah." Samar-samar suara itu semakin jelas. Perlahan-lahan terasa dekat.

Klik.

Si sulung menyorotkan senter ke arah ibunya. Dan melihat bayangan hitam menyelinap kembali ke dinding.
"Mama nggak apa-apa?"

"Kamu tadi dengar suara nggak?"

"Tidak."

"Yasudah, nggak apa-apa. Temani mama ambil petromax ya."

***

"Hahahaha! Om lucu!" Fira menunjuk dinding dan memberikan boneka beruangnya. Fitra; anak kedua Basyir mulai jengkel.

"Kamu kok main terus dengan Om itu? Kamu harusnya main sama aku," gerutunya menarik si bungsu.

"Jangan bertengkar, lagi mati listrik nih. Mama nggak tahu jam berapa nyalanya, jadi jangan nakal nanti kena petromax bahaya." Nenok sibuk menyetel radio.

Srrkksskrrk....

"Rumah di kawasan Petak Hilir, masih akan mengalami pemadaman listrik diakibatkan banjirnya kawasan pembangkit listrik--"

"Ssstt!" Suara itu mengalihkan Nenok, dan membuatnya sadar bahwa kedua puterinya sudah tak ada di sekitarnya.

Mungkin kah ke kamar depan? Nenok berjalan menuju kamar dan malah mendapati Basyir yang sedang tidur.

"Kapan pulang, Pa? Perasaan pintu masih Mama kunci deh."

"Aku di sini kok, tetap di sini dan selalu di sini."
"Hah? Ngomong apa sih?" Digoncangnya tubuh Basyir, lalu diarahkannya senter ke wajah yang dengan jelas menampakkan luka berdarah-darah dan wajah yang tak pernah dikenali sebelumnya.

"Aaaah... Tolong!"

***

Si sulung sibuk merapihkan ranjang sang ibu. Sambil sesekali melirik resah. Setelah keguguran, usia kandungan yang baru dua bulan lebih membuat Nenok terpukul secara mental.

Batinnya merajuk, seharusnya lebih cepat mendengarkan perintah nenek misterius tempo hari.
"Mama, Om di dinding bilang, terima kasih," ucap Fitra santai.

"Dasar setan!" teriaknya tak jelas, mulai melempari barang. Lebih tepatnya melempari lelaki besar mengerikan yang sedang memeluk si bungsu dari belakang. Sembari menyunggingkan gigi, menatap licik ke arah Nenok.

****

Bersambung cuyyyy ehehehe

Rumah di Tengah Sawah (COMPLETE)Where stories live. Discover now