Tanda Tanya

162 15 6
                                    

Gadis berambut pendek itu mengendap-endap, diperhatikannya Santi yang semakin berani mengayuh sepeda melewati jalan setapak menuju rumah tua.
Sawah baru saja dipanen, hingga tampak gersang lah petak-petak di sekitar rumah.

Fitra yang bersembunyi di semak rendah belakang sekolah, bergegas menuju jalan setapak, melewati pematang sawah, mengambil jalan pintas agar tak terpantau Santi.

***

Santi semakin dekat dengan halaman rumah, bulu nyawanya merinding beku. Pohon kering yang baru dilewatinya tampak sangat menyeramkan, padahal itu baru pukul 5 sore. Belum ada raut senja kemerahan di sisi kanannya.

Santi tersenyum, saat memarkirkan sepedanya di tengah halaman. Gadis bermata matahari itu berlenggak mendekati teras kecil di sisi kanan rumah.
Kini ia tepat di depan pintu. Konon katanya rumah ini selalu terkunci, padahal tidak ada yang tahu siapa sebenarnya pemilik rumah itu.

"Aku berani!" ujarnya meyakinkan diri. Dan mengetuk pintu rumah.

"Permisi, ada orang?" lanjutnya mengetuk pintu beberapa kali.

Hening.

Santi menoleh ke arah sekolah, sekolahnya sepi tak berpenghuni. Sepertinya hanya Pak Mamad yang berseliweran mengecek pintu kelas.

***

Fitra mulai khawatir, dari kejauhan ia perhatikan Santi mulai tampak memucat.

"Aaaakkhh!" jerit Santi dan berhasil membuat Fitra menutup mata.

Entah apa yang terjadi di sana?

Fitra berhamburan kembali ke belakang sekolah dan berlari menuju pintu gerbang. Kabur dengan segala upaya yang dipunyai, berharap Santi baik-baik saja.

***

Aroma obat-obatan memenuhi hidung, bahkan napas terasa terlalu ringan. Perlahan cahaya menembus mata Fitra, ditatapnya sekeliling. Kak Fajar sedang mengaji, terdengar cukup familiar di telinganya.

"Kak?"

"Eh, sudah bangun lagi?"

"Hhh?"

"Tadi kamu bangun terus pingsan lagi, teriak-teriak juga. Sebentar, kakak panggil perawat dulu."

Fitra terdiam. Apa yang terjadi? Bukankah tadi dia sedang berada di sekolah? Berduka atas tewasnya Sinta?

Setelah diperiksa dokter, kini perlahan Fitra membaik. Dia tertidur selama dua hari.

"Kamu ngapain di rumah tua? Itu kan tempat angker." Kak Fajar menyerangnya.

"Aku nggak ke situ kok, cuma lihatin Santi dari kejauhan. Eh, kak?"

"Hmm?"

"Pemakaman Santi gimana? Kayaknya aku pingsan karena liat hantu di jendela kelas deh?"

"Aduh, masih ngawur," serunya berdecak.

Fitra terdiam, "Tanggal berapa sekarang?"

"Tanggal 10 maret."

10 maret. Terakhir Fitra ke sekolah adalah tanggal 10 maret. Apa ini?

"Bercandanya, nggak lucu!" Fitra kesal.

"Kamu yang nggak lucu! Kamu tuh udah tidur dua hari. Ditemukan Pak Mamad di bawah pohon depan rumah tua."

"Santi?"

"Ya, di rumahnya lah."

Bagaimana bisa Santi baik-baik saja. Seingat Fitra, kemarin Santi meninggal dan ditemukan di sekolah.
Lalu? Apa semua itu hanya mimpi? Lantas siapa yang Fitra ikuti dua hari lalu? Sampai-sampai ia harus masuk rumah sakit.

"Bengong aja!" Kak Fajar mengacak poni Fitra. "Makanya sebelum tidur itu baca doa, turun dari rumah juga baca doa."

"Aku masih nggak ngerti, Kak. Seingatku, Santi lagi cerita tentang rumah di tengah sawah. Terus waktu pulang sekolah aku ikutin dia dan besoknya mayat ditemukan di sekolah. Dan itu adalah hari ini, tanggal yang aku lihat di kelas ya hari ini."

"Terserah, kayaknya obat kamu bikin halu deh. Istirahat gih. Udah dibilang nggak usah ikut-ikutan bahas rumah itu."

"Tapi, Santi--"

Deringan hp Fajar menghentikan perdebatan kakak beradik itu.
Saat menerima telepon wajahnya, perlahan berubah. Terkejut, Fajar menatap Fitra.
Didekatinya, adik yang duduk di ranjang.

"Di mimpi kamu jam berapa Santi meninggal?" tanya Fajar tiba-tiba.

"Aku nggak tahu," jawabnya menoleh ke arah jam dinding. "Jam 8 lewat 10, aku ke sekolah dan--" Matanya melebar.

Fajar mengangguk sembari memegang tengkuk. "Santi meninggal."

Jika itu bukan mimpi? Itu pasti masa depan.

****

Bersambung

Cerita akan diupdate jika sudah lebih dari 6 viewers atau readers ya... tinggalkan votemu! Biar author semangat nulis. Terima kasih

Rumah di Tengah Sawah (COMPLETE)Where stories live. Discover now