Bab 9. Saling Mengenal?

Start from the beginning
                                    

Hening.

"Apa harus aku terangkan lebih lanjut?"

Sam tertawa kering. Dia menggelengkan kepala, terlihat tidak setuju. "Dia sengaja melakukannya untuk membalas dendam ..." ia menjeda, "aku sangat yakin," sambungnya dengan ekspresi serius.

Daniel hanya bisa menggelengkan kepala. Helaan napasnya terdengar keras. Entah dengan cara apa lagi dia harus mengatakan kepada dua saudara Lee ini jika Eve sedang menunjukkan sikap tidak peduli. Pada akhirnya Daniel hanya bisa mengangkat kedua tangannya tinggi. Pria itu menyerah. "Terserah, tapi terakhir kali aku sarankan kalian berusaha bicara dengannya, dan sepertinya kalian harus bekerja ekstra keras untuk hal itu."

.

.

.


Seperti biasa, kekacauan yang terjadi tadi malam seperti tidak pernah terjadi di kediaman keluarga Lee, pagi ini. Semua ruangan sudah kembali rapi, vas-vas bunga calla lily yang menjadi kesukaan mendiang Nyonya Lee menghiasi beberapa sudut meja di dalam ruangan. Eve berjalan cepat, sedikit tergesa saat menuruni satu per satu anak tangga untuk menuju ruang makan di lantai satu.

Ia mengangkat satu alis tinggi saat tatapannya bersirobok dengan Jung Woo. "Pagi sekali kau bertamu," ujarnya, berhasil menarik perhatian dua orang adiknya. Eve melanjutkan berjalan menuju meja makan. Ia mengucapkan 'terima kasih' saat Bibi Kim menuangkan susu hangat ke dalam gelas miliknya.

"Susu hangat untuk memulai pagi?" Jung Woo balik bertanya, sementara Sam nyaris menyemburkan jus jeruk yang tengah diteguknya. "Bukankah kau penyuka kopi pahit?"

Eve mengangkat satu bahunya tak acuh. "Tidak ada salahnya memulai kebiasaan lain." Ia menjawab tanpa menatap lawan bicaranya. "Kau hanya datang untuk sarapan?" Eve kembali bicara, mengabaikan tatapan kedua adiknya.

Jung Woo tidak langsung bicara, sementara tangannya menyimpan cangkir kopi ke atas meja. "Apa itu cara bicara dengan kekasihmu?"

Eric dan Sam terdiam, keduanya menunggu reaksi Eve. Namun, seperti biasa, wanita itu menanggapinya dengan tenang, nyaris dingin.

"Maafkan aku!" ucap Eve. "Tidak seharusnya aku menggunakan dirimu untuk kepentinganku."

"Jadi benar kau sengaja melakukannya?" sambar Samuel. Akhirnya dia memberanikan diri untuk bicara setelah terdiam lama. "Untuk apa?"

"Untuk memastikan saham perusahaan kita tidak turun drastis," kata Eric. Tatapannya bersirobok dengan Eve. "Kau melakukannya untuk itu."

Eve tidak mengiyakan, tapi juga tidak membantah pernyataan Eric. Apa yang dikatakan adik keduanya memang benar adanya, dia melakukan hal itu demi kepentingan perusahaan mereka, yang sayangnya hal itu harus mengorbankan Jung Woo.

"Aku tidak memerlukan permohonan maafmu," kata Jung Woo, serius. Dia mengubah posisi duduknya, bertopang kaki. "Aku hanya perlu kau bertemu kedua orang tuaku, dan mengatakan jika hubungan kita serius," tegasnya.

Eve mengerjapkan mata, untuk pertama kali setelah melangkah masuk ke dalam ruangan ini, dia kehilangan kata. "Huh?"

"Huh?" beo Jung Woo, mengolok. "Kau pikir orang tuaku tidak akan tahu?"

Eve tidak bisa menjawab. Dia memang sudah tahu jika orang tua Jung Woo akan bereaksi, tapi secepat ini?

"Mereka sangat cemas saat tahu kau pergi ke Sierra Leonne seorang diri," tambah Jung Woo, mengembalikan Eve dari lamunan pendeknya. "Mereka semakin cemas karena tidak bisa menghubungimu. Kenapa kau melakukan hal itu?"

Eve tidak langsung menjawab. Dia meneguk minumannya dengan gugup. "Aku tidak bermaksud membuat orang tuamu cemas. Hanya saja aku ingin bekerja dengan tenang jadi aku meninggalkan telepon genggamku di sini," ujarnya, berbohong.

TAMAT - Lavender DreamsWhere stories live. Discover now