#3

2.6K 50 1
                                    

Hari ini, aku putuskan untuk menerimanya. Setelah 2 minggu yang lalu Sendy menembakku. Dan setelah 4 harinya kabar tentang Sendy yang memenuhi isi kepalaku.

Aku meyakinkan hatiku untuk Sendy, walaupun masih ada rasa ragu. Tapi aku yakin, Sendy tidak seperti itu. Aku yakin, Intan pasti yakin ya Tan, yakin Tan yakin.

Aku segera menuju ke kelasnya Sendy, tapi aku ragu. Aku memutuskan untuk menunggunya di kantin. Hingga tiba tiba suara seorang laki laki memecah gendang telingaku.

"Intan." Panggilnya dengan tegas.

Jantungku rasanya tak karuan, aku segera melihat ke arahnya. Sendy kembali melihat ke arahku dengan senyumnya yang khas.

"Iya?" jawabku ragu.

"Ayo ikut, aku mau bicara." Sendy menarik tanganku, aku menurut saja.

Rasanya tak karuan, jantungku berdegup dengan kencang. Aku gugup, sangat gugup, tidak pernah rasanya aku seperti ini sebelumnya.

Kita sudah sampai di depan lab IPA, Sendy melepaskan tanganku dan ia mulai menatapku. Raut wajah yang menandakan ada rasa kecewa dan rasa sedih disana.

"Maafkan aku Tan...." ucapnya.

Aku membalasnya dengan senyuman, kemudian aku mengangguk. Rasanya tak perlu ia meminta maaf kepadaku. Ia tak punya salah kepadaku. Harusnya ia meminta maaf kepada dirinya sendiri. Mungkin ia akan belajar dari kesalahan ini.

"Aku sudah memaafkan Sendy kok, jauh sebelum Sendy minta maaf. Tapi Sendy gak punya salah apa apa sama Intan. Kalo Sendy mau minta maaf, minta maaf aja sama diri sendiri ya. Jangan sampe kesalahan ini terulang dua kali."

Ia pun mengangguk, rasa kecewa nya pun telah hilang, berganti dengan senyumannya yang khas.

"Terus mau ngomong apa?" tanya Sendy dengan wajah bingungnya.

Rasanya lucu, aku suka itu, raut wajahnya, senyum khasnya. Aku suka semua tentangnya, suaranya tingkahnya. Ah apapun itu yang berkaitan dengannya.

"Aku terima tawaran kamu."

"Tawaran apa? Aku pernah nawarin apa sama kamu?" wajahnya semakin bingung.

"Tawaran bahwa aku juga suka sama kamu, aku mau jadi pacar kamu."

Senyum di wajah Sendy kembali hadir, raut bahagianya membuat ku ikut bahagia jika terus bersamanya.

"Itu bukan tawaran, itu pernyataan." katanya sambil tersenyum

"Tapi kamu benar?" lanjutnya.

Aku pun mengangguk sambil tersenyum, dia pun ikut tersenyum. Lalu Sendy melihatku dan mencubit pipiku. Aku memberikan raut wajah bahagia ku, rasanya aku tidak ingin mengakhiri hari ini.

Dan mulai saat ini, aku dan dia menjadi sepasang kekasih. Rasanya aku sangat senang sekali. Aku tidak pernah berpikir, ketika saat aku mulai berpacaran dengannya. Disitulah gerbang sakit hatiku dimulai. 

------

Patah HatiWhere stories live. Discover now