You Lucky (Kamu Beruntung)

782 62 6
                                    


Debo berjalan keluar dari kamar mandi menuju lantai bawah. Tanpa sengaja, ia mendengar sesuatu, seperti benda terjatuh dari balik pintu ruangan yang paling dekat dengan tangga. Pintu itu terbuka sedikit. Debo yang penasaranpun mendekat ke arah pintu itu. Ia mendengar dengan jelas, suara deruan nafas yang tak beraturan dan berat dari dalam ruangan itu. Ia juga mendengar seseorang sedang merintih kesakitan.

Tanpa ragu, Debo membuka pintu itu dan masuk kedalam. Debo terkejut seketika melihat seorang pemuda –sepantaran dengannya, yang tersungkur disamping tempat tidur dan tangannya dengan susah payah menggapai botol obat yang terjatuh di lantai. Wajah pemuda itu sudah pucat, bibirnya membiru. Sang pemuda masih berusaha mengambil obatnya dengan nafas yang tersenggal hebat.

"Astaga! Lo kenapa?" Debo bersimpuh disampingnya.

"To...hh...long obat gue...hh..." Katanya memohon. Debo dengan cepat mengambil botol obat itu dan mengeluarkan beberapa butir obat. Ia mengangsurkannya pada pemuda itu tanpa air minum.

"Thanks." Ucapnya yang masih lemas. Ia menyandarkan tubuhnya di samping ranjang. Debo masih memperhatikan botol obat itu. "Inikan obat..." Debo membatin. Sepertinya ia tahu itu obat apa.

"Lo siapa?" Tanya pemuda itu dengan suara paraunya. Debo memalingkan pandangannya ke arah pemuda itu –yang menatapnya bingung.

"Gue Debo, gue temennya Sivia. Sorry kalo gue nggak sopan masuk ke kamar lo." Kata Debo menyesal. Pemuda itu tersenyum tipis.

"Tadi gue numpang ke kamar mandi, terus gue denger suara dari dalem sini. Ya gue masuk ajadeh." Tambahnya memperjelas.

"Nggak papa lagi, kalo lo nggak masuk ke sini dan nolongin gue, mungkin gue udah mati. Thanks ya sekali lagi." Ujar pemuda itu. Debo mengangguk.

"Oh ya, lo siapanya Sivia?" Tanya Debo. Sivia tak pernah bercerita tentang keluarganya.

"Gue Alvin, gue kakaknya. Lebih tepatnya gue kembaran Sivia yang hanya beda 5 menit dari dia."

"Gue nggak nyangka, Sivia punya kembaran. Dia ketutup banget sama gue. Eh iya, gue ke bawah duluan ya." Ijinnya sembari menyerahkan obat itu pada Alvin. Debo membantu Alvin duduk di ranjang.

"Deb, jangan kasih tau kejadian ini sama Sivia. Gue mohon..." Pinta Alvin memohon. Debo mengangguk dan tersenyum miris melihatnya.

"Lo jangan bilang apapun sama Sivia. Lo jangan tanyain apapun tentang gue sama Sivia. Gue percaya sama lo."

"Lo ngapain ajasih? Lama amat? Lo kebelet apa lagi berenang?" Tanya Sivia bertubi-tubi. Debo mendelik kesal.

"Cerewet amat sih lo. Tadi panggilan alam gue." Cibirnya, ia langsung mengambil tempat disamping Sivia.

"Ayo De, lawan gue maen PS." Tantang Sivia antusias dan menyerahkan satu stick PS-nya.

"Ayo, siapa takut!" Sahut Debo tak kalah antusias. Di benaknya, Debo masih terbayang akan perkataan Alvin tadi. Ia janji, tak akan menanyakan Alvin pada Sivia atau apapun yang berhubungan dengan pemuda itu. Meski rasa penasaran membelenggunya.

"Vi, lo kenapa sih? Lo kayaknya cuek banget sama nyokap lo." Tanya Debo pada Sivia tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop dan jari-jarinya bergerak lincah memainkan stick PS.

"Udah deh, gue nggak mau bahas itu." Sahutnya tak peduli.

Debo menarik nafas berat. Seharusnya Sivia lebih bisa menghargai kehadiran orangtuanya terutama Ibu. Sivia lebih beruntung dan seharusnya Sivia bersyukur dengan apa yang ia miliki saat ini.

"Vi, lo tau? Lo beruntung masih punya keluarga yang lengkap. Sedangkan gue, gue hanya hidup berdua sama Papa. Lo seharusnya lebih bisa ngehargain itu. Lo seharusnya nggak nyia-nyiain kehadiran mereka. Banyak orang-orang di luar sana yang tak seberuntung lo yang masih bisa liat orangtua lo." Kata Debo berhenti bermain.

Sivia terdiam begitu lama, ia merenungi perkataan Debo. Jujur, ia sangat merindukan kehangatan sebuah keluarga yang utuh. Ia sadar, telah menyia-nyiakannya.

"Vi, gue pulang duluan ya, udah mau sore soalnya. Pikirin baik-baik perkataan gue. Hargain apa yang lo punya, jangan sampe lo nyesel dan gue harap nggak ada yang terlambat untuk memaafkan dan dimaafkan. Gue pamit Vi, titip salam buat bokap nyokap lo." Debo tersenyum sembari mengacak rambut Sivia yang tergerai. Ia berpamitan dan Sivia mengantarnya sampai depan gerbang.

"Hati-hati."

*

BREATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang