23 √

3.7K 736 66
                                    


Sorry, aku enggak baper cuma kadang agak jengkol(e)  aja 😀 mungkin efek PMS mau dateng. Serius aku enggak marah karena masalah dikit. Buktinya aku di tuduh plagiat karya aku sendiri aja, aku ga koar-koar kan?  😀

Happy reading semoga ga bosen. Ini author noteku yang unfaedah and then TERIMA KASIH BUAT TEMAN-TEMAN yang sudah sediakan waktu buat baca ceritaku. Makasih sayangku 💝💝

Ps: Prinsip sekarang lebih baik enggak punya pacar dari pada nggak ada yang baca 😭😭

Naya terbangun tepat pada pukul 01 dini hari. Manusia cerdas mana yang tega membangunkannya di tengah malam seperti ini?  Tentu, siapa lagi jika bukan Abimana Husein.

Aktor tampan satu ini tidak bisakah memberikan Anaya ruang untuk beristirahat setelah tadi telinganya kesakitan akibat omelan Sheryl yang mengatakan Naya adalah manusia sok yang tidak pernah melihat bumi.

Implikasinya adalah Naya adalah gadis sombong yang merasa jika dirinya lebih baik dari orang lain. Naya bukan gadis sombong. Dia hanya gadis yang tidak boleh di pancing jika tidak ingin dikuliti.

"Duh, kenapa 'sih bangunin orang udah tengah malam gini?" Naya menoleh dengan mata tertutup ke sisi kiri dimana posisi Abi berada di sana.

"Aku di sini, Nay." Dengan lembut Abi memutar kepala Naya agar berhadapan dengannya yang berada di sisi kanan gadis itu.

"Kenapa?" tanyanya lagi dengan mata tertutup rapat. Sungguh, Naya saat ini sedang berada di batas alam kesadarannya dan Abi justru membangunkan tidur cantiknya.

"Aku mau ngomong sesuatu sama kamu, Nay."

"Ck, 'kan bisa besok."

"Enggak bisa, Nay. Aku mau sekarang."

Mengalah, akhirnya Naya memilih membuka kelopak mata sepenuhnya dan menatap Abi tepat di manik mata tajam pemuda itu.

"Kenapa 'sih?" tanyanya kesal.

"Ikut aku, Nay." Abi menggengam tangan Naya berusaha untuk membuat Naya bangkit dari tempat tidur namun nyatanya gadis itu bergeming seolah tulang kakinya tidak memiliki tenaga untuk berdiri.

Tersenyum lembut kini Abi menggantikan posisinya membopong Naya dan membawanya menuju balkon kamar mereka.

"Dingin," gumam Naya sedikit gemetara. Gadis cantik itu mengeratkan pelukannya pada sang suami guna menghalau rasa dingin yang menusuk jiwa.

"M-mau ngapain?" Lagi, Naya bertanya berharap mendapat jawaban memuaskan. Jika tidak, maka Naya tidak akan segan-segan untuk melempar Abi dari atas balkon saat itu juga!

"Nay, aku tahu kalau hubungan di antara kita ini adalah hasil perjodohan yang dilakukan orangtua kita," ucap Abi memulai pembicaraan.

Tatapannya menerawang jauh di langit gelap malam yang tidak memiliki bintang satu pun.

"Kuntilanak makan bakso juga tahu kalau kita di jodohkan," sinis Naya tanpa menutupi ketidaksukaannya. Bagaimana tidak suka jika Abi membangunkan dirinya tengah malam hanya untuk membahas hal yang semua orang terdekatnya juga tahu.

Abi mengulum senyum ketika mendengar sahutan istrinya. Pemuda itu kemudian melanjutkan kembali apa yang ingin ia ucapkan dan tahan selama pernikahan mereka. Abi hanya ingin menuntaskan akar permasalahan mereka sebelum akad nikah saat itu.

"Aku tahu." Abi tersenyum menatap manik mata istrinya dalam. "Aku memang pernah menjalin hubungan dengan Siandra tapi itu sudah lama. Aku marah saat itu bukan karena aku belum bisa move on dari dia," imbuhnya masih dengan menatap lurus ke dalam pancaran pesona sang istri.

Abi menghela napas kemudian berujar lagi, "aku marah karena kamu sebagai calon istriku membahas orang lain di saat kita akan menikah. Aku marah karena tidak ada rasa percaya yang coba kamu tanam untuk aku seperti apa yang aku lakukan ke kamu."

"Tapi, setelah kejadian itu, aku akhirnya mikir kalau aku salah waktu itu. Salah karena aku enggak membicarakan tentang komitmen sama kamu, Nay." Abi kembali menjeda ucapannya sejenak kemudian kembali melanjutkan, "aku minta maaf atas semua kesalahan aku sama kamu."

"Kamu mau 'kan Nay menjalani komitmen sama aku sampai tua?  Menjalin hubungan kepercayaan yang kita anut sebagai pondasi untuk rumah tangga kita? Membangun rumah tangga yang harmonis dan akan membuat orang-orang terinspirasi dari kita?" Abi menatap Naya dengan harapan penuh. "Kamu mau, Nay? Karena aku ingin pernikahan yang aku jalani sekali untuk seumur hidup. Satu kali untuk satu perempuan yang akan menjadi ibu masa depan untuk anak dan cucuku nanti."

"Apa kamu bersedia, Anaya Bilqis?"

Naya bergeming masih mencerna setiap ucapan yang terlontar dari bibir Abi. Sejenak Naya ragu langkah apa yang akan ia ambil kemudian ia menghela napas sebelum mengambil keputusan yang mungkin akan mengubah aura pernikahan mereka yang sedari awal datar kini mungkin nanti penuh warna.

"Aku mau asal kita berpegang teguh pada kesetiaan dan kepercayaan. Tapi, satu kali kamu mengecewakan aku dengan melakukan satu di antara kedua komitmen kita, maka--" Naya menjeda ucapannya menatap Abi tajam. "Aku enggak akan segan buat kamu dan orang yang terlibat menyesal," ancamnya tidak main-main.

Menghela napas lega Abi tersenyum lebar kemudian mendekatkan bibirnya dengan bibir Naya lalu mulai mengecup perlahan bibir kering itu hingga menjadi lumatan kecil.

Abi melepas tautan bibir mereka menatap Naya tegas. "Terima kasih, Nay, karena kamu sudah kasih aku kesempatan," ucapnya tulus.

Kembali Abi menautkan bibir mereka menciptakan lumatan lembut membakar kalbu. Tanpa melepaskan tautannya, Abi melangkah masuk menutup pintu yang mengarah ke balkon menuju tempat tidur mereka berada.

Malam ini tepat pukul dini hari, Abi menyatakan komitmen seumur hidupnya yang di setujui Naya dengan pertimbangan beberapa hal.

Keduanya menyatu meski tanpa adanya ucapan cinta  yang terlontar. Keduanya menyatu dengan berpegang erat pada sebuah komitmen, dan keduanya menyatu menyongsong masa depan bersama meski terkadang ego lebih di utamakan.

Menjelang pagi, Abi turun dari tangga dengan wajah fress. Pemuda itu menghampiri umi di meja makan dan mencium pipinya lembut. Setelah itu ia menghampiri Aley sembari mengacak rambut adik satu-satunya yang membuat Aley menganga tak percaya.

Kapan terakhir Abi menyentuh kepalanya?  Mungkin sekitar beberapa tahun yang lalu ketika ia berusia 8 tahun. Aley dan uminya  saling melirik heran sementara yang di lirik justru acuh dan mengambil posisi duduk di sebelah kanan Aley.

"Sarapan apa hari ini, Umi?" tanyanya dengan senyum hangat. Abi menatap meja makan yang terlihat masih belum ada sarapan pagi mereka.

Umi Anisa menjawab, "nasi goreng dan lagi dibuat sama Dilla, Bi."

"Dilla?" Sebelah alis Abi terangkat menatap uminya.

Sekali lagi wanita paruh baya itu mengangguk lalu menjelaskan jika Dilla yang ingin memasak sarapan pagi ini untuk semua orang.

"Kak Nay mana,  Kak?" tanya Aley penasaran. Gadis cantik itu sudah mengedarkan pandangannya dan tidak melihat keberadaan Naya sekaligus untuk mengalihkan pembicaraan tentang Dilla yang membuat Aley sedikit tidak menyukainya.

Mendengar nama Naya, Abi kembali tersenyum. Pemuda itu membayangkan hal yang ia lakukan tadi malam dan tanpa sadar membuat pipinya bersemu.

Mendadak Abi tidak lagi merasakan lapar di perutnya ketika mengingat tentang Naya.
"Naya di kamar masih tidur." Abi menatap uminya melas. "Umi, aku minta tolong jangan di bangunkan Naya ya," imbuhnya membuat Umi Anisa menatapnya curiga.

"Tolong saja, Umi--" Abi bangkit dari kursinya berjalan pelan menghampiri umi dan mencium punggung tangannya. "Aku berangkat dulu, Umi. Hampir telat," ucapnya sambil melirik jam tangan. 

Kemudian Abi berlalu begitu saja tanpa menunggu sarapan yang tengah di buat Dilla dengan harapan bisa menarik minat Abi. Karena orang yang ingin ia berikan sarapan spesial kini sudah berada di dalam mobil menuju lokasi syuting.

PENGANTIN KHAYALANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang