2. Kapan pulang sih?

20.4K 2.7K 360
                                    

Aku ini ratu hatimu. Tapi jika di rumahmu, aku ibarat selir. Ditatap permaisuri, cuma bisa meringis sedih.

Kejadian juga kan. Hari ini Abel kerja dan aku ditinggal bersama anakku saja di rumah Ibunya.

Mana katanya dia yang bilang kami  cuma semalam saja di sini. Yang ada sudah 2 hari aku harus kuat-kuat hati tinggal di rumah mertuaku ini.

Entah aku yang berlebihan atau seperti apa, aku juga kurang paham. Yang jelas aku tidak nyaman.

Seperti pagi ini, suara pelan-pelan ketukan dari luar kamar terdengar. Aku sudah tebak, pasti Mama mertuaku yang datang.

Masih dengan tertatih, serta satu tangan memegang botol susu, aku membuka pintu kamar ini.

Tepat di hadapanku, ada Mama mertuaku yang tersenyum. Melirik sekilas pada putraku yang masih terlelap di atas ranjang.

"Mumpung dedek tidur, kamu mau sarapan apa? Nanti Mama beliin,"

"Apa aja, Ma. Terserah Mama," ringisku tak enak.

Ya jelas tidak enak. Masa aku tega request segala macam makanan untuk sarapan, tapi kasih uang saja tidak. Yang ada kurang ajar sekali aku.

"Ih, jangan terserah gitu. Kamu harus banyak makan biar air susunya banyak. Dengar kan kata dokter kemarin itu, air susumu memang masih sedikit keluarnya. Tapi bukan berarti nggak bisa banyak. Mama yakin kalau kamu rajin makan daun katuk, sayur pepaya sama jantung pisang, pasti nambah deh asi nya."

Aku tidak berani menolak saran dari Mama mertuaku. Meski ketiga nama yang dia sebut itu belum pernah aku makan, aku cuma bisa diam.

"Buat sarapan Mama beliin bubur ayam dulu ya. Nanti Mama masakin sayur pepaya buat kamu,"

"Ya, Ma."

Sebelum dia pergi, kembali lagi Mama melirik putraku sekilas lalu tersenyum ke arahku.

Memang benar kata Abel, anak kami adalah cucu pertama buat Mama. Karena itu perhatian Mama sungguh luar biasa.

Tapi mengapa aku masih tidak nyaman?

Coba kalau aku di rumah, tidak perlu repot-repot berpikir ini dan itu, Mamaku seperti memiliki ikatan batin sendiri.

Bahkan kurang ajar sekali aku, untuk menyapu rumah saja jarang aku lakukan.

Terserah komentar apa yang akan orang lain berikan padaku. Yang jelas aku jarang menyapu di rumah Mamaku sendiri karena ya kupikir percuma. Anak kakakku ada 3. Dan ketiganya suka sekali menyampah. Entah itu makanan yang berserakan, atau botol susu yang gelinding di mana saja. Mengerikan bukan?

Lalu untuk apa aku bereskan jika ada 3 makhluk yang setia akan membuat kotor kembali.

Maklum saja, rumah Mamaku itu seperti tempat penitipan anak. Pagi-pagi, sebelum dimandikan atau bahkan masih tidur, kakakku sudah menitipkan anaknya ke Mamaku. Lalu mereka baru mengambilnya ketika sore.

Meski keadaanya selalu seperti itu, tetap saja aku lebih nyaman di rumah Mamaku sendiri.

Rasanya baru sekejab aku melamun, Mama mertuaku sudah mengetuk pintu kembali.

Kini dia membawa styrofoam yang berisi bubur ayam serta kerupuk yang dibungkus dengan plastik bening.

Sambil menyerahkan sendok kepadaku, dia menatap putraku lagi. Entah apa makna dari tatapannya, namun dari tebakanku, dia ingin mencium bayi itu, tapi karena takut mengganggu Mama malah terlihat seperti maling.

"Makan dulu yang banyak, Mama mau masak dulu."

Aku mengangguk saja. Setelah mengatakan itu dia langsung pergi.

Ghena and Parent in LawTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang