Bab3. Rencana

Mulai dari awal
                                    

Daniel mendengkus, memutar kedua bola matanya, jengah. "Jika kau tahu selera Eve dengan baik, kenapa kau masih belum bisa mendapatkannya? Ucapanmu terdengar seperti omong kosong di telingaku."

"Kenapa kau berkata seperti itu?" bela Sam. Tatapannya kini tertuju kepada Jung Woo. "Hyung, apa kau masih tertarik kepada Eve?" tanyanya, menyelidik. "Kupikir akan lebih baik jika kau mencari wanita lain," tambahnya saat tidak mendapat jawaban.

Ia menjeda, menarik napas dalam lalu mengembuskannya pelan. "Eve hanya akan membuatmu sakit kepala," ucapnya, yakin. "Dan kenapa kau begitu ingin hyung menikah dengan Eve?"

Daniel mengangkat satu bahunya tak acuh. "Tentu saja karena alasan ekonomi," jawabnya jujur. Sebuah bantal melayang lurus ke arahnya, beruntung Daniel bisa menghindar lemparan Eric dengan gesit. "Keluarga kita akan semakin kuat jika terikat ikatan pernikahan. Iya, kan?"

Hening, ketiga lawan bicaranya tidak ada yang menjawab.

Daniel bergumam pelan, kedua matanya disipitkan sempurna. Dia masih berpikir jika Eve dan anak ingusan itu memiliki hubungan khusus.

"Serius, Hyung, apa kau benar-benar menyukai kakakku?" tanya Eric, mengalihkan pembicaraan. Ekspresinya terlihat sangat serius. "Kau bisa terluka jika menyukai kakakku. Dia bukan wanita yang mudah untuk kau dapatkan."

Jung Woo tidak langsung menjawab. Ia tersenyum kecil, mengulurkan tangan untuk mengambil telepon genggam milik Daniel yang digeletakkan begitu saja di atas meja. "Kenapa kalian harus mengkhawatirkan diriku? Sepertinya kalian harus mengkhawatirkan diri kalian sendiri." Ia memperlihatkan layar telepon genggam milik Daniel ke arah Eric dan Sam. "Sepertinya kakak perempuan kalian sedang mencari adik baru."

"Ambil saja," seru Sam, ketus. "Aku akan sangat senang jika dia melakukan hal itu."

"Hati-hati dengan ucapanmu!" tegas Jung Woo, serius. "Kakakmu sangat sulit ditebak," sambungnya, mengingatkan.

.

.

.

Di tempat lain, kehidupan Jae Yong tidak semulus kulit wajahnya. Dia tidak dilahirkan dari keluarga kaya, kedua orang tuanya pun telah tiada. Jae Yong harus bekerja keras untuk mempertahankan beasiswa di SMA Hwang. Dia sangat bersyukur karena Tuhan memberinya otak cerdas, hingga dirinya mampu mempertahankan bea siswa hingga tahun ketiganya.

Rasa iri dari siswa lain tidak banyak membantu. Jae Yong tidak memiliki banyak teman, tapi dia memiliki banyak penggemar wanita. Dia bersyukur bisa mendapatkan bekal makanan gratis dari penggemarnya, karena artinya dia bisa berbagi dengan anak-anak panti asuhan yang lain. Jae Yong harus keluar dari panti asuhan setelah usianya tujuh belas tahun dan tinggal di sebuah apartemen kecil saat ini. Dia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, dan terkadang dia juga masih membantu pekerjaan di panti asuhan tempatnya tinggal selama delapan tahun.

"Sampai kapan kau akan menebar pesona?" seorang siswa menggebrak loker milik Jae Yong, keras. "Kau pasti mengincar salah satu siswi untuk memperbaiki kehidupanmu. Iya, kan?"

"Kenapa kalian terus mengganggunya?" tanya seorang siswi dari kejauhan. Dia bergerak cepat, mengangkat dagu dengan sikap menantang. "Jangan mengganggunya!"

Pertengkaran pun tidak dapat dihindari. Jae Yong menggelengkan kepala, terlalu malas berurusan dengan masalah yang terus terjadi berulang-ulang. Dia harus segera pulang, pekerjaan sampingannya sudah menunggu. Langkahnya terhenti saat seseorang menarik kerah jas seragamnya dari belakang. Beberapa siswi yang melihat kejadian itu menjerit keras, lalu berlari berusaha menyelamatkan siswa populer itu dari tangan beberapa siswa yang cemburu.

TAMAT - Lavender DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang