Kenangan di Tangkuban Perahu

1K 31 1
                                    

Teman-teman silahkan mampir 😊😊😊

#TERGODA_MASA_LALU
Oleh : Puing
Part.2

"Gila, ini beneran kayak jaman kita masih kuliah. Numpang absen dan bolos, hihihi..." Prada cekikikan saat kami berada di koridor kelas. Baru saja kami ijin keluar ruang seminar masing-masing. Persis seperti anak kuliah yang bolos.
"Ini namanya totalitas mengenang masa lalu," jawabku sambil terus berjalan melewati lorong-lorong hotel hingga sampai di loby.
"Kamu tunggu sini ya, aku ambil mobil," ucap Prada, dia setengah berlari menuju parkiran.
Tak lama kami sudah duduk berdua di dalam mobil. Membaur dengan lalu lalang jalanan Ibukota.
"Serius kita ke Bandung?" tanyaku memastikan lagi.
"Serius lah, apa kamu mau pulang saja ke Jogja?" ucapnya balik bertanya.
Aku tertawa, "Mau apa pulang kan jatahnya seminggu di Jakarta."
"Makanya, Jakarta-Bandung kan nggak terlalu jauh lagi pula kita memang sudah berniat napak tilas, jadi enjoy aja Baby.." ucap Prada dan ia menekan alat pemutar musik di mobilnya.
Lucky Jason Mraz pun mengalun merdu menemani perjalanan kami.

Perlahan aku malah tertidur di mobil. Sama sekali tak merasa sampai.
"Bangun Sayang..." aku merasa ada nafas yang berbisik sangat dekat denganku. Mataku segera terbuka dan
Duukk..
"Adduuh..." seru kami bersamaan. Jidatku terantuk dagunya.
"Ngapain sih..." keluhku sambil memegangi jidatku yang memerah.
"Aku cuma mau bangunin kamu, kamunya malah kaget."
Prada juga masih mengelus-elus dagunya yang kesakitan.
"Kita udah sampai. Mau jalan apa naik kuda?" tawarnya dan mengajakku keluar mobil.
Udara Tangkuban Perahu memang luar biasa. Dingin dan sejuk. Lalu lalang pengunjung mulai ramai. Di sisi jalan banyak yang menawarkan kuda. Di area masuk terbagi dua. Satu ke obyek wisata jalan lain ke area
pasar cinderamata. Kami memilih ke obyek wisata.
Kawah-kawah curam dibatasi dengan pagar besi maupun kayu. Batuan sebagai tempat duduk juga dipadati pengunjung. Kami masih terus berjalan mencari tempat yang tenang untuk duduk dan menikmati keindahan alam ini.
"Ini tebing kita," ucapnya sambil merentangkan tangan saat kami sampai di sebuah batuan tebing dengan pemandangan indah di bawahnya.
"Memang iya? Masa kamu masih ingat, beberapa tempat juga sudah berubah kok."
Prada melihat sekitar. "Bener, lihat sini!" ia melambaikan tangan mengajakku mendekatinya.
"Duduk," ucap Prada menyuruhku duduk di batu itu. Prada mundur beberapa meter dan mengeluarkan gawainya.
Dia memotretku ternyata.
"Lihat!" kali ini dia menunjukkan hasil foto yang baru saja dan sebuah foto lain yang aku sendiri bahkan tidak tahu pernah di foto di situ.
"Apa ini?" tanyaku terkejut.
"Ya kamu lah jaman masih langsing," Prada cekikikan menunjukan foto itu. "Hei sembarangan sekarang aku juga masih langsing kok!" belaku sambil memperhatikan dua foto itu.
Ya. benar ini tempat yang sama. Orang yang sama pula. Di tahun yang berbeda. Meski kualitas fotonya juga berbeda.
"Aku kok nggak tahu punya foto ini, padahal lumayan cantik ya.." ucapku memuji diri sendiri.
"Narsis..." Prada mengusap lagi kepalaku. Ah aku suka caranya mengusap kepalaku. Bukan usapan lembut bukan, tapi apa ya.. susah aku definisikan. Rasanya saat ia mengusap kepalaku aku jadi merasa seperti anak kucing yang dielus oleh pemiliknya.
"Iya dulu aku ambil foto kamu diam-diam," jawab Prada. "Nggak cuma ini kok," lanjutnya.
Aku terperangah. Nggak cuma ini, serius ada lagi. Prada, aku seperti merasa dia jadi secret admire ku nih.. Hem.. aku memang suka Prada tapi aku juga nggak pernah malah curi-curi foto dia begitu. Lah dia? Duh.. coba aja dulu aku tahu Prada suka ambil fotoku diam-diam.
"Ih malah senyum-senyum, bangga ya?"
"Kenapa kamu nggak bilang?" tanyaku sambil menatapnya.
"Bilang apa?" tanyanya datar.
"Perasaanmu lah," jawabku.
"Malu."
"Karena aku jelek?"
"Iya."
"Iiih jahatnya!!" ku pukuli bahunya karena sebal.
"Nggak-nggak, kan kamu sendiri yang bilang, dalam sahabat nggak ada cinta."
Aku seperti teringat masa itu. Benar. Di tempat ini. Prada menanyakan hal itu.

"Jul, Sonya sama Andre kan sahabatan ya," ucap Prada saat itu.
"Iya."
"Mereka sekarang pacaran loh."
"Masa, ya nggak enak lah. Nanti kalau putus gimana? Sahabatannya juga putus?"
"Ya nggak tahu."
"Dalam sahabat itu nggak ada cinta."

Frame ingatanku jelas sekali terekam seperti file video yang diputar ulang. Jelas sekali.

"Hei ngelamun!" seru Prada sambil menepuk bahuku.
Aku cuma tersenyum mengingatnya.
"Kamu nyesel dulu kita nggak pacaran?" tanya Prada.
Aku kembali tersenyum. Pandanganku menunduk melihat bebatuan di bawahku. Nyesel? Aku nggak tahu. Yang aku tahu seharusnya dulu kami bisa pacaran. Meskipun tidak kami lakukan.
"Memang apa bedanya kalau kita pacaran?" tanyaku.
"Iya juga ya? Hahaha..." Prada tertawa memikirkannya.

Pacaran atau tidak. Aku dan Prada justru punya banyak kenangan. Banyak perjalanan. Banyak konflik maupun intrik. Bahkan skandal pun kami punya.

"Bedanya kalau sampai dulu kita pacaran palingan aku diselingkuhin," ucapku langsung.
"Impas dong, berani jamin kamu juga pasti selingkuh!" jawab Prada.
Ah sialan. Begini nih kalau teman. Kita tahu kartu kita masing-masing. Tahu banget kalau kita bisa jalan sama si A dan chatingan sama si B.
Tahu banget kalau habis putus sama si A malamnya jalan sama si B. Tahu semua.

"Udah yuk balik," ajak Prada sambil membetulkan jaketnya.
Hah? udah. Jauh-jauh dari Jakarta ke Bandung cuma buat duduk doang di batuan ini dan pulang.
"Ayoook..." Prada menarik lenganku dan menuruni setapak bebatuan.
Kami bahkan tak mampir ke oleh-oleh dan langsung masuk mobil.
"Kenapa sih?" tanyaku saat kami sudah masuk mobil.
"Nih!" Prada menunjukkan sebuah pesan.

'Sayang dimana?'
'Di hotel tempat seminar lah.'
'Jangan bohong, kamu ijin kan nggak ikut seminar?'
'Oh iya tadi ijin sebentar.'
'Oooh jangan macem-macem ya!'

Ku kembalikan gawainya sambil terkekeh. "Ternyata ada yang ketakutan nih."
"Sial, bukannya ketakutan kalau sampai dia marah kan bahaya."
Aku masih tertawa.
"Kalau dia marah dan tak kasih jatah emang kamu mau gantiin? nggak kan?"
Aku memukul pundaknya lagi.

"Tapi aku heran, dia tahu dari siapa?" Prada mengeryitkan dahinya.
Ah aku tahu. Thalia. Dia pasti yang bilang ke istrinya Prada.

Mobil pun menuruni lereng Tangkuban Perahu membaur di jalanan Bandung. Kami berhenti di dua pemberhentian untuk makan dan bersantai sejenak. Dan kembali lagi menuju Jakarta.
Sore hari kami sampai di hotel tempat seminar berlangsung.

"Lain kali kita pergi malam saja, biar nggak bolos," ucap Prada saat kami sampai di basement. Ucapannya itu seperti seorang yang baru menemukan akal setelah cara monoton gagal.
"Lain kali, ogah ah ngeri sama istri kamu!"
"Hei serius, napak tilas kita belum selesai. Kamu nggak mau ke kampus?"
tawarnya.
"Ah kampus?" Prada keluar dari mobil dan setengah berlari meninggalkanku. Kepalanya masih menoleh ke kanan dan ke kiri seperti khawatir.

Kampus? Tentu aku ingin sekali ke sana. Duduk di bawah pohon rindang sambil membaca novel. Atau sekedar melamun menikmati semilir angin di atap gedung. Semua akan indah.

Apalagi aku melewatinya dengan dia, Prada.

--------

Mohon kritik saran like dan komentarnya semua...
terimakasih sudah berkenan membaca kisah Juli dan Prada
Nantikan kisah mereka selanjutnya 😊😊😊

vote yaaa

Tergoda Masa Lalu (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang