Eve melangkah keluar dari dalam mobil setelah seorang supir membukakan pintu penumpang untuknya. Wanita itu merogoh ke dalam tas tangan kulit yang ia bawa, sedikit menyesal karena mengabaikan beberapa pesan masuk yang dikirim oleh Bibi Kim kepadanya.

Untuk beberapa saat Eve bergeming, berdiri dengan kedua bahu tegang di depan mobil. Ia menarik napas dalam, mengeluarkannya pelan sebelum berjalan masuk ke dalam rumah. Dagunya diangkat tinggi, dengan ekspresi datar dia melangkah masuk, mengabaikan bisikan serta lirikan beberapa orang tamu.

Tanpa mengatakan apa pun dia melangkah naik, melewati satu per satu anak tangga menuju ke kamarnya di lantai dua. Eve bisa mendengar suara tawa Samuel—adik bungsunya yang hari ini genap berusia dua puluh lima tahun serta suara tawa Eric—adik keduanya yang berusia dua puluh tujuh tahun. Dari ujung mata dia bisa melihat kedua adiknya tengah menari, tertawa keras bersama beberapa orang wanita muda yang nyaris telanjang?

Eve menggelengkan kepala, dia akan bicara dengan keduanya besok, setelah tamu-tamu kedua adiknya pergi dari kediaman mereka. Wanita itu tidak memperlihatkan emosi apa pun saat seorang pria setengah mabuk menghalangi jalannya.

"Bukankah kau Nona Lee?" tanya pria muda itu sembari mengacungkan botol minuman keras ke arah Eve. Bau alkohol tercium, begitu mengganggu hingga Eve memalingkan muka. Pria itu mencondongkan tubuh, lalu mengendus ke arah lawan bicaranya dengan sikap tidak sopan. "Kau tidak seperti yang mereka katakan," ucapnya tidak jelas.

Eve mengembuskan napas keras, sedikit merasa lega saat Daniel, salah satu sahabat adik keduanya datang lalu menarik pergi pria itu. Dengan gigi gemeretak Eve melanjutkan perjalanan. Pekerjaan yang menumpuk, pertemuan penting yang memakan waktu lama dan makan malam yang terlambat membuat suasana hatinya tidak terlalu baik malam ini. Yang ia inginkan saat ini hanya mandi air panas, segelas susu hangat dan tidur. Namun, sepertinya keinginannya harus ia simpan dalam-dalam saat menemukan sepasang penyusup yang masuk ke dalam kamarnya dengan sangat tidak sopan.

Kedua penyusup itu terlihat setengah mabuk, nyaris telanjang di atas ranjang milik Eve sembari saling mencumbu satu sama lain. Sang pemilik kamar hanya terdiam untuk beberapa saat hingga akhirnya kemarahan menguasai dirinya dengan cepat. Eve melempar tas tangannya ke arah pria yang tengah menindih pasangannya di atas ranjang. Suara erang kesakitan terdengar keras saat tas tangan Eve tepat mengenai kepala pria itu.

Dengan langkah cepat Eve berjalan menuju ranjang, lalu menjambak rambut kedua sejoli itu tanpa ekspresi. Ia bergeming saat wanita yang dijambaknya meronta, memukul dirinya secara membabi-buta. Eve mendorong keduanya keluar dari dalam kamar, lalu berbalik hanya untuk mengambil pakaian yang tercecer di atas ranjang. Wajahnya memerah, marah saat melempar pakaian itu ke wajah kedua penyusup.

Di lantai satu, Daniel nyaris tersedak oleh minumannya saat melihat Eve berdiri dengan ekspresi menakutkan, menatap kedua penyusupnya dengan tatapan penuh peringatan. Daniel menepuk bahu Eric, lalu menunjuk ke arah lantai dua.

"Shit!" gumam Eric yang langsung disetujui oleh Daniel. "Apa yang mereka lakukan di sana?" erangnya, terlihat frustrasi. Dengan langkah berat ia berjalan ke arah Sam yang masih larut di dalam dunianya. Adiknya tengah memeluk wanita muda yang sudah hampir setengah tahun ini menjadi kekasihnya. "Sam, kita ada masalah," ucap Eric.

Sam tidak langsung menjawab. Ia mengikuti arah pandangan kakak keduanya. Musik segera berhenti saat mendengar suara melengking wanita muda yang ditarik paksa Eve dari dalam kamarnya. "Ck, tolong jangan katakan mereka masuk ke dalam kamar kakak kita," ucapnya, terdengar seperti sebuah permohonan. Sam melepas pelukannya, lalu berjalan mengikuti langkah Daniel dan Eric menuju lantai kedua.

Eve tidak membalas makian yang dilontarkan wanita muda di hadapannya, dengan sikap terkendali dia memanggil beberapa pelayan. "Buang semua barang di dalam kamarku!" perintahnya bernada dingin. "Semua barang yang mereka sentuh harus kalian singkirkan."

Lima orang pelayan pria langsung mengangguk dan mengerjakan perintah nona mudanya. Tidak lama berselang, Bibi Kim berjalan. Dia sengaja belum tidur untuk menunggu Eve pulang, malam ini. "Ada apa?"

Eve mendengkus sebelum menjawab, "Mereka bercumbu di dalam kamarku," ucapnya tanpa ekspresi.

Eric dan Daniel yang mendengarnya langsung berhenti berjalan. Keduanya memaki ketololan dua orang tamu Sam, malam ini. Dari semua kamar yang ada, kenapa mereka malah memilih kamar milik Eve? Tolol, batin keduanya kompak.

Tatapan Eve bersirobok dengan Sam. "Ganti semua barang-barang di dalam kamarku, Sam akan membayar tagihannya."

"Aku?" erang Sam, tidak terima. "Kenapa harus aku?"

"Mereka tamumu," jawab Eve singkat. "Apa aku harus membebankan tagihannya kepada Eric?" tanyanya, tenang.

Sam menghitung di dalam hati, berusaha menenangkan nada bicaranya sebelum menjawab, "Kenapa kau membesar-besarkan masalah ini?"

Eve mengangkat tipis sudut mulutnya. "Menyusup ke dalam kamar orang lain tanpa izin kau sebut bukan masalah besar?" Ia balik bertanya, mengabaikan fakta jika mereka menjadi pusar perhatian saat ini. "Kau mengundang mereka bukan?"

Sam tidak bisa menjawab. Dia memang mengundang kedua penyusup itu ke pestanya. Keduanya merupakan teman satu angkatan Sam saat kuliah, mereka masih berteman baik hingga sekarang, tentu saja dia harus mengundang mereka ke perayaan ulang tahunnya, kan?

"Kau harus belajar bertanggung jawab!" tegas Eve, sebelum berbalik pergi.

"Apa kau tahu apa yang mereka katakan tentang dirimu?" ucap Sam membuat langkah kaki Eve terhenti seketika. Kakak perempuannya tidak menjawab, sementara Sam kembali bicara dengan penuh emosi, "Mereka mengatakan kau seperti nenek sihir!"

Eric berjalan maju, berusaha menghentikan adik bungsunya. Sam bergeming, menepis tangan kakak keduanya dengan keras.

"Pria waras mana yang mau menikah denganmu jika bukan karena harta?" ujar Sam mengundang kesiap dari beberapa tamu undangan. Ia tertawa senang melihat punggung kakak pertamanya yang mulai menegang. "Berhenti bersikap seperti orang tua untukku. Aku muak!" bentaknya, kesal. "Aku malu menjadi adikmu; Lavender Lee si wanita berhati besi. Kau bahkan lebih buruk dari nenek sihir. Kenapa kau tidak ikut mati bersama orang tua kita?"

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi kanan Sam. Ekspresi Bibi Kim terlihat sangat terluka saat menatap salah satu anak asuhnya. "Berani sekali kau bicara seperti itu kepada kakakmu!" ucapnya dengan suara bergetar. "Kakak perempuanmu menjalankan tugasnya dengan baik," sambungnya, tidak terima. "Minta maaf kepadanya!"

"Aku tidak akan meminta maaf kepadanya!" balas Sam, menolak tegas. "Dia memperlakukan teman-temanku seperti sampah. Apa dia pikir dirinya seorang ratu? Dia hanya seorang wanita muram."

Eve mengembuskan napas keras, ekspresinya masih terlihat datar saat berbalik lalu berjalan ke arah Sam. "Segera tiup lilin kue ulang tahunmu, Sam!" ucapnya dengan nada tertata. "Bisikkan keinginanmu dan berharaplah agar aku cepat mati!" bisik Eve di telinga adik bungsunya.

Sam hanya menggertakkan gigi, kedua tangannya terkepal erat. Dia tidak menyangka kakak perempuannya masih bisa memberikan sebuah perlawanan.

Eve kembali berjalan, meyakinkan bibi asuhnya jika dia baik-baik saja. Malam ini dia memilih untuk tidur di dalam kamar kedua orang tuanya. Eve bahkan tidak mau repot mengganti pakaiannya dan mencuci muka. Dia menyelimuti tubuh dengan selimut, dan air matanya turun bertepatan saat Eve memejamkan kedua matanya.

.

.

.

TBC

TAMAT - Lavender DreamsNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ