Paman mengangguk setuju.

"Kalau begitu, Paul berangkat dulu, ya, paman." Paul dan Muhzeo mulai menyakini Paman secara bergantian.

"Paman mau ikut Dira cari makan?" tanyaku setelah kedua temanku tadi lenyap dari pandangan.

"Kamu dengan Elsa saja. Paman jaga mobil di sini," ujar Paman sembari tersenyum.

Aku mengangguk saja dan segera masuk ke dalam mobil untuk membangunkan Elsa.

"Elsa, bangun kebo!" Badan super kecil itu nampaknya sangat sulit sekali untuk disuruh bangun. Aku sempat kewalahan dibuatnya.

"Auh, ngantuk," gumamnya sembari tertidur kembali.

Aku tersenyum. Pikiran jahil kini terbesit di pikiranku. Aku yakin sekali jika cara ini akan ampuh!

"Paul? Paul gapapa? Paul bangun!" teriakku yang mencoba untuk berpura-pura drama.

Dengan sigap Elsa langsung bangun dengan mata membulat sempurna.

"Mana Paul? Paul kenapa? Di mana dia? Paul!" teriaknya kacau setengah sadar.

Aku tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutku yang tak kuat menahan geli. Dasar bucin!

"Paul gapapa. Segitu cintanya sama paul?" tanyaku sembari tertawa puas.

"Kau ih! Bikin aku takut saja," ujarnya sembari menghirup udara dalam-dalam.

Aku menggelengkan kepala sembari tersenyum puas. Sebegitu sayangkah dia pada Paul?

"Antar aku cari makanan, yuk!" ajakku sembari mengambil tas selempang kecil dari dalam tas besar.

"Memang ini di mana? Sudah sampai? Yang lain mana?" Runtutan pertanyaannya dilayangkan bersamaan dengan kepalanya yang terus melongok ke sana- ke mari.

"Mobilnya mogok. Jadi, yang lain sedang cari bengkel. Paman di luar." Aku turun dari mobil disusul oleh Elsa. Kami berdua berjalan ke arah Utara setelah meminta izin kepada Paman untuk segera mencari makan. Tak butuh waktu lama, kami menemukan warung nasi pinggir jalan yang letaknya strategis dari jalanan yang lumayan sepi.

"Permisi, Bu, nasinya masih ada?" tanyaku sembari tersenyum ramah.

Sang Ibu tersenyum dan mengangguk perlahan. "Ada, Mbak. Silakan duduk," tawar ibu nasi tersebut sembari tersenyum.

"Mau nasi apa, Mbak?" tanyanya sembari jarinya lihai menyendok nasi dari dalam magic jar.

"Hm, kita makan di sini aja kali, ya, El?" tanyaku sembari memperhatikan beberapa lauk-pauk yang tersedia.

"Iyaudah, deh," sahut Elsa sembari memperhatikan jalanan yang kosong melompong.

"Nasi, ayam, capcay, dan es jeruknya satu. Terus kau apa, Elsa?" tanyaku.

"Nasi, telur, cumi, dan teh hangat aja," pesannya yang mulai membuka ponsel.

"Ya sudah itu, Bu. Dan nasi, ayam, sama sayur kentangnya dibungkus bikin tiga, ya. Minumnya es teh aja," timpalku.

"Ok, Mbak. Tunggu sebentar, ya," ujar Ibu tersebut sembari mulai menyiapkan makanannya.

Sambil menunggu, aku pun bermain permainan kuis di iPhone-ku.

"Mbak, ini pesanannya."Ibu nasi tersebut memberikan dua buah piring pesanan kami.

"Terimakasih, Bu." Kami berdua tersenyum hangat sembari bersiap mengisi kekosongan perut yang sudah berdiskusi sedari tadi.

"Sama-sama, Mbak. Oh iya, yang dibungkus mau nanti atau sekarang? Takut keburu basah kertas nasinya."

"Nanti dulu saja, Bu," ujarku seraya membersihkan tangan di mangkok kobokan.

Bisikan Mereka ✔Where stories live. Discover now