NAPW - Part 2

160K 5.8K 279
                                    

"Rakaaaaaa..... Rakaaa... tolong jawab telfon akuu." Wajah Raina memucat. Tidak ada kata-kata terusan dari kalimat Ijab Qobul yang disampaikan oleh calon suaminya itu. Dengan sangat jelas, Raina mendengar teriakan Raka yang meminta tolong, setelah itu suara bergemuruh memenuhi pendengarannya dengan sangat jelas.

Dia tidak tahu apa yang terjadi pada Raka. Tapi yang jelas,ada sesuatu  yang terjadi pada Raka. Dia terduduk lemas. Mamanya melihat ada yang berbeda dengan anak bungsunya itu. Langsung menghampiri dan bertanya pada Raina.

"Ma, Raka, Ma." Mata Raina berkaca-kaca.

"Raka kenapa, Rai?"

Raina menggeleng. "Aku nggak tahu,Ma. Tapi tadi Raka minta tolong ditelfon. Pasti ada apa-apa sama Raka, Ma."

"Kamu tenang dulu, Mama suruh Kak Pasha buat cari tahu tentang Raka."

Raina tidak menjawab apa-apa. Dia hanya terdiam sambil memegang handphone. Mencoba berkali-kali menghubungi nomer Raka tapi sudah tidak aktif.

Didengar olehnya suara kakak keduanya mencoba menelfon kerumah keluarga Rahardi. Tapi disana juga mereka belum mengetahui keadaan Raka. Belum ada yang menelfon atau memberitahukan tentang kondisi Raka saat ini.

"Sabar, Cantik. Mungkin handphone Raka lowbat." Pasha mencoba menenangkan Raina.

Feeling Raina mengatakan, pasti ada yang terjadi pada Raka. Tepat saat Dafa menyalakan TV. Tepat saat itu juga ada breaking news dari salah satu televisi swasta. Berita tersebut mengabarkan kecelakaan yang terjadi ruas tol TB SImatupang. Kecelakaan yang terjadi antara sedan camry bernomor polisi B 124 KA dengan sebuah mini bus.

Nafas Raina seperti terhenti. Dunianya menggelap saat itu juga. Dia hafal dengan jelas nomor plat mobil kekasihnya itu. Ingin dia mematikan televisi itu dan menganggapnya itu semua adalah kebohongan. Tapi mata dan telinganya seolah ingin memastikan sebuah kebenaran.

Satu berita penting yang didengarnya adalah korban dibawa kerumah sakit Fatmawati. Rumah sakit terdekat dari tempat terjadinya kecelakaan. Buru-buru Raina langsung mengambil cardigan dan juga kunci mobil dimeja riasnya.

Dia harus segera pergi. Dia harus segela melihat Raka. Baru saja, dia keluar menuju pintu utama. orangtua dan juga kedua kakanya menghalangi langkahnya.

"Kamu nggak boleh keluar rumah, Rai." Kata Mamanya.

"Tapi, Ma, aku harus lihat Raka. Mama nonton berita tadi kan? Lihat kan di TV tentang berita kecelakaan itu? Itu Raka, Ma. Raka calon suamiku." Suara Raina mulai tidak terkontrol oleh emosinya yang sudah tak terbendung lagi.

"Biar Kak Arman dan Ka Pasha yang lihat disana." Kata Papanya.

Raina menggeleng. Dia ingin melihat Raka.

"Kak, Raina ikut." Ucapnya manja kepada kedua kakak laki-lakinya.

"Dengerin kata Mama, Rai. Besok hari pernikahan kamu. Besok baru boleh ketemu sama Raka." Kata Arman, Kakak pertama Raina.

Raina memeluk kakak keduanya, Pasha. "Kak Pasha, please kak. Ijinin aku ikut."

"No, sweetheart. Biar aku sama Kak Arman yang lihat kondisi Raka. Nanti langsung aku kabarin ya kalau aku sampai disana."

Raina hanya bisa pasrah. Sekali lagi dia memeluk kakaknya. "Salam buat Raka ya, Kak." Ucapnya lirih.

--------------------------------------------------------

Sampai dirumah sakit Arman dan Pasha langsung menuju IGD, menkonfirmasi tentang korban kecelakaan yang baru saja terjadi. Tampak diruang tunggu, keluarga Prasetyo Rahardi sedang menunggu dengan cemas dan khawatir.

Not A Perfect WeddingWhere stories live. Discover now