12. B e l a j a r

296 24 12
                                    

"Kamu nggak papa?"

Cepat-cepat aku langsung bangun dan menegapkan badanku. Sialan. Kenapa mesti pakai jatuh segala sih. Sakit banget lututku.

"Ah... Nggak papa kok, nggak papa. Permisi."

"Eh... Mau kemana?" Aku memejamkan mataku takut. Rak bagian buku paket ini sangat sepi. Pantas saja orang ini melakukan hal yang tidak senonoh di sini. Andai saja aku tidak melihat adegan porno itu. Bukan! Andai saja aku tidak pergi ke perpustakaan. Bukan! Andai saja aku tidak ingin menjadi sok pintar. Aku tidak akan pernah melaui hal seperti ini. Ayah... Aku takut.

"Mau kemana sih buru-buru amat? Ngobrol dulu yuk."

"Aku mau belajar, nggak ada waktu buat ngobrol."

Pemuda itu terkekeh.

"Kamu nggak perlu takut. Aku nggak akan ganggu kamu kok, tenang. Asal kamu nggak melaporkan apa yang kamu lihat tadi."

Aku langsung menganggukan kepala dengan cepat. Aku sudah tidak tahan berada di sini. Aku ingin cepat-cepat berkumpul dengan Anisa dan Arkan. Itu jauh lebih baik daripada sendirian di sini.

"Ok. Ngomong-ngomong namamu siapa? Kelas berapa?"

"Cintya. Kelas 2 Multimedia 2."

"Oh... Adik kelas." Cowok itu mengangguk. "Aku Rian, kelas 3 Multimedia 1. Ingat namaku ya." Cowok itu mendekatkan wajahnya dengan perlahan. Jantungku berdebar nggak karuan. Aku takut sekali. Rasanya ingin menangis.

"Cintya."

Aku langsung menoleh. Ternyata Arkan, ia berjalan menghampiriku. Syukurlah dia datang.

"Oh... Adik cantik ini pacarmu?"

"Jangan ganggu dia."

Arkan kenal ya dengan anak ini?

"Ok." Sebelum pergi, orang yang mengaku bernama Rian ini melirikku sekilas, lalu berlalu dari hadapan kami.

"Kamu kenal sama Rian?"

"Ha? Enggak, bahkan aku baru lihat dia."

"Kamu nggak papa kan? Kamu kayak ketakutan banget."

"Nggak papa." Tanpa sadar aku mengusap keningku.

"Kamu cari apa sih di sini?"

"Aku mau ambil paket Matematika." Arkan mengambil buku paket dan buku tulis di bawah kakiku. Aku sampai lupa jika buku-buku itu juga ikut terjatuh saat aku jatuh tadi. Arkan menyerahkannya padaku.

"Mending ikut aku aja yuk. Daripada di sini sendirian."

Aku hanya mengangguk, lalu mengikutinya menuju salah satu meja di dekat rak Novel yang sedikit agak ramai. Tapi ngomong-ngomong Anisa kemana ya?

"Anisa kemana ya Mas?"

Arkan menarik kursi, lalu menggerakkan kepalanya seperti memberi perintah untuk aku duduki. Duh... Aku jadi baper lagi kan. Gawat kalau nggak ada Anisa di sini.

"Anisa tadi bilang mau nganterin Anggun ke ruang BK, katanya mau setor absensi kelas."

Setor absensi kelas? Anisa dan Anggun kan bukan sekretaris. Untuk apa Anisa berbohong. Mereka kan sedang PDKT, aku jadi bingung.

"Kamu mau belajar?"

"Ah... Iya, cuman mau ngerjain PR aja."

Aku mulai membuka buku tulisku. Aduh, bagaimana ini. Aku malu kalau dilihat Arkan begini. Tengsin dong kalau ketahuan begonya.

"Kamu bisa ngerjainnya?"

Aku melirik Arkan. Maksud dia apa ya, bertanya seperti itu. Dia meremehkanku ya? Tapi aku nggak mau berbohong kalau sebenarnya aku memang nggak bisa mengerjakannya tanpa diajarin terlebih dahulu. Duh... Derita anak bodoh. Aku menggeleng pasrah.

"Aku lagi usaha kok."

"Kata Anisa kamu lemah sama Matematika. Mau aku ajarin?"

Ngapain sih Anisa bilang kalau aku nggak bisa Matematika sama dia. Mau bikin aku jelek ya di matanya. Untuk apa juga Anisa curhat begitu. Oh iya, Anisa kan memang suka curhat.

"Minta tolong ya Mas?" Arkan mengangguk. Lumayan, selain bisa dekat dengan gebetan, PR Matematikaku juga akan selesai tanpa mencontek.

Alhamdulilah...

"Kamu kerjain aja dulu sebisanya, nanti kalau sudah selesai, biar aku koreksi. Nanti aku ajarin kalau nggak bisa."

Sebenarnya aku nggak paham gimana mengerjakannya. Ya sudah nurut saja.

*

Diam Diam Suka ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang