"Tahu apa kau tentang hidup?" Tuan Jung menanggapi Hoseok dengan tak kalah sengit. "Bukankah yang kau tahu hanya bersenang-senang? Menari di setiap pesta. Apa hal itu cukup membuatmu merasa hebat?"

"Ayah, cukup!" Nyonya Jung berusaha menengahi sekali lagi. Hoseok dan ayahnya adalah dua pribadi yang sama kerasnya. Hanya saja Hoseok lebih senang menyimpan apa yang dipikirkannya dalam hati. Dia tidak terbiasa menunjukkan emosinya. Dance adalah salah satu pelampiasannya.

"Tidak, Seul Hye. Anak ini harus disadarkan. Ayah dan ibumu sudah tua, Jung Hoseok. Jika saja ada orang lain yang bisa kami andalkan dan kami percaya untuk melanjutkan bisnis kami, tapi sayang kakakmu sudah menjadi tanggung jawab suaminya sekarang."

"Ayah memiliki banyak karyawan yang cukup loyal."

Tuan Jung mengeram pelan mendengar jawaban Hoseok. Kesabarannya makin menipis. "Selama ini aku hanya diam melihatmu menghabiskan waktu utnuk hal konyol. Tapi sekarang tidak lagi, Hoseok! Sekarang kau yang menurutiku. Tinggalkan hal bodoh yang selama ini kau lakukan, kau akan menjadi penerus restoran itu."

"Dan jika aku tidak mau?"

"Kalau begitu bersiaplah untuk tidak lagi menjadi bagian keluarga ini!"

"Ayah!"

Hoseok menegang sejenak. Telapak tangannya terkepal erat menahan amarah. Dia cukup terkejut dengan perkataan ayahnya.Begitu juga ibunya. Nyonya Jung tidak menyangka jika suaminya sampai akan mengatakan hal itu. Hoseok tidak bisa mengubah keputusan ayahnya. Namun, Hoseok juga tidak akan membiarkan dirinya kalah.

"Kalau memang itu keputusan Ayah." Pemuda itu bangkit dari duduknya dan hendak melangkah pergi. Hingga sebuah tangan menahan lengannya.

"Hoseok-ah, mau ke mana kau, Nak?" Nyonya Jung bertanya lirih. Air mata sudah tampak menghiasi wajahnya. Dia ingin suasana hangat di hari ulang tahunnya, tapi malah pertengkaran suami dan anaknya yang dia dapat

"Ayah bilang aku sudah bukan bagian keluarga ini lagi. Aku tidak berhak ada di sini," ujarnya dingin. Tidak berusaha melepaskan cekalan tangan ibunya.

"Ayahmu sedang emosi Hoseok. Jangan sekeras ini. Jangan pergi meninggalkan rumah. Ini ulang tahun Ibu," mohon ibunya, memeluk lengan Hoseok erat. Hoseok terdiam, hatinya tersayat pedih mendengar Nyonya Jung terisak. Dia merasa gagal menjadi seorang anak. Selama ini dia belum bisa membahagiakan ibunya. Sementara ibunya selalu mendukung apapun langkah yang dipilihnya. Ibunya tidak pernah protes ketika dia lebih memilih masuk ke fakultas seni daripada memilih jurusan bisnis sesuai keinginan ayahnya. Ibunya selalu melindunginya dari kekerasan hati sang ayah. Hoseok merasa tidak pernah melakukan apapun untuk ibunya selain membuatnya bersedih.

"Jika ayahmu begitu teguh dengan keputusannya. Ibu mohon kali ini kau yang mengalah," lanjut Nyonya Jung, tahu jika Hoseok akan mendengarkannya. "Ibu tidak bermaksud membela siapa pun, tapi Ayahmu benar. Kami sudah semakin tua, Hoseok-ah. Ibu tidak pernah meminta apa pun sebelumnya. Kali ini, tolong turuti permintaan ayahmu."

Ketika ibunya mulai meminta, Hoseok tidak punya pilihan lain selain mengangguk menyetujui. Ini semua demi ibunya. Jika memang ini yang beliau inginkan, Hoseok akan mengambil alih kepemilikan restoran dan mengurusnya.

Nyonya Jung tersenyum lega di sela tangisnya, memeluk Hoseok semakin erat. Memang semudah itu untuk Hoseok menuruti permintaan Nona Jung. Kelemahan terbesar baginya adalah perempuan nomor satu di hidupnya. Perempuan yang sudah rela mempertaruhkan hidupnya untuk membiarkannya lahir di dunia.

"Tapi aku ingin mengajukan persyaratan," ujar Hoseok pelan, tapi masih mampu didengar ayahnya. Nada suaranya bahkan tidak berubah dari sebelumnya.

Tuan Jung menjawab datar, "Apa?"

"Jika aku bisa membuat kemajuan pesat pada restoran. Ayah akan mengijinkan aku kembali pada jalan hidup yang aku pilih," ujarrnya yakin. Dia tidak akan membiarkan sang ayah mengatur hidupnya untuk selamanya.

Tuan Jung terkekeh, nada suaranya jelas meremehkan. "Jika kau bisa, Jung Hoseok. Tapi aku tidak terlalu yakin. Lusa kau harus menemui kakakmu untuk belajar bagaimana caranya berbisnis. Minggu depan kau akan bersama kami menemui keluarga Han."

"Keluarga Han?" Hoseok berbalik, memandang ayahnya dengan kening berkerut. Apa lagi ini? Siapa itu keluarga Han? Nyonya Jung yang masih setia di samping Hoseok berusaha memberi isyarat pada suaminya bahwa ini bukan waktu yang tepat. Walaupun Nyonya Jung tahu, pendapatnya tidak akan terlalu diperhitungkan.

"Kau orang yang terlalu mudah berubah pendirian. Kau membutuhkan seorang pendamping yang bisa mengurusmu. Untuk itu Ayah dan Ibu sudah menyiapkan pasangan yang cocok. Persiapkan dirimu."

"Ayah ini hidupku!" protesnya keras. Hoseok tidak bisa lagi mentolerir ini. Darahnya seakan mendidih mendengar setiap apa yang dikatakan ayahnya. "Ayah tidak berhak mengatur hidupku lebih dari ini. Aku bukan anak kecil lagi!"

Tapi Tuan Jung seakan tidak peduli dengan amarah Hoseok. Pria tua itu sama sekali tidak goyah. "Namanya Han Jihye. Dia gadis yang cukup mandiri. Ibumu sangat suka padanya. Ayah harap kau juga bisa memperlakukannya dengan baik."

Hoseok menggeram, "Ayah keterlaluan!"

"Hoseok!"


"Hoseok!"

"Jung Hoseok!"

Seokjin menepuk keras bahu Hoseok, menyadarkan pria itu dari lamunannya. Kembali dia teringat perdebatannya dengan sang ayah beberapa waktu lalu.

"Ponselmu terus bergetar sedari tadi. Mungkin itu penting," ujar Seokjin sembari berlalu meninggalkan Hoseok. Pria itu lalu meraih ponselnya yang tergeletak di meja. Dilihatnya ada dua panggilan tak terjawab dari nomor yang sama, juga satu dua pesan yang belum terbaca. Hoseok tersenyum melihat nama pengirim pesan. Buru-buru membukannya.

From : Hana

Ada yang ingin kubicarakan. Bisa kita bertemu?

xxxxx

Bingung mau kasih authornote apa. Tolong beri pendapatmu untuk part awal ini ya. Terima kasih :)

Dydte, 11 Desember 2018

House of Cards✓Where stories live. Discover now