Lalisa hanya melirik sekilas, dan masih tidak membuka suara.

"Kasian tahi lalat lo di bibir itu yang menandakan orang bawel, jadi merasa gak berfungsi. Terus juga muka lo itu, muka muka orang judes gitu gak cocok lah jadi kalem. Cupu ah," Niko masih saja menyerocos seakan-akan meluapkan ketidaksukaannya jika Lalisa menjadi pendiam.

Mendengar itu, Lalisa langsung menoleh dan mata sayunya bertemu dengan mata elang milik Niko yang tajam. Mereka saling bertatapan, apalagi Niko yang menatap intens gadis disebelahnya seperti sedang mencari sesuatu di dalam sana.

"Bisa kasih tau alasan kenapa lu diem? Dan gimana cara ngembaliin kebawelan lu itu?" Niko menaikkan alisnya sebelah dengan masih menatap bola mata yang berwarna coklat milik gadis bawel.

"Karena gue malu." jawab Lalisa.

Sontak Niko semakin mengernyitkan alisnya. "Malu?" tanya Niko.

"Gue itu suka diem seketika, karena gue malu...." Lalisa menutup seluruh wajahnya dengan kedua telapak tangan. "Gue malu karena ngeliat ortu lu berdua itu—hmm anu itu kissing. Gue malu aja, makannya gue diem. Soalnya kalo gue liat muka lu suka langsung kebayang adegan tadi,"

Seketika Niko menegakkan tubuhnya karena mendengar penjelasan Lalisa. Walaupun suara gadis itu tidak jelas dan kecil, karena tertutup kedua telapak tangan namun ia masih bisa mendengarnya.

"Hah? Bhaks... Hmm.." Niko menahan tawa dengan mengulum kedua bibirnya yang berkedut.

Lalisa menurunkan kedua tangannya dan tatapannya berubah menjadi sengit. Gadis itu yakin, pasti Niko ingin tertawa terbahak-bahak setelah mendengar penjelasannya.

"Ketawa aja! Free kok," Lalisa kesal.

Niko tersenyum kecil sambil menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. Sekarang ia tahu, jika mood gadis di hadapannya itu selalu berubah-ubah dalam waktu sebentar. Kadang diem, kadang bawel, kadang galak, dan kadang oon.

"Lagian emang kenapa sih kalo gue diem? Ada masalah lo? Kangen gue ya?" Lalisa membulatkan kedua matanya, seakan-akan ia merasa dikangenin oleh seseorang. "Ya, emang lah ya susah sih kalo orang udah nyaman sama kebawelan gue itu." pedenya yang kemudian tertawa malu.

Sementara Niko hanya memutar bola matanya dengan malas. Walaupun memang nyatanya ia tidak suka jika Lalisa diam seribu bahasa.

🔥

Jam menunjukkan pukul 12.30 wib, dan bell pun berbunyi hingga tiga kali yang menandakan semua murid sudah saatnya pulang.

Lalisa langsung memakai tas gendongnya dan merapihkan tatanan rambut yang acak-acakan akibat kebanyakan mikir sepanjang pelajaran Matematika. Yaps, tadi adalah pelajaran Matematika. Pelajaran yang paling susah dimengerti dari semua pelajaran yang lumayan di mengerti.

"Huft otak gue langsung panas," Lalisa ngomong sendiri sambil berkaca. "Liptint gue juga udah pudar, ish dasar murah. Padahal gue mau makan eskrim sama Revan." gerutunya.

Lalisa menoleh kepada teman yang duduk di depannya. "Eh, Sri Sri!" panggilnya.

Sri menoleh dengan tatapan bingung. "Apaan?" tanyanya.

"Bagi liptint dong." pinta Lalisa sambil menampilkan puppy eyesnya.

"Nih..." Sri menaruh liptint berwarna bibir asli di atas meja Lalisa. "Ntar taro lagi di tas gue!" titah Sri.

"Iya," Lalisa mengangguk kemudian memoleskan sedikit liptint itu di bibir bawahnya dan diratakan dengan mengulum kedua bibirnya.

YoursWhere stories live. Discover now