Kepo yang terbayar.

93 4 0
                                    

Kebahagiaan siswa yang paling hakiki adalah ketika ada kabar bahwa guru tidak bisa masuk ngajar karena ada urusan. Dan itu sedang dirasakan seluruh siswa kelas XII ips 1.

Karena bosan di kelas, Nabila dan Risma memutuskan untuk ke Musholah. Melaksanakan sholat Dhuha bukankah lebih baik daripada hanya duduk melakukan hal tidak jelas di dalam kelas? Yap bener.

Sayangnya, Ira tidak bisa ikut. Guru Ekonomi nya masuk mengajar, otomatis hanya mereka berdualah yang menuju Musholah.

"Beli makan apa nggak usa?" Tanya Nabila begitu berada di koridor depan kantin.

Risma berfikir sejenak, "Nggak usa deh. Aku juga lagi kenyang. Tapi, kalau kamu lapar yaudah beli aja"

Nabila menggeleng, "Aku juga masih kenyang."

"Yaudah, kalau gitu kita langsung aja ke Mushola"

Suasana sepanjang koridor sangat sepi, tidak ada siswa yang berlalu lalang. Berarti, cuman kelas mereka mungkin yang free dimata pelajaran pertama.

Keduanya lalu masuk ke dalam musholah, masih tertutup rapat seperti biasa. Itu berarti tidak ada orang di dalam.

"Langsung sholat atau mau duduk nyantai bentar?" Tanya Risma meminta pendapat Nabila.

"Hmm, langsung sholat deh, takutnya sebentar malah malas lagi." Risma mengangguk setuju mendengar jawaban Nabila.

Keduanya pun berwudhu lalu melaksanakan Dhuha 4 rakaat. Sholat Dhuha bagi mereka sudah seperti sholat 5 waktu yang harus mereka kerjakan, jika tidak bisa setiap hari mereka akan berusaha agar setidaknya bisa melaksanakannya 5 kali dalam sepekan.

Setelah sholat Dhuha, keduanya lalu mengaji bersama. Lalu mendengar murottal agar melatih hafalan Quran mereka.

Saking terlalu menghayatinya mendengar lantunan suci Alquran, mereka berdua tidak sadar kalau ternyata ada seorang siswa yang juga sedang melaksanakan sholat Dhuha. Padahal volume murottal mereka sangatlah besar dan mungkin itu bisa menganggu si siswa tadi.

Sekitar 5 menit berikutnya, Nabila dibuat kaget dengan suara seseorang yang sedang melatunkan surah Ar-Rahman. Terdengar merdu dan dalam sekali.

Nabila cepat-cepat mematikan ponsel yang tadi terputar murottal.

"Kenapa dimatiin?" Tanya Risma.

Bukannya menjawab, Nabila malah menempelkan jari telunjuk di bibirnya, mengintruksi Risma agar tidak bersuara.

"Denger nggak?" Tanyanya.

Risma mengangguk cepat ketika ia suara yang dimaksud Nabila menjangkau telinganya.

"Maasya Allah, merdunya. Itu yang ngaji siapa?" Bisik Risma dan dijawab Nabila dengan kedikkan bahu.

"Ngintip gih" seru Nabila dengan suara berbisik.

"Enak aja! Nggak... nggak" tolak Risma.

"Yah truuusss?"

"Nggak tahu!"

"Marojal bahraini yal taqyaaan"

Risma dan Nabila sesekali mengikuti apa yang dilantunkan siswa tersebut. Maasyaa Allah, milik siapa suara semerdu itu? Suaranya benar-benar menyejukkan hati.

Karena tidak bisa lagi tahan dengan rasa penasarannya, Risma bernekad untuk masuk ke saf laki-laki dengan alasan ingin mengeluarkan kotak amal yang berada di saf pria. Benar-benar kondisi yang mendukung.

Nabila hanya menahan tawa melihat tingkah sahabatnya itu, yang memang tidak kuat jika menahan rasa penasaran dalam waktu yang lama apalagi tak kunjung mendapat jawaban.

Risma mulai mendekati kotak amal yang ternyata berada di belakang siswa tersebut. Otomatis ia kesulitasn melihat wajahnya, apalagi pria itu menunduk. Sepertinya alam tidak sepenuhnya bersahabat dengannya.

Semakin penasaran semakin ia ingin tahu saat itu juga. Coba menggunakan ide baru. Risma berani berjalan menuju shaf imam dan jongkok pura-pura mencari sesuatu.

"Astaghfirullah" pekik pria itu menyadari ada seorang akhwat di hadapannya.

Risma juga terlonjak kaget dengan pekikan siswa si pemilik suara merdu. Tidak mau ketinggalan momentnya, Risma cepat-cepat melihat ke arah siswa tersebut.

"Maaf, nyari apa?"

Risma tidak menjawab, ia malah fokus memperhatikan baik-baik wajah siswa ini. Keningnya perlahan membentuk kerutan seolah pertanyaan menghujaninya perlahan-lahan.

Siswa laki-laki tadi sibuk mengalihkan pandangannya, sudah dua kali ia bertanya apa yang sedang dicari perempuan ini, namun nihil pertanyaannya tidak kunjung dijawab.

"Assalamualaikum, ukhti. Lagi cari apa?" Tanyanya lagi dengan suara yang sedikit memekik membuat Risma terlonjak dan sadar dari lamunannya memperhatikan wajah siswa itu.

"A.aa..anu, bu-.buku mana buku?" Jawab Risma gelagapan seperti maling yang baru saja tertangkap.

Siswa itu terheran-heran.
"Buku apa?" Tanyanya.

Nabila yang sejak tadi memantau dari belakang hanya tertawa terpingkal-pingkal melihat kekonyolan sahabatnya.

"Hah? Maksud lo?" Ucap Risma bertanya balik.

Kening pria itu kembali membentuk kerutan, "Kamu setan yha?" Tanyanya berhasil membuat mata Risma melotot bulat.

"Enak aja ngatain gue setan, lo tuh yang setan masuk musholah nggak ucap salam, buat orang kaget aja" balas Risma tidak terima.

"Loh, saya tadi beri salam kok, cuman saya dengar di belakang lagi dengar Murottal, yaudah saya masuk aja"

Mata Risma kembali melotot, bukan karena kaget tapi karena ia baru sadar kalau tadi volume murottalnya sangat besar.

"Yaudah kalau gitu!" jawabnya nyolot lalu berdiri dari posisi jongkoknya yang bertahan sejak tadi.

"Yaudah apa?" Tanya pria itu.

Risma tidak menggubris, ia berjalan cepat ingin kembali ke saf wanita.

"Trus ngapain ke saf imam jongkok-jongkok kayak nyari sesuatu?" Teriak pria tadi membalikkan badannya kearah belakang.

"Nggak ada" jawab Risma menggelengkan kepalanya cepat. Dalam hati ia merutuki kebodohannya sendiri.

"Penasaran mau lihat muka saya yah?" Ucap pria itu lagi 'kepedean'

Astaghfirullah!! Kenapa bisa tahu? Batin Risma.

"Nggak. Saya cuman mau nyiapin mikrofon buat orang yang mau adzan" ucapnya membalikkan badan. Alibinya benar-benar konyol. Siapa yang mau adzan sepagi ini? Sholat Dzuhur masih lama, dan tidak ada lomba Adzan yang akan digelar

"Inikan masih pagi? Semangat amat buat sholat Dzhuhur?!" jawab lagi pria itu. Sepertinya ia senang sekali bisa mengerjai balik si perempuan ini setelah tadi berhasil membuatnya salah tingkah karena terus memperhatikan wajahnya.

"Eh! Nggak! Aku nyari kunci rak buku di belakang, masih terkunci" Jawab lagi Risma dengan alibi baru.

"Ohhh! Kirain mau lihat muka saya" ucap pria itu manggut-manggut.

"Dasar kepedean!" Tutup Risma lalu kembali ke saf perempuan.
Sambil berjalan ia terus memukul-mukul jidatnya sendiri, membayangkan betapa bodohnya ia tadi.

Nabila yang menyambut nya tidak bisa menahan gelak tawa, untung saja ia bisa mengontrol agar tawanya tidak sampai terdengar. Sementara Risma kesal sendiri.

"Keponya udah terbayarkan, neng?" Tanya Nabila disela tawanya.
Alhasil ia mendapat pelototan dari Risma, tapi tidak membuatnya berhenti ketawa.

'Dasar cowok gesrek' batin Risma masih jengkel.

***

Alhamdulillah, selesai juga. Semoga kalian bisa terhibur manteman. Hahah.

Jgn lupa bersyukur.

Pejuang Cinta Allah.Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt