BAB 19 : When The Regret it Come?

Mulai dari awal
                                    

Vanesha berdecak, "Kenapa kakak bilang? Harusnya aku yang tanya, kakak itu kenapa?"

"Aku? Aku gak apa-apa."

Vanesha menggeleng tak percaya. Gadis itu menumpukan tangannya di meja, menatap sang kekasih yang sejak tadi melamunkan sesuatu hal.

"Jelas-jelas kakak ngelamun sejak kita sampai di sini. Ada apa? Harusnya kakak bilang dong ke aku kalau memang ada masalah, siapa tau aku bisa bantu solusi."

Iqbaal terdiam. Lagi. Dia juga bingung mengapa kondisi moodnya tidak baik dua hari ini. Pikirannya benar-benar penuh akan kejadian dua hari yang lalu, ditambah dengan ketidakhadiran si gadis selama dua hari ini.

"Kak Salsha ya?"

"Enggak!"

Vanesha tersenyum kecut. Reaksi pacarnya ini benar-benar spontan.

"Kalau memang mau jenguk, gak apa-apa. Lagian itu juga tanggung jawab ketua OSIS kan buat bantu guru BK masalah absensi."

"Ini bukan tentang Salsha, kamu apa sih. Lagian, masih ada waktu dua hari lagi sebelum bertindak." Iqbaal mengusap rambut gadis di depannya. Senyuman si gadis pun di dapatnya sebagai balasan.

Aneh. Jika biasanya senyuman manis Vanesha adalah penawar maka sekarang rasanya hambar. Gelenyar rasa tak enak ada di hatinya.

Iqbaal boleh berbohong. Mulutnya boleh berkata tak jujur pada orang lain namun hatinya tidak akan bisa membohongi dirinya sendiri.

Apa perkataannya dua hari yang lalu keterlaluan? Apa gadis itu benar-benar marah padanya? Apa ia alasan di balik tidak masuknya si gadis tanpa alasan?

Iqbaal ingin bertanya, namun sekali lagi, ego dalam dirinya menahan. Pada akhirnya laki-laki itu hanya menahan rasa ingin tahunya, karna sesungguhnya masih ada hati lain yang harus ia jaga.

***

"Sampai kapan lo mau bersembunyi dalam kesendirian kayak gini? Sampai kapan lo mau bungkam kayak gini, Sha." Jeha—yang sejak satu jam yang lalu duduk memperhatikan sahabatnya yang tengah menonton acara komedi.

"Hahaha... Gue gak apa-apa, Jeh, cuma males aja sekolah besok gue masuk kok," jawab Salsha sembari tertawa. Tawa yang terdengar sumbang hingga membuat Jeha menurunkan bahu.

Jeha menghembuskan napas gusar, "Sha, gue kenal lo bukan setahun dua tahun. Berhenti buat ngebohongin semua orang dengan kata gak apa-apa. Lo masih punya gue, Kak Al, Kak Yuki yang pasti ada buat bantu masalah lo. Berhenti bersikap seolah lo mampu atasi semua masalah lo."

"Gue cuma kangen sama Mami Papi aja, dua hari ini gue full video call sama mereka. Lo tau kan gimana sibuknya mereka."

"Yakin? Bukan karena Iqbaal?"

Kali ini Salsha diam. Enggan menjawab.

"Karna dia kan?"

"Enggak Jeh."

"Lo bohong," tukas Jeha cepat, "gue nggak tau apa yang ada di pikiran lo dan mungkin gak akan bisa nebak. Gue pulang dan besok jangan lupa sekolah."

Setelahnya Jeha pergi meninggalkan Salsha yang menatap kepergiannya dengan pandangan nanar.

"Kenapa lo gak ninggalin gue aja sih, Jeh?" ujarnya pelan.

***

Kamis pagi di SMA Garuda yang ramai siswa itu heboh ketika Sang Penguasa kembali masuk sekolah. Setelah dua hari tidak masuk tanpa alasan kini kehadirannya membuat siswi bergosip. Lain perempuan lain pula dengan para laki-laki, mereka—kaum adam memilih untuk bersiul atau sekedar memandang paras manisnya.

My Sweetest ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang