Ruby🌹

82 17 11
                                        

Setelah mendengar cerita Karina yang menyenangkan baginya sendiri, lonceng bel sekolah berbunyi tanda waktunya pulang.

Ruby beranjak pergi dari kelas, menuju gerbang sekolah dan menaiki bis, ia duduk dengan hati yang tak karuan.

Kemudian, Ruby melihat dari luar jendela ada kafe yang baru dibuka, "seperti nya kafe itu menarik" pikirnya. Tak lama Ruby berhenti. Di sana Ruby memesan banyak cake. Lalu, teringat pada waktu dimana ia bahagia dan terluka.

Cintanya yang berujung fatal, hingga ia tidak tau apakah dia yang melakukan. Ruby mengambil buku diary di dalam tas, diary itu berwana kuning yang dihiasi bunga mawar berwarna putih kelam dengan gembok biru toska terkunci rapat.

Di dalamnya terdapat kata Ruby dan seseorang namun sayangnya tak pernah dapat bersama, kunci berwarna putih pekat, kunci yang menjadi saksi ceritanya.

Ada satu cerita.

Cerita ini tidak pernah Ruby bagi dengan siapapun, bahkan dengan sahabat terdekatnya.

Karena cerita ini miliknya, hanya miliknya, ia tulis dan ia nikmati sendiri. Di simpan rapi di dasar laci dihati, Di dasar laci hati paling bawah yang terkunci.

Ada setumpuk kertas berwarna pelangi yang bertuliskan sepenggal cerita. Cerita tentang seseorang yang bernama Paris. Yang sempat mengisi hatinya.

Ya, Paris. Cerita ini bercerita tentang Paris.

Jadi, sebenarnya di cerita itu juga ada Ruby. Jadi bisa dikatakan, cerita itu bercerita tentang Ruby dan Paris.

Cerita tentang kita. Bisik Ruby.

"Tentang 'kita'? KITA? Nyet, lo yakin nggak salah menggunakan frasa? Kita?", tanya organ terpandai dalam tubuhnya "otak". "Iya! Iya! Terima kasih banyak, wahai organ terpandai yang sering terlupakan".

"telah mengingatkan aku yang bodoh ini. Tidak ada 'kita'. Tidak pernah ada ada 'kita'". "Yang ada hanyalah 'Aku' dan 'Kamu'. 'Kamu' dan 'Aku'." "Karena aku dan kamu tidak pernah terikat bersama!"

"Kamu tahu Ris? Bagiku, kamu adalah matahari. Kamu hangat, terang, dan selalu menyinari aku yang kelam. Meskipun di penghujung hari kamu akan menghilang dan pergi". "tapi, keesokan hari kamu pasti akan selalu datang".

Jika Paris adalah matahari bagi Ruby, maka Ruby mengandaikan dirinya sebagai bumi, dan sebagai matahari, Paris berdiri angkuh, jauh di sana.

Paris memang selalu ada, Ruby selalu berputar di sekelilingnya, tapi sebagai bumi, Ruby sadar bahwa Paris tidak akan selalu ada di sampingnya, itu pasti. karena mereka adalah matahari dan bumi, terpisah jarak namun selalu ada koneksi yang menghubungkan.

Matahari dan bumi.

Paris dan Ruby.

Dan Ruby lupa sebuah hal penting: Matahari tidak hanya menyinari bumi. Bumi bukan satu-satunya yang mendapatkan kehangatan matahari.

~~~
Sambil mengunyah suapan pertama cake-nya- yang ternyata super enak!. Ruby membuka perlahan laci hatinya yang paling dasar. Dia mengeluarkan setumpuk kertas warna warni dari dasar laci hati.

"Ini adalah hartaku yang paling berharga..."

"semua memori tentang mu". "Tentang tawamu.."
"Tentang kebaikanmu..."
"Tentang kebohonganmu..."
"Tentang kebersamaan kau dan aku..." "Tentang kamu(Paris)..."

Bersamaan dengan suapan kedua, dia membaca halaman pertama dari cerita tentangnya.

Halaman ini berwarna hitam di bagian atas kertas, abu-abu di tengah kertas, kemudian merah muda di akhir kertas.

Hitam adalah ketika Ruby masih bersama kekasih lamanya.

Awalnya, mereka berjalan lurus ke utara, bergandengan tangan. Dalam hubungan hambar yang terus dipaksakan, dia bertahan. Terus berjalan beriringan meskipun kaki mereka tidak sanggup lagi melangkah lebih jauh. Pada akhirnya, Ruby menyerah!.

Melepaskan tangan di jalan penuh batu terjal, mereka berpisah arah".

Dengan bisikan pelan "selamat tinggal", kekasihnya mantap menuju barat, sedangkan Ruby terlunta menuju utara.

~~~
Kemudian seseorang datang dari arah selatan. Paris.

Dengan senyuman, perhatian dan kehangatan yang ia sediakan, membuat Ruby mampu berbalik arah. Ruby mengikutinya bagaikan laron mengikuti sinar lampu.

Paris berjalan menuju timur dan Ruby dengan senang hati berada di sampingnya. Mereka tidak saling mengaitkan tangan, meskipun mereka berjalan bersisi an.

Tak apa, kata Ruby kala itu, karena dia tahu cinta butuh waktu.

Tapi tanpa saling mengaitkan tangan pun, Paris goreskan tinta merah di lembaran ceritanya.

Pada suapan ketiga, Ruby membaca ulang lembaran kedua yang penuh dengan tinta warna merah.

Tapi di akhir lembar kedua, Paris goreskan hitam pada lembaran kesayangannya. "The second worst" "painful memory". Kemudian "defense mechanism" bekerja. Otaknya menyediakan berbagai skenario yang bertolak belakang dengan apa yang Ruby lihat kala itu.

Skenario tolol yang menutup matanya dan dapat meyakinkannya kalau dia bisa bahagia bersama Paris. Dan skenario itu membuatnya menyimpan sendiri cerita ini sampai saat ini.

Suapan keempat, Ruby membaca lembaran selanjutnya. Lembaran berwarna putih bersih. Karena Paris tidak ada!. Ia menghilang?.

Hidup seakan kehilangan tumpuan,
Ruby menunggu, hingga nyaris lembar ini habis, Paris tidak muncul ia hampir putus asa.

Tiba-tiba, Paris datang senyum yang lebih indah dari biasanya, dengan kehangatan yang lebih dari biasanya.
Namun ia membawa tinta hitam yang lebih pekat dari biasanya!. "The first worst, painful memory!".

Bersamaan dengan suapan terakhir cake-nya, air mata Ruby menetes membuat sungai kecil di pipinya. Dia menatap benar-benar bagian bawah lembar terakhir.

Hitam.

Warna perpisahan. Dia benci hal ini.


"Jika mencintai itu indah mengapa harus ada air mata? Jika mencintai itu menyakitkan Mengapa harus ada tawa?"

"Cinta membuat orang terbang tanpa sayap dan membuat orang mati tanpa membunuh!"

Ruby Saraswati

Jangan lupa kasih votenya dan sedikit berisik boleh lah(komen).❤🦄
Tinggalkan jejak ya..

18 November 2018

End Of RubyWhere stories live. Discover now