Ichi

71 8 7
                                    

Setelan kemeja putih yang dipadukan dengan rok merah marun garis-garis. Dengan telinga yang sudah disumpali dengan headset. Dia berjalan menyusuri koridor kelas 12 yang masih sepi.

Ini hari senin kenapa sepi sekali. Oh iya diluar sana hujan deras. Batinnya dalam hati. Untung saja ayahnya mengantarnya pagi ini, untung saja ayahnya sedang tidak dinas keluar kota, untung saja ayahnya, argh terlalu banyak stok untung rupanya pagi ini.

"Vania"

Vania mengerjapkan matanya berkali-kali. Kenapa pagi-pagi sudah melamun.

"Oh, hai Mel. Tumben jam segini udah dateng" Balasnya ketika menemukan wajah sahabatnya yang sudah hampir 3 tahun ini menemaninya di bangku Sekolah Menengah Atas.

Vania adalah seorang gadis yang mudah bergaul, temannya banyak, kenalannya banyak, organisasinya banyak. Sayang saja cuma Melani yang tahu keseluruhan alur hidupnya.

"Gue mah datengnya pagi terus ya, emang lo" Katanya sambil mencibir.

"Sialan" Aku segera menggandeng sahabatku, mempercepat langkah kakiku untuk segera menuju kelas.

***

"Van, gue dapet temen lagi dari Brazil nih"

"Ah elah, lo gue suruh bikinin gue akun juga nggak mau. Gue juga pengin punya temen orang luar kali"

"Bukan nggak mau, sekarang udah susah bikinnya"

"Alesan aja, sini gue pakai akun lo aja. Nih isi password sama username nya" Ucapku sambil menyodorkan HP ku.

"Alah ntar lo macem-macem pake akun gue, males ah"

"Nggak bakal macem-macem gue mah. Janji"

"Nih, gausah macem-macem"
Aku menerima HP ku kembali.

"Siap bos"

Aku memasukkan kembali HPku kedalam kolong meja ku, sembari memalingkan wajahku kearah jendela.

Dalam diam aku memandangi lapangan yang basah oleh air hujan.
Memoriku menuntunku kepada sesosok laki-laki yang sudah membesarkanku seorang diri tanpa seorang wanita yang mendampinginya. Dia ayahku, dia laki-laki hebat. Aku menyayanginya, dialah alasanku kenapa sampai saat ini aku tidak memiliki kekasih.

Aku sudah punya prinsip bahwa aku ingin langsung serius dengan orang yang mampu berkomitmen denganku.

Namun, saat ini aku masih belum mempunyai keinginan untuk serius. Aku masih ingin melanjutkan study ku, masih ada mimpi yang harus ku aktualisasikan. Walaupun kadang ayahku ingin melihatku seperti remaja normal lainnya.

Lamunanku terputus oleh suara bel pulang.

"Van, mau nebeng nggak?"

"Iya, tungguin di parkiran ya gue mau ke perpus dulu"

"Oke"

***

"Lo tau nggak Van kenapa Tuhan menciptakan mahlukNya berpasang-pasangan?"

"Untuk dipisahkan?" Jawabku ngaco.

"Ngawur kalo ngomong. Coba deh lo sekali-sekali pacaran, banyak kan tuh yang suka sama lo. Mumpung masih muda main-main sebentar lah ya. Lo bakal tahu kenapa Tuhan nyiptain kita berpasangan"

"Hidup cuma sekali Mel, ngapain main-main kalau ujung-ujungnya patah hati akut kaya lo"

"Eitssss, selo mbak bro. Hidup kan emang cuma sekali. Kalo berkali-kali namanya hidup hidup hidup hidup"

"Eh Van, btw gue kemarin ketemu sama Galan. Dia nanyain kabar lo."

Tak ada respon.

1 menit
2 menit
5 menit

"Van, lo baik-baik aja?"

PenaWhere stories live. Discover now