BAB 2 - Ingin Pulang

93 9 0
                                    

Adrian menghentikan motor di depan pagar SMPN 7. Dia lalu melihat seorang anak perempuan yang tingginya kurang lebih anaknya baru turun dari angkutan. Anak itu ingin mengayunkan kaki secepatnya ke arah gerbang, tapi terhenti karena dipanggil Adrian.

Anak itu menoleh dengan mata bulatnya dan wajah bulatnya serta bibirnya yang seolah berbentuk bulat juga karena heran. Meski dia sedang heran dan kaget, aura ceria tampak segar di wajahnya yang sehalus buah pir.

"Boleh minta tolong, Dek?"

Anak dengan seragam ber-nametag Selly Halsiana itu menatap ragu. Kakinya berdenyut-denyut karena tak sabar ingin segera masuk ke halaman sekolah, tapi dia merasa tak sopan kalau mengacuhkan panggilan pria pembawa paket di depannya. Siapa tahu pria itu titip paket buat dikasihkan ke kantor, tapi kenapa tidak titip ke satpam saja pikirnya lagi sambil berjalan menghampiri Adrian yang sedang merogoh sesuatu di kantung jaket.

"Minta tolong, titip surat. Adi Saka kelas tujuh D."

"Oh, oke Om," balas Selly sambil meraih amplop putih kecil tanpa nama.

"Makasih, ya," kata Adrian dengan senyum tipis yang berbalas sama.

Selly segera saja berlari menuju gerbang dan melangkah tergesa ketika sudah masuk ke halaman sekolah.

"Tujuh D," gumam Selly sambil memegangi surat lalu menarik kembali sebelah tali ransel yang sempat terkulai ke siku. Dia melewati kelasnya sendiri di tujuh A untuk sampai ke tujuh D.

"Wei ke mana Sel?" tanya murid perempuan yang sedang memeras pel di beranda 7A.

Selly terus berjalan dan sampai di tujuh D yang berandanya berbau sabun pel stroberi. Di ambang pintu ada temannya ketika SD, si Joni yang biasa dia panggil Jojon.

"Jon, surat," kata Selly sambil menyerahkan amplop di tangannya.

"Cinta?" tanya Joni berbunga.

Selly mengerutkan alis dan berkata ih.

"Surat siapa terusan?" tanya Joni sambil menyambut surat itu dengan cukup kasar.

"Adi ... Adi apa, ya? Oh Saka, Adi Saka," kata Selly.

"Idih, kamu kenal dia?" tanya Joni dengan wajah entah jijik entah kaget dan kini memegangi surat di tangannya seperti memegang buntut bangkai tikus.

"Enggak. Tahu orangnya yang mana aja enggak. Tadi aku dititipin sama kurir," balas Selly sambil berlalu setengah berlari, kembali ke kelas 7A.

"Itu bapaknya Sel, kayaknya sih," kata Desy yang pernah melihat Saka ketika anak itu diantar Adrian.

Selly tak mendengar.

"Nih, Des," kata Joni sambil melemparkan amplop di tangannya dengan geli ke Desy yang sedang cuci tangan di wastafel depan kelas.

"Kenapa sih, Jon!" omel Desy saat amplop itu mendarat di dekat wastafel dan dia tangkap dengan tangan basahnya yang membuat amplop itu ikut basah.

***

Adrian kembali ke rumah. Masih dengan setumpuk paket di motornya. Dia lalu membawa Saka ke Puskesmas.

Saka mau tak mau menurutinya walau dia ingin sekali tetap tinggal di rumah. Dan ketika sampai ke Puskesmas yang penuh dengan segala macam manusia, entah kenapa Saka merasa dadanya jadi dingin dan tangannya gemetaran.

Saat berjalan ke loket pendaftaran bersama ayahnya, Saka merasa seperti ingin pingsan hanya karena melihat begitu banyak suara dan orang di sekeliling. Saka merasa suara-suara itu seperti kebisingan menyakitkan yang membor kepalanya. Badannya jadi berkeringat dan tangannya seolah baru terendam di kutub selatan. Dia ingin sekali kabur dari tempat itu, tapi tak mampu. Dia lalu memegangi tangan ayahnya.

Dunia Milik SakaWhere stories live. Discover now