Part 2 : Mengintip

29.6K 574 45
                                    

Aku merundukan tubuhku dan memberanikan diri untuk mengintip dari lubang kunci pintu. Dari sini aku bisa melihat jelas aktivitas orang di dalam kamar tersebut. Bagai diguncang gelombang tsunami, tubuhku seketika gemetaran saat kedua mata ini menyaksikan adegan panas di atas ranjang. Tubuh ibuku sedang ditindihi oleh tubuh seorang lelaki kekar yang tak kukenal. Keduanya tanpa mengenakan busana. Tak selembar pun benang yang menempel di tubuh mereka. Sungguh, apa yang mereka lakukan sama persis seperti adegan yang terdapat dalam film-film porno yang pernah aku tonton di warnet. Menegangkan. Menggairahkan. Penuh erangan. Seperti lukisan erotik tiga dimensi yang tertampang nyata. Jelas. Tak tertutupi. Sedikit pun.

Jemari ibu seolah menjadi kuas yang menggoreskan warna-warni indah di atas kanvas. Lidah ibu adalah gelombang pasang yang melumat habis bibir pantai. Ibu menelusuri lekuk tubuh laki-laki perkasa itu tanpa satu pun bagian yang terlewat. Menghisap habis segenap sari madu tubuh seorang laki-laki jantan hingga tak bersisa. Menyeruput keringatnya. Mencecap otot-ototnya. Menghirup aroma tubuhnya. Menjilati setiap inci bagian tubuh sensitifnya. Menyapu bersih daging uratnya.

Dengan lidah basahnya, ibu menandai setiap pori dan bulu di kulit laki-laki tampan itu, mengesahkan menjadi hak dan milik seutuhnya. Dan menyerahkan segalanya seperti tak cukup lagi untuk membuktikan pengorbanan. Ibu seperti wanita jalang yang haus akan guyuran madu kasih seorang laki-laki. Liar, nakal, dan binal.

Laki-laki berkumis tipis itu balas mencumbu ibu dengan gelora yang sama hebatnya. Melebur semua yang mereka miliki. Menjadi satu dalam kenikmatan surga duniawi.

Keganasan laki-laki jantan itu bertemu dengan kelembutan ibu. Seperti tornado mengamuk yang bertemu dengan tiupan badai salju. Dahsyat. Luar biasa hebat. Sekaligus indah dan menakjubkan. Saling menggulung dan merampas. Saling merejam dan mencabik. Saling mengulum dan mencengkram.

Hingga akhirnya mereka sama-sama pecah meledak, seperti gunung api yang menyemburkan laharnya. Tak ada yang menang atau kalah. Mereka sama-sama terkapar bermandi peluh. Terengah-engah kehabisan napas. Tapi mereka tak ingin berhenti. Mereka masih buas. Lahar masih panas menggelegak. Belum semuanya dimuntahkan dari dalam kawah. Mungkin akan ada ronde kedua, ketiga dan seterusnya.

Namun, aku tidak ingin menontonya lagi. Aku terlalu lancang melihat pergolakan dua insan manusia yang sedang dimabuk cinta. Aku tak boleh menjadi saksi tersembunyi permainan lesung mereka. Apalagi pelaku wanitanya merupakan ibuku sendiri. Aku tak berhak untuk menghakimi. Aku hanya menganggap ini sebuah kesialan terhakiki karena telah melihat aksi mesum dari orang yang paling kuhormati.

Aku bergegas masuk ke ruang tidurku. Aku menutup pintunya dengan rapat. Aku menjatuhkan tubuhku di atas kasur. Kemudian dengan cepat aku menutup mata dan kedua kupingku. Aku tidak mau melihat kebinalan ibu. Aku tidak mau mendengar desahan nakal ibu. Tidak! ... aku berharap ini semuanya hanya mimpi buruk di siang bolong. Bukan kenyataan yang membuatku bengong. Melompong. Seperti tupai yang kebanyakan makan kacang polong.

Aku menutup wajahku dengan bantal. Mencoba berpikir tenang di tengah kekalutan yang mencekam. Ibuku telah melakukan perbuatan terlarang. Mengundang hujan untuk membanjiri ladangnya yang kerontang. Bersama laki-laki yang mempunyai tampang. Entah, motif apa yang mendasarinya, apakah hanya sekedar kesenangan atau demi sejumlah uang. Aku bingung, apa yang musti aku lakukan. Pura-pura tidak mengetahuinya, atau membuat suatu tindakan.

Masih wajarkah apa yang dilakukan ibuku? Mengingat beliau telah menjanda belasan tahun. Tak bolehkah beliau untuk bersenang-senang membahagiakan dirinya sendiri. Beliau masih muda dan masih memiliki hasrat. Aku rasa itu sah-sah saja, walaupun jalan yang ditempuhnya itu tidak benar. Aku memang tidak bisa berbuat banyak, aku hanya bisa berharap semoga laki-laki itu mau menikahi ibuku dan ibu juga mau dipersuntingnya biar tidak melakukan hubungan zina lagi.

__Oh, Ibu ..., semoga engkau mendapatkan hal yang terbaik buatmu.

KREEEKKK!!!

Tetiba aku mendengar suara orang yang sedang membuka pintu. Mungkin ibu dan laki-laki itu keluar dari kamarnya. Apa yang selanjutnya terjadi? Aku tidak berani berspekulasi. Aku hanya berdiam diri di kamar hingga suasana di rumah ini kembali sepi. Tanpa gema suara yang aneh-aneh lagi.

Ayah Tiriku IdolakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang