Part 41 : Tenda

8.1K 275 29
                                    

Poo dan Eross mengejarku. Mereka membuntutiku hingga aku berhenti di tepi tebing. Di mana di bawah sana terdapat jurang yang dalam. Gelap, licin, dan menyeramkan. Seperti mulut Gendrowo yang menganga.

 Seperti mulut Gendrowo yang menganga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

''Divo ... lo mau ke mana?'' tanya Poo.

Aku diam saja.

''Ah, Divo ... ngambekan. Baperan. 'kan tadi cuma game doang ...'' lanjut Eross.

''Iya, Vo ... sorry, gue gak bermaksud apa-apa, apa yang gue lakukan sama lo cuma bercanda dan hanya sebagai bentuk permainan belaka,'' imbuh Poo menjelaskan.

''Vo ... gue juga minta maaf karena ide tantangan itu dari gue,'' ungkap Eross dengan nada penyesalan.

Aku masih enggan untuk membuka mulutku.

''Divo, ayo kita balik ... di sini berbahaya!'' seru Poo cemas.

''Iya, Vo ... banyak nyamuk dan binatang-binatang liar yang lainnya ...'' sambung Eross sembari menepuk tubuhnya berusaha melindungi diri dari serangan nyamuk-nyamuk nakal.

Aku menoreh ke arah mereka, dan aku melihat wajah-wajah yang penuh rasa cemas, ketakutan dan penyesalan.

''Baiklah ...'' ujarku sembari berjalan mendekati mereka.

''Gitu dong!'' timpal Poo sambil merangkulku. Aku tersenyum tipis.

''Divo ... Divo ... jadi cowok kok sensi amat, sih ... kayak anak cewek aja!'' gerutu Eross.

''Diam lo!'' pekik Poo seraya menjitak kepala Eross, ''ini semua tuh, gara-gara lo, Kampret!'' sambungnya kesal.

''Cie ... ada yang belain. Kalian berdua emang benar-benar klop. Atau jangan-jangan kalian ini memang lagi pacaran ...''

''Eross ... jangan berpikiran yang tidak-tidak!'' Aku menjewer kuping Eross, dan cowok berambut keriting ini meringai kesakitan.

''Tau nih sukanya kompor, iiih ... gue cium juga lo, Ross!'' tadah Poo turut kesal.

''Hehehe ... mau dong dicium lo, Po ... rela gue ... rela ...'' balas Eross malah menantang sambil memonyongkan bibir dowernya.

''Najis, gue cium lo!'' timpal Poo sembari menabok bibir Eross dengan kasar hingga cowok berkulit gelap itu termehek-mehek.

''Hahaha ...'' Aku, Poo dan Eross jadi ngakak. Tiada rasa kesal atau pun dendam lagi. Kami semua sahabatan. Walau terkadang sikap mereka menyebalkan, tapi aku tahu mereka masih memiliki rasa solidaritas terhadap teman.

Akhirnya, kami bertiga kembali ke tenda. Saat tiba di tenda kami melihat Avan sudah terbaring di tempat tidurnya. Dia memang gampang sekali molornya. Ditinggal sebentar saja dia sudah tepar. Terlelap, mendengkur dan terkapar. Menggelar badannya yang melar.

''Lihat tuh, Kebo udah tidur aja! Dasar Pelor (Nempel Molor)!'' cetus Eross sedikit dongkol. Kemudian dengan kasar dia mengguncang-guncang tubuh Avan dengan kakinya. Namun, Avan tetap bergeming. Ia masih memejamkan matanya dan terus mengorok. Persis seperti kodok.

Ayah Tiriku IdolakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang