The Forgotten

310 54 2
                                    


Aku mengerjapkan kedua mata beberapa kali, berusaha untuk beradaptasi dengan cahaya yang perlahan menembus jendela besar di dinding batu. Setelah mengumpulkan kesadaran, aku duduk di pinggir ranjang dan mengedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan. Aku ada di mana?

Ruangan ini sangatlah kecil. Dinding dan lantainya terbuat dari batu. Terdapat ranjang kecil di sudut ruangan. Ranjang lusuh itu adalah tempatku tidur semalam. Namun anehnya, aku tak dapat mengingat apapun. Aku tak ingat apa yang terjadi kemarin, aku tak ingat sedang berada di mana, dan bahkan aku tak ingat siapa namaku.

Tiba-tiba terdengar suara pintu ruangan yang terbuka, menyadarkanku dari lamunan panjangku. Seorang wanita berbaju putih memasuki ruangan. Ia mengenakan masker dan sarung tangan. Tangan kanan wanita itu membawa sebuah buku

"Selamat pagi. Namamu adalah Ayla. Kau tinggal di ruangan nomor 7914. Kau berumur 22 tahun. Kau memiliki seorang adik perempuan bernama Alya, ia berumur 12 tahun dan tinggal di ruangan nomor 7915. Pekerjaanmu adalah pelayan. Sekarang kau boleh keluar dan mulai bekerja. Kau harus kembali ke ruangan ini saat tengah malam. Pastikan kau menyelesaikan semua pekerjaanmu dengan baik. Selamat bekerja!" Wanita itu tersenyum dan menutup bukunya setelah ia selesai membaca data mengenai diriku. Kemudian wanita itu bergegas keluar dan menuju ruangan-ruangan berikutnya.

Aku tak mengerti apa maksud dari wanita itu. Barusan ia mengatakan bahwa aku tinggal di ruangan nomor 7914, dan aku memiliki adik perempuan yang tinggal di ruangan nomor 7915. Itu artinya adikku tinggal di ruangan yang terletak persis di sebelah ruanganku, kan?

Dengan ragu, aku melangkahkan kakiku keluar ruangan. Terlihat banyak orang yang juga baru keluar dari ruangan mereka masing-masing. Raut wajah mereka tampak kebingungan. Dan dari semua orang yang kulihat, tak ada satupun orang yang kukenal.

Kedua mataku menelusuri tempat ini. Gedung bertingkat yang terdiri dari banyak ruangan, dan aku berada di lantai satu. Ketika melihat ke atas, aku menyadari bahwa gedung ini benar tinggi dan terdiri dari sangat banyak ruangan. Namun bangunannya terlihat kotor dan tak terawat. Seluruh dindingnya terbuat dari batu yang mulai keropos. Entah karena sudah tua, atau memang dibangun asal-asalan.

"Apakah kau adalah kakakku?" tanya seorang gadis sambil menarik-narik bajuku.

Aku tersenyum sambil mengusap puncak kepala gadis itu.

"Siapa namamu?" tanyaku.

"Namaku Alya. Aku tinggal di ruangan nomor 7915."

"Kalau begitu, kau benar. Aku adalah kakakmu. Aku tinggal di ruangan nomor 7914, dan namaku adalah Ayla," jelasku. Meskipun aku sendiri merasa bingung dengan semua ini.

"Hei, kau! Gadis pelayan dari 7914! Cepat bantu aku! Jangan bermalas-malasan!" seru seorang pria bermata coklat yang sedang membawa tumpukan piring. Aku pun langsung ingat bahwa wanita yang tadi masuk ke dalam ruanganku, mengatakan bahwa pekerjaanku adalah seorang pelayan.

"Ah, maaf! Aku akan segera membantumu. Tapi apakah adikku boleh ikut bersamaku?" tanyaku.

"Tentu saja tidak! Anak kecil memiliki pekerjaan lain. Suruh saja dia untuk tetap tinggal di ruangannya, dan ikuti perintah dari orang-orang yang mengenakan baju putih, masker, dan sarung tangan," jawab pria itu.

"Tidak, aku mau ikut bersamamu. Tolong, jangan tinggalkan aku." Alya mulai meneteskan air mata.

"Hei, dengarkan aku. Aku tidak akan meninggalkanmu. Saat ini aku harus bekerja. Tapi aku berjanji kita akan bertemu lagi nanti malam. Dan kau juga harus berjanji padaku, kau harus bisa menjaga dirimu dan jangan menangis lagi. Kau berjanji?" Aku menghapus jejak air mata di pipi Alya. Sedangkan Alya hanya mengangguk dan langsung memelukku.

GenreFest 2018: DistopiaWhere stories live. Discover now