Start Point

293 50 1
                                    


Tujuh puluh persen kemungkinan hari ini hujan akan turun, begitu kata penyiar prakiraan cuaca di baliho besar pagi ini. Kepalang tanggung Yuta telah setengah jalan menuju sekolahnya, ia baru tahu kalau hari ini hujan akan turun. Cetrium, kota kelahirannya, memang tidak pernah bisa memberikan kepastian pada penduduknya, dalam hal apa pun. Mungkin, satu-satunya hal yang pasti di Cetrium adalah jadwal kedatangan transportasi umum yang Yuta bahkan tidak mau menaikinya dan memilih untuk berjalan kaki.

Semua orang di Cetrium bisa saja bersumpah saat itu juga kalau beberapa menit lalu, mereka serasa berada dalam mesin pemanggang dengan sengatan matahari yang luar biasa. Apa yang menakjubkan ialah bagaimana suhu di Cetrium bisa berubah dalam hitungan kurang dari satu jam. Awan mendung tiba-tiba saja memenuhi meridian mereka dan suasana hati Yuta akan mempersiapkan diri untuk menjadi lebih kelabu lagi.

Tiga per empat jalan, air keabuan menghujam Kota Cetrium yang megah. Ibu kota Negara Epreau itu sudah beberapa minggu tidak diguyur hujan. Yuta yang tidak membawa peralatan hujan meneduh saja di pinggiran toko. Hatinya tak lagi was-was kalau-kalau orang dari toko itu tiba-tiba mengusirnya karena merusak pemandangan dengan berdiri di depan kaca besar mereka yang dilengkapi dengan pembersih otomatis.

Belum ada satu menit Yuta memijakkan kakinya di depan jendela besar milik toko peralatan mesin itu, seseorang mengetuk kaca jendela di belakangnya. Oh, bukan. Sebuah mesin pembersih lantai, atau orang-orang suka menyebutnya dengan robot kebersihan, mengetuk-ngetuk kaca jendela tepat di belakang Yuta yang tengah sibuk menutupi indera penciumannya menggunakan lengan baju kemeja putihnya.

Tanpa basa-basi dan merasa tersinggung, Yuta melangkah pergi dari toko itu, berjalan di pinggiran-pinggiran toko dan sesekali bersinggungan dengan bahu orang-orang yang juga lalu lalang. Beruntungnya, anak muda sembilan belas tahun itu memiliki otot bahu yang bagus. Sehingga, ia tidak akan dengan mudah terpental jika bahunya bersinggungan dengan orang lain.

Sekarang, Yuta berdiri di emperan toko yang masih belum terbuka. Sepatu dan bagian bawah celananya telah basah oleh air hujan. Selepas pulang sekolah nanti, ia harus segera merendam pakaiannya yang basah itu. jika tidak, warnanya akan berubah menjadi kekuningan dan berbau tidak sedap.

Yuta masih sibuk menutupi indera penciumannya menggunakan lengan kanannya. Bau busuk yang terbawa oleh air hujan memang masih bisa lolos ke sensor penciumannya. Namun, setidaknya ini lebih baik dari pada tidak menutup hidungnya sama sekali. Sembilan belas tahun ia hidup di Cetrium, Yuta sudah terbiasa dengan bau menyengat saat hujan turun. Ia termasuk satu dari sedikit orang yang tidak mudah terganggu dengan bau menyengat itu. Sebab, lima orang sudah yang Yuta lihat bergelimpangan di jalanan akibat tidak tahan dengan bau menyengat ini.

Robot-robot medis dengan sigap mengangkat orang-orang itu dan memasukkan mereka ke dalam kapsul pertolongan agar bisa menghirup udara segar. Kapsul-kapsul itu berdiri saja di tengah-tengah kerumunan orang yang berlalu-lalang. Akan tetapi, kalian tidak perlu khawatir kalau orang-orang di sana merasa terganggu dengan adanya kapsul-kapsul itu. Tidak, tidak sama sekali.

Mereka tidak merasa terganggu.

Karena, mereka tidak peduli.

Bahkan jika orang itu adalah keluarga mereka, mereka hanya akan berdiri di samping kapsul sambil sering kali melihat ke arah jam tangan virtual mereka dengan rasa was-was. Mereka harus segera tiba di tempat kerja mereka. Kebanyakan adalah perusahaan-perusahaan pengembangan robot-robot, atau pekerjaan lain yang masih belum bisa dikerjakan oleh mesin.

Yuta tidak sama seperti mereka ynag sering kali menilik jam tangan virtual dengan rasa was-was. Meskipun ia tahu kalau hari ini Presiden Epreau akan berkunjung ke sekolahnya untuk kepentingan yang Yuta pun tidak tahu apa.

Suara rolling door yang terbuka secara perlahan di belakangnya membuat Yuta sedikit terperanjat. Dalam beberapa detik, rolling door itu sudah terbuka dengan sempurna. LCD di atas pintu kaca yang awalnya bertuliskan 'tutup' kini sudah berubah menjadi 'buka'. Tanpa berpikir panjang, Yuta dan beberapa orang merangsek masuk ke toko itu untuk membeli perlengkapan hujan.

*

Hampir lima belas menit lamanya Yuta terjebak di depan etalase toko guna menanti hujan berhenti. Ia tidak mungkin menerobos air hujan itu. Melihat sepatu dan ujung celananya yang basah dengan air hujan saja sudah membuat Yuta bergidik ngeri, apalagi jika harus menerobos air hujan yang sangat tidak manusiawi itu.

Sesampainya di sekolah, Yuta harus melewati beberapa prosedur untuk siswa yang datang terlambat. Para robot-robot tengah menginterogasi mereka di ruang singgah yang tepat berada setelah pintu masuk sekolah Yuta. Setelah robot-robot itu membuat rekapan, barulah para siswa itu dipersilakan untuk masuk.

Ternyata, robot-robot itu memberi Yuta sepatu dan celana baru untuk berganti. Mengingat, celana dan sepatu miliknya sudah menguarkan bau busuk yang menyengat. Dengan begini, Yuta tidak perlu repot-repot mencuci sepatu dan celananya dengan banyak penghilang bau. Sepanjang langkahnya menuju ruang ganti laki-laki, Yuta baru memikirkan beberapa hal, bahwa mesin-mesin itu memang efektif untuk menggantikan peran-peran manusia dan membuat pekerjaan manusia menjadi lebih ringan. Sayangnya, mesin-mesin yang diklaim menjadi benda paling berjasa di muka bumi karena telah meringankan beban pekerjaan manusia, adalah aspek utama penyebab hilangnya manusia di muka bumi.

Yuta belum pernah melihat 'manusia' semenjak ia lahir dan ia tahu mengapa.

Mesin.

Robot.

Manusia terlalu berlebihan dalam menciptakan mesin dan membuat jiwa mereka hilang entah kemana.

Akan tetapi, mau seberapa pun kesalnya dirinya dengan keadaan dan kenyataan yang menimpanya, ia bahkan tidak tahu harus berbuat apa untuk merubah dunia yang semakin tua dan tidak karuan ini. Ia tidak tahu caranya membuat orang-orang menjadi 'manusia' kembali. Terlebih, ia tidak tahu harus memulai dari mana.

Sekitar sepuluh menit lagi, acara di gedung pertemuan akan segera dimulai. Kabarnya, presiden telah tiba di sekolahnya dan tengah berada di ruang khusus. Yuta dan beberapa siswa yang baru datang langsung menuju gedung pertemuan setelah berganti pakaian. Sekali lagi, mesin-mesin mengarahkan mereka untuk menduduki tempat-tempat yang masih kosong.

Tak lama kemudian, orang yang ditunggu-tunggu dalam acara itu memasuki ruang pertemuan. Seperti biasa, ia ditemani oleh sebuah mesin paling canggih seantero Epreau, Islad. Mesin profesor yang diklaim sebagai penemu-penemu handal mesin-mesin di penjuru Cetrium. Presiden memberikan beberapa ceramah selama beberapa puluh menit dan selalu disambut dengan gemuruh tepuk tanagn para siswa. Yuta tidak terlalu memperhatikan apa yang dikatakan oleh presiden. Karena, ada sesuatu yang lebih menarik perhatian Yuta. Adalah Islad, yang sedari awal selalu berdiri di sampaing presiden, memberikan sinyal kepada presiden, seolah mendikte gerak-gerik presiden.

Bahkan, mungkin ia lah yang selama ini memimpin Epreau dan memulai gerakan masif perakitan mesin-mesin.

Yuta tahu betul, Islad pun, pasti memiliki bosnya sendiri.

Saat itu juga, bagai petir di siang bolong, Yuta tahu betul apa yang harus ia lakukan untuk merubah Cetrium, kota kelahirannya. Targetnya telah ditentukan.

Islad.

GenreFest 2018: DistopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang