Rotenard

432 60 1
                                    


Kami berlarian dari di putihnya pasir pantai, ditemani cahaya oranye dari matahari terbenam. Menghirup udara laut yang segar dan diterpa angin sejuk. Tawa keras keluar dari mulut kami, beradu dengan suara ombak yang memecah lautan.

***

Mataku terbuka saat cahaya matahari masuk dari jendela dan mengenai mata kananku. Mimpiku sangat indah sehingga aku mengerang saat bangun. Aku mebayangkan diriku dan semua teman-temanku terbebas dari tempat ini. Semua hal kualami dalam mimpi hanya pernah kubayangkan melalui gambar-gambar dan lukisan lama milik orang-orang terdahulu.

Kuambil jam tangan di nakas dan melihat jam yang tertera di sana. Tidak terasa sudah hampir sepuluh jam aku tertidur dari kemarin malam. Malam kemarin adalah hari yang melelahkan. Kami harus kembali menangani sekelompok orang yang bermaksud kabur dari dataran Rotenard.

Dataran Rotenard adalah tempat kami tinggal saat ini. Sebuah tempat yang dikelilingi hutan sebagai pembatasnya. Kami dilarang untuk pergi dari sini. Banyak yang bilang karena di hutan sana terlalu banyak hewan-hewan ganas yang siap memakan manusia hingga ke tulang. Ada juga yang bilang di luar sana telah terkena dampak radiasi akibat ulah manusia terdahulu.

Namun bagi kami, para guardian, sesuatu apapun yang ada di luar sana jelas berbahaya. Pasti ada satu alasan kenapa kami dilarang keluar oleh para pendahulu kami.

Akibat terasingnya kami dari dunia luar, semua barang di sini sangat terbatas. Air, listrik, pakaian, bahkan tempat tinggal. Kami tidak khawatir masalah makanan karena kami bisa menanamnya. Namun karena tanaman membutuhkan air, dan kami jelas kekurangan air saat ini, sepertinya kami harus mulai saat ini.

Dengan segera aku mengikat rambut panjangku dan membersihkan diri, bersiap untuk kembali bekerja. Karena semua kebutuhan semakin langka, banyak sekali orang-orang yang mulai nekat melakukan pencurian dan penjarahan. Belum lagi Maria, cucu tetanggaku, dilaporkan hilang dua hari yang lalu. Lalu usaha beberapa kelompok yang dengan bodohnya membahayakan nyawanya sendiri dengan cara melarikan diri.

Begitu aku membuka pintu saat hendak berangkat, aku langsung disambut oleh bibi Sarah—Nenek Maria. Tatapannya yang sangat sedih dan penuh harapan membuat hatiku semakin iba.

"Kami belum mendapat petunjuk apa-apa, bi. Aku tidak ingin mengatakan ini, tapi mungkin sebaiknya kau mulai menyiapkan upacara pelepasan untuk Maria," kataku penuh penyesalan.

Bibi Sarah langsung jatuh bersimpuh dengan tangis yang pecah dengan keras. Tangannya yang keriput menangkup seluruh wajahnya seakan tidak sanggup menghadapi dunia ini lagi. Dengan lembut kubantu bibi Sarah bangkit dan memeluknya erat. Aku menggumamkan kata maaf berulang kali di telinganya.

Begitu mengantarkan bibi Sarah pulang, aku bergegas menuju kantor wilayah tempatku bekerja. Sebentar lagi pasti akan banyak tugas menumpuk.

***

Ha! Hari yang tidak terduga! Ternyata tidak ada laporan pencurian ataupun aktivitas mencurigakan hari ini. Alhasil aku harus melaksanakan tugasku berkeliling perbatasan untuk tetap menjaga warga agar tidak pergi melewati batas.

Hari berjalan lambat karena seharian aku hanya berjalan dari satu pos ke satu pos lain tanpa ada kegiatan lainnya.

Di penghujung jadwalku, kudengar seseorang memanggilku dengan bisikan dari arah hutan. Kupikir aku berhalusinasi karena saat aku menoleh, tidak ada siapa-siapa di sana. Tapi kemudian kudengar kembali suara itu memanggilku lirih. Saat kutolehkan lagi kepalaku, betapa terkejutnya aku menemukan Maria ada di dekat pohon tumbang dengan baju yang sama seperti saat terakhir kali aku melihatnya dua hari yang lalu. Ia berdiri di hadapanku dengan wajah polosnya. Aku segera berlari dan memeluknya dengan erat seakan tidak akan bertemu lagi dengannya.

"Dari mana saja kau? Tidakkah kau tahu bahwa meninggalkan Rotenard itu dilarang? Bibimu, aku dan warga desa khawatir padamu," ucapku seraya tidak terasa meremas kedua bahunya dengan kuat.

"Aku hanya bermain. Aku tidak tahu kalau aku tersesat dan keluar di seberang hutan sana. Di sana benar-benar berbeda dari di sini. Aku bisa menceritakannya padamu dan kau tidak akan pernah bosan," balasnya.

"Sstt.. Simpan ceritamu untuk nanti. Bisa gawat jika salah satu dari guardian mendengarnya. Sekarang kita pulang dulu, kebetulan jam kerjaku sudah selesai."

Aku membawanya ke markasku untuk melapor dan membawanya pulang. Aku tidak mengatakan bahwa maria telah mengetahui sisi luar Rotenard karena bisa saja ada guardian yang sangat berpihak pada pemerintah dan menentang keras semua hal-hal berbau dunia luar Rotenard.

Kami langsung disambut oleh warga yang gembira. Bibi Sarah tidak henti-hentinya memeluk dan menciumi sang cucu. Air matanya kembali mengalir saat melihatnya kembali tadi. Aku juga senang bisa melihat Maria kembali hari ini.

Malamnya, Maria datang ke rumahku untuk menginap. Ia memang biasa menginap di sini karena aku bisa dibilang sangat dekat dengannya. Kami berbibcang tentang banyak hal, termasuk 'petualangannya' di dunia kuar sana.

"Di sana tidak seperti yang dibilang nenek. Di hutan sama sekali tidak ada hewan buas, di luar sana sama sekali tidak gersang. Justru di sana sangat enak dan nyaman. Rumputnya jauh lebih hijau daripada di sini. Airnya mengalir sangat banyak seperti tidak akan pernah habis. Bahkan aku sempat bertemu dengan seorang yang seusiamu di sana. Mereka sangat ramah dan baik. Aku diberi banyak sekali makanan enak.

" Sebenarnya aku ingin sekali tinggal di sana. Tapi lalu aku ingat dirimu dan nenek yang masih di sini. Aku ingin mengajak kalian tinggak di sana. Ayo kita ke sana. Ayo! Ayo! Ayo!" ajaknya dengan semangat setelah menceritakan semuanya.

Aku ingin tidak percaya pada ceritanya, tapi Maria sama sekali tidak pernah berbohong padaku. Tidak mungkin dia mengarang semua ini kalau memang dia tidak bahagia di sana. Akhirnya kuhanya bisa menyuruhnya tidur dengan cepat.

Sekarang aku mulai berpikir bahwa orang-orang telah membohongi kami semua tentang apa yang ada di luar perbatasan. Jangan-jangan selama ini pemerintah membohongi kami semua agar tidak ada yang keluar perbatasan. Tapi untuk apa?

Keesokan harinya saat berangkat berkerja aku masih tetap memikirkan cerita Maria kemarin malam. Di jalan, aku yang biasa acuh dengan keadaan, sekarang lebih memfokuskan pikiranku pada orang-orang di sekelilingku. Kulihat seorang pria tua mengais sampah untuk mencari makanan dengan baju lusuhnya. Seorang wanita dengan anaknya duduk di trotoar mengharap sesetes air dari orang yang lewat.

Apabila dunia di luar sana jauh lebih baik, harusnya mereka tidak perlu seperti itu kan? Aku akan coba menanyakan ini apda atasnku. Nasib mereka bisa berubah. Jika memang apa yang dikatakan Maria benar, resiko apapun akan sepadan dengan kebebasan kami semua. Maka dari itu, harus ada yang memulainya.

GenreFest 2018: DistopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang